Sabtu, 30 Juni 2012

Devosi - Juni 2012

HAKEKAT KEPEMIMPINAN

30-Jun-2012  KOMUNIKASI – Wujudkan apa yang dikomunikasikan    Home
Yesaya 55:1-11 – Tuhan mengundang setiap orang berpartisipasi untuk memuaskan rasa haus mereka. Tuhan mencoba menunjukkan para pendengar-Nya kalau hanya Dia saja yang bisa memuaskan kerinduan dan Yang benar-benar bisa memenuhi kebutuhan mereka. Tuhan minta manusia untuk mencari Dia sementara bisa ditemui.
Tuhan berjanji kalau firman yang keluar dari mulut-Nya tidak akan kembali kepada dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan apa yang Dia ehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Dia suruhkan. Seperti hujan dan salju yang turun dari langit dan yang tidak akan kembali lagi tanpa mengairi bumi. Firman Tuhan akan memberi hasil.
Dari ayat-ayat tersebut Tuhan menunjukkan bagaimana Dia sepertinya juga mengevaluasi komunikasi yang diberikan: firman -Nya akan memberi hasil; firman- Nya menyediakan alat dan sumber-sumber yang dibutuhkan; firman-Nya memenuhi kebutuhan; firman-Nya menyatakan kehendak-Nya; firman-Nya memuaskan jiwa para pendengar.
Bagaimana dengan komunikasi kita? Bisakah kita, sebabagi pemimpin, membuat pernyataan yang disebutkan di atas? Bagaimana kita mengevaluasi komunikasi kita? Buah apa yang dihasilkan oleh komunikasi kita?

29-Jun-2012  KOMUNIKASI – Mengkomunikasikan Visi    Home
Yehezkiel 1:1-3 – Seperti Yeremia, Yehezkiel tahu bagaimana mengkomunikasikan pesan sehingga pendengarnya memahami dan tahu apa yang harus dilakukan. Inilah tanda keberhasilaan komunikasi.
Bagaimana Yehezkiel mengkomunikasikan pesan atau visinya?
Visinya mudah diingat; kata-katanya kreatif dan imajinatif: Tuhan memberi instruksi kepada Yehezkiel bagaimana melukiskan visinya. Dia diminta memakai barang-barang untuk bahan pelajarannya, memakai material seperti batu-bata, sebidang besi, tubuhnya sendiri, tali, bahan pembuat roti, kotoran manusia, dan kotoran lembu. Instruksi Tuhan itu sepertinya begitu radikal yang bahkan Yehezkiel sendiri merasa jijik dan tidak suka. Tetapi dengan cara begitu akan mudah diingat orang.
Visinya bisa diukur; kata-katanya memberi pemahaman: Yehezkiel khususnya berbicara untuk masa depan. Dia tidak ragu-ragu, atau memakai kata-kata yang meragukan, apa yang Tuhan inginkan agar orang-orang mengikutinya, dan mereka harus mengambil keputusan sendiri untuk bekerjasama. Dia memakai kata-kata yang mendorong dan terinci mengenai berapa lama Israel telah menjauhkan diri dari Tuhan, serbuan ke Yerusalem, berapa lama pembuangan akan berakhir, dan kondisi bagaimana saat Tuhan membawa mereka ke penghukuman yang lama itu.
Visinya memberi motivasi; kata-katanya memberi dorongan: Yehezkiel tidak hanya mengatakan penghukuman. Dia ingin mendorong Israel agar bertobat dan kembali kepada Tuhan. Dia mengatakan bagaimana rasanya hidup di bawah pemimpin asing dan bagaimana ngerinya menundukkan-diri ke kuasa yang tidak memahami mereka. Dia memberi alasan agar mereka perlu bertindak.

28-Jun-2012  KOMUNIKASI – Samuel itu komunikator ulung    Home
1 Samuel 10-3 – 12:25 – Di jamannya, Samuel bisa dianggap sebagai ahli komunikasi. Setiap orang mau mendengarkan dia. Komunikator yang seperti apa sih Samuel itu?
Samuel mengatakan kata-kata pewahyuan yang mengandung pewahyuan Ilahi dan pemahaman yang tidak dimiliki orang lain. Dia mengucapkan kata-kata inspirasi yang bisa menginspirasi Saul agar menang atas rasa takut yang dihadapi dan melangkah maju. Dia mengucapkan kata-kata yang menguatkan sehingga mendorong orang untuk bertindak dan mengikuti Saul sebagai raja baru mereka. Dia mengucapkan kata-kata yang menguatkan, yang menopang, dan yang memberi pujian kepada Saul di depan umum. Dia mengucapkan kata-kata informasi yang isi yang baik, untuk memperbaiki dan mengajar orang lain. Dia mengucapkan kata-kata deklarasi yang memberi arahan jelas kepada orang dan memberi harapan untuk masa depan.
Bagaimana Samuel bisa melakukan komunikasi seperti itu? Setiap kali Samuel berbicara, dia mengikuti hukum-hukum komunikasi antara lain:  Pesannya sederhana, langsung dan jelas sehingga tidak membingungkan yang mendengarkan. Dia tahu dan mengenal kepada siapa dia berbicara dan mencermati mereka. Dia menyampaikan kebenaran dengan mendemonstrasikan kredibilitasnya melalui gairah dan hidupnya sendiri;artinya,dia sudah menghidupi apa yang dia katakan. Dia mencari tanggapan dari mereka yang mendengarkan. Dia selalu berbicara dengan punya tujuan; setelah selesai berbicara dia mendesak pendengarnya agar mengambil keputusan untuk mentaati Tuhan.

27-Jun-2012  KOMUNIKASI: Adam Gagal    Home
Kejadian 2:15-17; 3:1-6 – Di Kej. 3 kita bisa melihat bagaimana seorang pemimpin yang gagal di area penting bagi semua pemimpin: komunikasi. Dengan gagal berkomunikasi secara efektif ke isterinya Adam menjadikan perannya sebagai seorang pemimpin rohani membawa bencana bagi umat manusia.
Tuhan dengan jelas mengatakan kepada Adam bahwa ada tanaman tertentu yang dikhususkan dalam perintah-Nya, "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." Di saat Adam menerima perintah ini, Hawa tidak ada; dia belum diciptakan. Jadi Adamlah yang bertugas untuk menyampaikan apa yang Tuhan katakan kepadanya.
Lalu, mengapa Adam tidak bisa mengkomunikasikan perintah Tuhan dengan jelas kepada Hawa? Mengapa terjadi komunikasi yang putus? Tentunya Hawa tidak benar-benar memahami apa yang akan terjadi jika dia makan buah terlarang tersebut. Perhatikan tanggapannya yang kacau atas pertanyaan ular, “Allah berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Hawa menambah dengan kata-kata, “ataupun raba,” dan “nanti kamu mati.” Tuhan tidak pernah mengatakan seperti itu.
Pesan yang dikomunikasikan Adam kepada Hawa tentang perintah itu sepertinya salah. Dan terjadilah bencana itu! Kesalahan Adam atas terjadinya bencana ini bisa dibagi menjadi lima bagian: Adam melalaikan beberapa rincian di pesan yang dia komunikasikan; dia membiarkan suara Hawa lebih mempengaruhi dia dibandingkan suara atau perintah Tuhan; dia gagal mempertanggung-jawabkan komunikasinya; dia lupa apa yang Tuhan katakan mengenai konsekwensi ketidak-taatannya; dan dia tidak bertanggung-jawab atas akibat kegagalan komunikasinya.
Mari kita belajar dari kesalahan Adam ini. Kita bisa saja seorang pembicara yang baik – tetapi apa kita juga komunikator yang baik? Apa kita betul-betul menaruh perhatian pada apa yang Tuhan katakan kepada kita? Apa kita cukup memperhatikan pada rinciannya? Saat kita memimpin, apa kita yakin kalau yang mendengarkan kita juga menangkap pesan sama yang kita sampaikan? Dan apa kita bertanggung-jawab akan apa yang Tuhan telah percayakan kepada kita?
26-Jun-2012  Prinsip Imbalan    Home
Ratapan 4:6-8 – Kita bisa saja menyebut ini sebagai prinsip imbalan: menerima apa yang semestinya diterima. Para pemimpin yang baik tahu bagaimana menerima baik imbalan maupun konsekwensi dari hasil kerja anggota team. Setiap sistem imbalan seharusnya memprioritaskan perbuatan yang paling penting, baru kemudian mempublikasikannya. Sebagai tambahan, sistem harus mampu melihat hal-hal negatif yang tidak boleh karena akan merusak team. Memang ada harga yang harus dibayar untuk ini.
Yeremia memberi kita gambaran bagaiman Tuhan melakukan hal ini kepada umaat-Nya. Dia mengatakan konsekwensi atau akibat-akibat karena dosa-dosa Yerusalem yang melebihi dosa Sodom, yang lenyap sekejab; dan Yehuda terus membawa-bawa dosanya di Yerusalem.
Bagaimana komunikasi bisa memberi imbalan kepada orang-orang kita? Ke hal apa kita harus memberi perhatian? Apa orang-orang tersebut tahu apa saja yang penting?
Jika anggota team tidak memberi hasil seperti yang diinginkan, biasanya itu disebabkan karena mereka tidak yakin dengan apa yang dilakukan. Atau, mereka tidak tahu apa yang harus pertama kali dikerjakan. Atau, mereka tidak tahu bagaimana melakukannya. Atau, sistem imbalan yang tidak sejalan dengan tujuan kelompok. Atau, pemimpin memberi hambatan-hambatan yang tidak perlu.

25-Jun-2012  Pengharapan di tengah-tengah bencana    Home
Ratapan 3:1-66 – Sewaktu Yeremia menyusuri reruntuhan kotanya, dia mencium penghaancuran di mana-mana. Dia tahu ada bangsa Babel yang telah meluluh-lantakkan Yerusalem karena orang-orang Yehuda yang meninggalkan Tuhannya. Umat Tuhan mengundang penderitaannya sendiri – hati Yeremia hancur.
Dalam dua fasal penuh Yeremia meratapi bencana yang terjadi. Dia mengenali pendisiplinan Tuhan, “Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?” Tepat di tengah-tengah ratapannya dia mengungkapkan salah satu pernyataan yang paling memberikan pengharapan di Perjanjian Lama: “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu.” (Rat. 3:22,23)
Di tengah-tengah pembantaian, di tengah-tengah jeritannya, nabi Yeremia menemukan pengharapan dalam mengenali kalau Tuhan itu tetap yang memerintah. Dia tahu kalau restorasi dan pertobatan bisa terjadi. Kkemarahan Tuhan tidak akan selamanya membakar habis umat-Nya. Demikianlah Yeremia bisa terus melanjutkan. Ah, tentunya masih ada airmata – dua fasal terakhir kitab Ratapan sekali lagi terdengar suara kesedihan arak-arakan yang menuju ke kuburan. Tetapi karena Tuhan itu hidup, harapan juga hidup!
Setiap pemimpin yang efektif melabuhkan diri pada harapan, bahkan di hadapan penghukuman Tuhan sekalipun. Mereka tahu akan hal itu, karena bagi mereka yang dipanggil dalam nama Tuhan Yesus Kristus, pemulihan dan penebusan bisa muncul setelah penghancuran.

24-Jun-2012  Hati yang terbeban membawa komitmen pada visi    Home
Ratapan 2:20 – Meskipun bertahun-taahun Yeremia telah meramalkan akan terjadinya tawanan bagi umat yang pemberontak, dia tetap menangis saat tahu nubuatannya digenapi. Dia memohon kepada Tuhan agar menghentikan hajaran-Nya. Dia minta belaskasihan Dia.
Percakapan antara Yeremia dan Tuhan mengenai orang Ibrani yang dinyatakan ayat di atas menunjukkan sekilas bayangan yang jarang tampak bagaimana Tuhan telah membentuk hati Yeremia sebagai seorang pemimpin. Sementara nabi tersebut punya hati yang tertuju pada kebenaran dan keadilan, di waktu yang sama dia juga sangat berbelas kasihan pada mereka yang membangkitkan murka Tuhan. Seperti Musa, Yeremia seringkali seperti memiliki ‘dua-muka’; satu muka yang diperhadapkan kepada umat Tuhan – yang memberitahukan akan penghukuman dan ancaman-ancaman dari Tuhan – tetapi muka satunya diperhadapkan kepada Tuhan dalam doa: yang memohon agar Yahwe tidak meninggalkan umat-Nya. Hati yang berbelas kasihan Yeremia memampukan dia untuk tetap berkomitmen pada visi yang menyatakan bahwa di suatu hari kelak Tuhan akan memulihkan umat-Nya.
Keadaan inlah yang menjadikan seorang pemimpin yang dari Tuhan itu menjadi luarbiasa: kepemimpinan yang jelas dan kokoh, tetapi yang tetap memiliki hati yang berbelas-kasihan sebagai pendoa ssyafaat. Reggle McNeal menuliskan, “Satu tanda kebesaran rohani sejati ialah hati yang berbelas-kasihan kepada mereka yang tersiksa.”
Para pemimpin harus pertama-tama merasa berbeban akan kebutuhan orang lain; hanya setelah itu mereka akan mengkomitmen dirinya pada visi untuk membebaskan mereka. Belas-kasihan Yeremia menjagai dia tetap di panggilannya di saat dia sebetulnya bisa dengan mudah meninggalkan panggilannya. Yeremia mengajar kita bagaimana seharusnya bersikap di saat ada sementara orang yang menolak dan menentang pesan yang kita sampaikan dengan berbagai argumen, untuk tetap bersedia tinggal dalam keadaan yang tanpa pengharapan, dan situasi yang sepertinya bertentangan dengan doa-doa kita.

23-Jun-2012 Karakter itu Menjagai Kemenangan    Home
Ratapan 1:7,8 – Tuhan telah memberi umat-Nya, orang Israel di saat itu, begitu banyak kekayaan. Selama berabad-abad merekaa menikmati hasil penaklukanya atas Tanah Perjanjian. Di kitab Ratapan mereka telah kehilangan segalanya – karena berdosa terhadap Tuhan.
Kemenangan-kemenangan besar harus ditopang dengan karakter yang besar agar bisa dipertahankan dan terus dikembangkan. Apapun yang telah diperoleh bisa lenyap dengan cepat jika tidak terus-menerus ditopang serta dikembangkan oleh karakter yang terus dikembangkan. Selama lebih dari 20 tahun kita melihat banyak pemimpin yang jatuh dalam moralitas. Sepertinya kharisma (karunia) mereka melebihi karakter (infrastruktur moral) yang mereka punyai. Karunia bertumbuh melebihi manusianya.
Ada ungkapan, ‘Tidak ada hal lain seperti reputasi, yang begitu sulit mendapatkannya tetapi hilangnya begitu mudah dan cepat.’ Kita harus mengetahui bagaimana singkatnya ketenaran atau popularitas itu. Oleh karena itu kita harus membangun konstruksi karakter kita agar tetap bisa menjagai apa yang Tuhan telah dan terus akan diberikan kepada kita melalui panggilan kita.
Kita biasanya bisa mengenali akan talenta dan karunia, pencapaian yang luarbiasa, serta tampilan luaran; tetapi sekarang kita harus mulai belajar mengenali akan karakter dan integritas yang kokoh, proses untuk pertumbuhan dan perkembangan pribadi, disiplin yang luarbiasa, serta kestabilan dan ketaatan internal kita.

TRANSFORMASI MELALUI AKSES POLITIK & BUDAYA

22-Jun-2012 Tugas Gereja    Home
Gereja itu menurut James Davison Hunter dalam bukunya To Change the World membangun komunitas iman yang mendukung dan membangun apa yang baik yang ada di struktur masyarakat lingkungannya (rumah-rumah sakit, seni, polisi, transportasi, perdagangan, musik, ilmu pengetahuan, pendidikan, dll.), di samping juga menunjukkan apa yang tidak baik, yang merupakan dosa dan yang rusak, tidak hanya dengan kata-kata tetapi menunjukkan bagaimana cara hidup sebagai pengikut Kristus. Davidson juga menyatakan pendekatan ini memiliki “kehadiran iman” dan mendasarkannya pada apa yang Tuhan nubuatkan kepada orang Yahudi pembuangan di Babel dan Persia yang disebutkan di Yeremia 29:4-7. Di dalamnya disebutkan Tuhan minta para orang buangan agar membangun rumah, membangun keluarga, tinggal dan menjalani kehidupan yang normal, mencari kesejahteraan kota dimana mereka tinggal, dan mendoakan mereka yang ada di sekitarnya, karena sebagaimana kota diberkati mereka juga akan diberkati.
Gereja harus juga menjagai keseimbangan antara menghormati tradisi yang ada di gereja dan terhubung dengan budaya kontemporer yang saat ini ada. Kita juga dipanggil menjadi model kuasa dan berkat dari keluarga-inti dan pernikahan tradisionil jika ingin memberi antithesis atau jawaban akan fragmentasi dan kutuk akan struktur keluarga-pengganti yang sekarang ada di sistem dunia bukan umat percaya (pagan).
Sebagai rangkuman: jika kita mau mentransformasikan budaya yang ada kita perlu berhadapan dan mengubah para pemberi pengaruh dengan nilai-nilai alkitabiah di level-level tertinggi di setiap lingkup besar masyarakat. Kita tidak bisa hanya menjangkau massa manusia dan mengubah pemilihan politik. Jika kita tidak menjangkau 3-5% orang yang bertindak sebagai pengambil keputusan, maka kita tidak akan pernah menggenapkan tujuan kita untuk mentransformasi sosial.
Sewaktu kita merenungkan firman di Yeremia 29:4-7 kita akan menyadari bahwa hal yang paling penting dalam panggilan kita ialah untuk memberikan contoh kehidupan yang bisa menjadi kesaksian yang baik ke komunitas yang ada di sekitar kita. Kita perlu merangkul, melayani dan mengasihi kota-kota dan komunitas-komunitas kita, sambil melatih anak-anak kita dan mereka dengan potensi terbesar di gereja-gereja kita untuk mengambil pimpinan di setiap pintu-pintu gerbang pengaruh masyarakat.
(Disadur bebas dari Why the Church Needs Cultural and Political Access to Bring Transformation oleh Joseph Mattera)

21-Jun-2012 Kristen-Kanan, Kristen-Kiri, dan Aliran-Kesalehan    Home
Gereja perlu belajar bagaimana menghindari Kristen-Kanan, Kristen-Kiri, dan Aliran-Kesalehan yang mencegah dan menghindari perjumpaan dengan budaya nyata.
Orang Kristen-Kanan mengira jawaban hanya ada di politik. Pendekatan ini membungkus Injil Kristus dengan partai politik khusus dan menjerumuskan kita untuk menentang orang-orang di dunia yang seharusnya kita selamatkan. Ini membuat kita mencoba memakai kuasa dan mengontrol orang melalui sistem hukum dan mengubah undang-undang. Meskipun saya percaya hukum seharusnya didasarkan pada Sepuluh Perintah. Hukum merupakan sekolah yang seharusnya untuk menempelak dosa (dan merupakan simbol nilai-nilai khusus msyarakat). Hukum menjadi garis yang sangat tipis dan lemah karena adanya penyimpangan karena pemilu yang tidak benar.
Cara pendekatan ini yang juga menimbulkan Constantinianism. Meskipun Kekristenan menjadi agama favorit Kaisar Roma di bad 4 tetapi hal ini menyebabkan pelemahan gereja dari dalam karena ada orang kafir yang bergabung dengan komunitas Kristen tanpa meninggalkan gayahidup dan kepercayaan yang diikutinya.
Kristen-Kiri hanya mengakomodasi injil untuk memenangkan budaya yang hasilnya kehilangan kemampuan untuk membedakan secara alkitabiah antara garam dan terang. Suatu gereja yang menyetujui pernikahan sejenis dan meninggikan nilai-nilai yang ada di masyarakat lebih dari Sepuluh Perintah berarti telah kehilangan kebenaran dan alasan mengapa mereka itu ada sebagai komunitas Kristen.
Orang-orang beraliran kesalehan atau Anabaptis mengambil pendekatan kalau gereja itu hanya membangun tambahan budaya alternatif dan tidak mau berhadapan atau berusaha untuk memenangkan budaya.
Alternatif kerajaan itu harus mengambil pendekatan seperti Gereja Celtic di abad 6-8. Mereka menyatukan strategi Anabaptist dengan membangun suatu komunitas alternatif yang menjadi model para komunitas kafir dimana mereka tinggal. Meskipun begitu mereka juga mengenali perkenanan Tuhan atas tatanan ciptaan-Nya (Tuhan memberkati ciptaan-Nya dan mengatakan kalau itu baik) yang banyak ahli theologi merujuk sebagai anugerah umum. Oleh karena itu para komunitas mereka merangkul komunitas-komunitas yang belum percaya, mengasihi mereka, dan memenangkan mereka bagi Kristus dengan mendemonstrasikan Injil di dalam kehidupan setiap harinya.

20-Jun-2012 Belajar dari Sejarah    Home
Bahkan sejarah gereja mengulangi hal ini. Misalnya, Kaisar Roma Konstantin-lah yang menjadikan undang-undang Kekristenan di seluruh wilayahnya, menempatkannya suatu kedudukan untuk mentransformasikan seluruh kekaisarannya. St. Augustin merupakan profesor pertama retorika di Balai Agung Roma, posisi akademis yang paling diakui di dunia Latin, sebelum dia bertobat dan menjadi Bishop of Hippo, yang menempatkan dia menjadi theolog dan pemikir terbesar di jamannya. Pada tahun 800 AD ada Kaisar Kristen Charlemagne yang meletakkan dasar universitas-universitas katedral pertama, yang sebagai perintis universitas-universitas modern. Kedua pemimpin Reformasi Protestan, Martin Luther dan John Calvin, memperoleh pendidikan mereka termasuk pengetahuan yang banyak, dan bukan hanya dari Alkitab saja. (Calvin pernah sebagai seorang pengacara.) Kedua pemimpin Kebangkitan Besar pertama (yang menyelamatkan Inggris dari kehancuran seperti yang dialami Perancis di revolusinya, dan yang juga memicu Revolusi Amerika), John Wesley dan George Whitefield, bukan hanya tahu Alkitab tetapi juga lulusan Oxford. Jadi mereka semua itu memang sudah ada diposisi terhormat pengambil dan pembuat keputusan puncak di masyarakat. Juga, rekan pelayanan Whitefield di Amerika, Jonathan Edwards, lulusan Princeton, yang kemudian menjadi Rektor Princeton. Penghapusan perbudakan di Kerajaan Inggris dipengaruhi oleh Sekte/Aliran Clapham yang melibatkan William Wilberforce, seorang parlementer dan teman dekat Perdana Menteri Inggris William Pitt, dan banyak lagi para pemimpin budaya dan politik. Kebangkitan Besar kedua di Amerika Serikat dipimpin oleh Charles Finney, seorang pengara terkenal yang kotbahnya mampu menghubungkan banyak pengacara, hakim dan pengambil keputusan puncak budaya. Dia mempengaruhi jalan sejarah bangsa yang mengarah ke penghapusan perbudakan, mengimplementasikan hukum pelarangan kerja untuk anak-anak, perlindungan perempuan, dan lain-lain.
Seperti apa yang telah kita nyatakan, Revival yang terjadi di Azusa Street dan revival-revival lainnya yang terjadi di abad 20 tidak menunjukkan adanya dampak yang berarti di budaya karena semuanya itu bertujuan utama hanya untuk membuat pertobatan massal tanpa menyentuh para elit budaya dan para pengambil keputusan masyarakat.
Kita harus memahami perlu adanya sentuhan keseimbangan antara penyusupan dan konfrontasi ke para elit budaya dan intelektuil masyarakat tanpa kehilangan semangat kita sehingga bisa menjadi elit di hati dan tujuan panggilan. Kotbah di Bukit yang ada di Matius 5-7 mengajar kita bagaimana kita bisa menjembatani dengan orang lain yang ada di komunitas kita.

19-Jun-2012 Bagaimana Gereja Merespon    Home
Gereja harus membangun komunitas-komunitas otentik agar bisa menjadi model kota-Allah sebelum mencoba mentransformasi kota-manusia. Kita harus menghormati kesatuan, keluarga, dan kesatuan kerajaan dengan gereja-gereja di wilayah kita sebelum kita bisa mentransformasi sistem-sistem dan budaya-budaya yang ada di sekitar kita.
Para pengubah-dunia perlu mengalami kreatifitas, kepemimpinan, kesatuan, tujuan dan kuasa kerajaan di komunitas gereja (ekklesia) sehingga mereka terdisiplinkan untuk mampu mencipta-ulang gelanggan sekuler kemana mereka dipanggil.
Kita perlu mulai menginvestasikan uang yang cukup untuk mendidik dan menabur bagi orang-orang kreatif yang ada di gereja kita dengan memasukkan mereka belajar di universitas-universitas terkemuka serta menempatkannya di setiap kepemimpinan sosial yang ada.
Kita harus memahami dan mau menerima kenyataan bahwa doa, puasa, dan kebangunan rohani besar-besaran tidak bisa mengubah budaya, seperti yang pernah terjadi dengan Doa Kebangungan Rohani di tahun 1857, Kebangunan Rohani di Azusa Street pada 1906, dan Suara Kesembuhan yang menyebar, Toronto Blessing serta kebangunan rohani di Pensacola. Semua itu tidak mampu mengubahkan budaya yang ada. Hanya jika kebangunan-kebangunan rohani tersebut memberi pengaruh ke para pemikir-budaya baru akan mampu memberi pengaruhnya seperti yang terjadi pada Marx, Lenin, Freud, Darwin, dan Gates.  (Ini bukan berarti doa, puasa dan kebangunan rohani itu tidak penting. Tentunya menjangkau dan memperbaharui cara pikir massa dan orang-orang Kristen itu penting. Yang kita bicarakan disini bagaimana kita bisa mengalami transformasi sosial yang sesungguhnya.)
Bahkan, seperti yang bisa kita lihat di Alkitab, Tuhan itu memakai orang-orang yang memang sudah ada tempat-tempat otoritas dan/atau budaya sebelum suatu bangsa bisa ditransformasikan. Musa itu pangeran di Mesir sebelum dia dipanggil untuk berhadapan dengan Firaun dan membebaskan umat Tuhan keluar perbudakan; Daniel sebagai penasihat raja Babel (Nebukadnezar) dan yang akhirnya menjadi perdana menteri di Persia yang menjadikan dia memiliki posisi untuk bisa dengan kuat menyampaikan kebenaran dan mentransformasikan budaya; Nehemia sebagai juru minuman raja Persia yang memampukan dia bisa menerima perkenanan yang diperlukan untuk membangun kembali tembok Yerusalem; Samuel merupakan barisan pertama nabi-nabi besar Yahudi yang juga melayani sebagai hakim bangsa; Daud tugas utamanya merupakan pemazmur besar di samping juga sebagai raja. Akhirnya, semua para nabi besas (Yesaya, Yeremia, Elia, Elisa, Mikha, Ahia, Amos, dll.) bukan hanya bernubuat ke kelompok kecil di bait Allah aau sinagoge; mereka punya akses ke para elit politik dan budaya, bahkan ke jawatan tertinggi negeri itu.

 

18-Jun-2012 Karakteristik Kelompok-Kreatif    Home

Beberapa karakteristik kelompok-kreatif baru yang akan mengarahkan ekonomi di masa depan antara lain:
Bisnis-bisnis sedang dan akan diarahkan atau dipindahkan ke tempat-tempat dimana ada pusat-pusat kreatif. Wilayah geografi menjadi esensial karena akan terjadi perpindahan pola pikir dari ‘tertarik-ke-perusahaan’ menjadi ‘tertarik-ke-manusia’. Perusahaan-perusahaan akan berpindah ke tempat-tempat dimana tinggal orang-orang yang kreatif, bukan melulu karena adanya insentif pajak atau tersedianya infrastruktur dan jalan-jalan raya.
Struktur jenjang struktural yang sekarang dikenal akan cepat ditinggalkan. Perusahaan-perusahaan baru mengakomodasi orang-orang kreatif yang suka mengatur-diri-sendiri, yang menetapkan jam-kerja sendiri, dan yang bebas berpikir, mencipta, dan berpakaian tidak resmi. Otonom, keanekaragaman dan identitas-diri itu lebih dinilai daripada harus terlalu banyak diatur, konservatif, dan berpikir kelompok. Orang kelompok-kreatif ini suka ‘bermain-sambil-bekerja’ dan  ‘bekerja-sambil-bermain’. Garis tegas antara kerja dan santai tidak jelas.
Kepemimpinan dari atas-ke-bawah, yang mengharap orang-orang hanya sekedar mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan tidak memberi kesempatan untuk bisa berpikir sendiri menjadi tidak efektif lagi. Perusahaan-perusahaan sekarang sedang mendorong orang-orang kreatif untuk bergabung di kepemimpinan yang semi-otonom sehingga bisa mengatur-diri-sendiri dengan penetapan jam-jam kerja sendiri agar bisa lebih produktif.
Pola seseorang yang loyal / setia hanya ke satu komunitas dan satu perusahaan untuk sepanjang hidupnya segera ditinggalkan. Setiap beberapa tahun akan terjadi perpindahan orang dari perusahaan satu ke perusahaan lain karena didasarkan pada kesempatan baru yang bisa mengakomodasi minat, meningkakan ketrampilan, butuhnya ketemu dengan teman-teman baru, kreativitas, dan kerinduannya untuk berubah dan berkembang. Akibat era informasi yang ada sekarang serta terbangunnya komunitas-komunitas maya / virtual sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran dan perubahan informasi setiap hari nya akan sulit memiliki komunitas yang kohesif / melekat dan menetapkan norma-norma sosial karena bisa menciptakan fragmentasi bagi aliran postmodern.
Keanekaragaman sedang masuk meskipun nilai-nilai konservatif tetap dihormati tetapi bukan sebagai norma lagi. Hanya 23% keluarga Amerika yang saat ini merupakan keluarga-inti (nuclear families). Struktur keluarga-pengganti (alternate family) sekarang yang menjadi norma.

 

17-Jun-2012 Tiga anggapan keliru    Home

Saat ini sedang terjadi goncangan perubahan di dunia-kerja dan gereja. Oleh karena itu kita perlu memahami bagaimana meresponinya agar bisa membuat transformasi total. Bagaimana gereja harus menerapkan injil dalam merespon terhadap perubahan budaya yang sedang terjadi.
Kita salah kalau menganggap budaya akan berubah dengan sendirinya karena adanya revival gereja atau bangkitnya masyarakat. Seringkali umat percaya menganggap transformasi sosial bisa terjadi karena ada pertobatan massal. Sesungguhnya setiap orang itu diatur oleh keputusan yang dibuat oleh 3-5% orang yang punya posisi elit di masyarakat. Oleh karena itu cara untuk bisa memberi dampak perubahan budaya ialah dengan membuat bertobatnya para elit tersebut, yang nantinya mereka akan merumuskan budaya di setiap lingkup masyarakatnya.
Salah juga kalau berpikir bahwa kemenangan politik bisa membawa transformasi. Contohnya, aborsi yang disyahkan di Amerika sejak tahun 1973 sampai sekarang masih terus terjadi pertentangan; pernikahan sejenis yang telah disyahkan di beberapa negara bagian tetap ada penolakan-penolakan tanpa berhenti; homoseks yang telah dianggap normal di dunia seni, media dan hiburan, masih ada saja kelompok-kelompok yang menentang dan menolaknya.
Sesungguhnya politik itu hanya salah satu ekspresi kekuatan sosial. Jika kita mau menetapkan arah budaya maka kita perlu memberi pengaruh ke sektor-sektor pencetak-pikiran masyarakat. Contohnya, kita perlu memberi pengaruh ke universitas-universitas terkemuka agar bisa mengubah kebijakan publik, pendidikan, pengetahuan, pandangan-pandangan ekonomi, dll. Kita perlu memberi pengaruh di jalur-jalur utama mass-media yang ada, bukan hanya menulis di koran-koran dan majalah-majalah Kristen, atau tampil di stasiun-stasiun radio dan TV Kristen saja.  
Oleh karena itu kita perlu melatih ekklesia untuk memimpin, bukan hanya di gereja tetapi benar-benar menjadi profesor, anggota dan pemimpin dewan, para eksekutif kunci yang sedang berperan aktif dan memimpin para individu elite di seni, musik, hiburaan, pendidikan, mediaa dan kebijakan publik.
Memiliki umat percaya sebagai atlit dan penghibur dan selebirty terkenal pun, yang bisa memberi kesaksian, itu belum cukup. Kita butuh strategi-strategi kebangkitan multigenerasi untuk menempatkan para pemimpin-pemikir dan para praktisi kita di tingkatan-tingkatan tertinggi budaya – seperti yang TUHAN lakukan dengan Daniel dan ketiga pemuda Ibrani di Babilon – jika kita ingin melihat terjadinya perubahan sosial (baca Daniel 1).
Kita perlu juga menabur dan/atau mempertobatkan mereka yang ada di ‘kelompok-kreatif’ yang sedang bermunculan, sekitar 12-30% penduduk, yang merupakan penghasil kekayaan dan yang akan mengarahkan ekonomi generasi mendatang. Mereka yang ada di kelas-kreatif ini biasanya merupakan pribadi pendobrak yang tidak hanya ikut-ikutan. Saat ini mereka merupakan bagian arus-utama dan bagian kegerakan yang akan mengubah masa depan bisnis dan budaya!

16-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (6): Otoritas untuk membangun Tubuh Kristus    Home 
Bahkan, jikalau aku agak berlebih-lebihan bermegah atas kuasa, yang dikaruniakan Tuhan kepada kami untuk membangun dan bukan untuk meruntuhkan kamu ... (2 Korintus 10:8).
Banyak yang sekarang ini menyebut diri nabi menganggap dirinya dipanggil, seperti Yeremia, "untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan" (Yeremia 1:10). Tetapi pesan yang diberikan ke Yeremia itu ialah bagi mereka yang telah ditetapkan untuk dibawa ke Babilon. Yeremia saat itu berbicara ke mereka yang tidak memiliki Roh Kudus dan Darah Yesus. Israel pada saat itu merupakan bangsa yang ditetapkan TUHAN untuk menjadi tawanan, dan mereka sendiri sudah diberitahu dan diperingatkan karena lebih dari 25 tahun menentang hukum TUHAN.
Walaupun begitu, meskipun seandainya kita hanya punya nabi Yeremia sebagai contoh, perintah TUHAN kepada Yeremia itu tidak hanya sekedar menentang dosa, tetapi juga mengandung janji pemulihan dan pembebasan, “untuk membangun dan menanam" (Yeremia 1:10). Untuk menunjukkan isi hati Tuhan, yang merupakan peran profetis sejati. Hamba TUHAN itu harus tahu anugerah TUHAN dan kebenaran-Nya. Kita harus tahu dengan pewahyuan, apa Roh Kudus itu sedang mempersiapkan hal untuk menghancurkan, atau mencoba untuk membangun kembali.
Hari ini, menurut saya, kita adalah orang-orang yang sedang keluar dari tawanan, orang yang TUHAN dorong untuk membangun, seperti yang mereka lakukan di jaman Nehemia, Ezra, Hagai, dan Zakaria. Kita memang pernah ada dalam pembuangan dari janji-janji TUHAN, tetapi kita sedang kembali membangun rumah Tuhan. Benar, kita ada di masa penghakiman, koreksi dan disiplin, tetapi sekarang bukan waktu untuk mencabik-cabik Tubuh Kristus, tetapi waktu untuk menegakkan dan membangun.
Otoritas yang sedang mendatangi Gereja di pencurahan yang akan datang ialah otoritas untuk memulihkan gereja lokal sekota. Seperti otoritas Paulus, kita akan diberi otoritas untuk membangun dan mendorong, dan bukan untuk menghancurkan.
Di depan mata TUHAN terus ada kepemimpinan baru ini. Para gembala dari berbagai denominasi, bersama-sama dengan jemaat masing-mamsing, akan berkumpul dan berdoa bersama-sama untuk mencari api dan hati TUHAN ke jiwa-jiwa. Ini akan memancar dari fondasi kerendahan hati dan doa. Ini akan memunculkan otoritas untuk menjadikan murid Kristus. Karena kasih mereka meluas melampaui kota-kota mereka, otoritas mereka akan menjangkau sampai bahkan ke tempat-tempat tinggi. Inilah para pemimpin yang TUHAN sedang bangkitkan. Dan karena TUHAN yang membangkitkan mere maka TUHAN Sendiri yang akan menopang dengan kuasa-Nya.
‘Tuhan, jadikan saya rela berkorban. Saya merindukan otoritas-Mu, Tuhan. Beri saya keberanian untuk berserah dalam ketaatan, bahkan meskipun saya tidak bisa melihat hasil dan bahkan semua yang saya lihat itu kerugian. Tolong saya unntuk mempercayakan-diri saat saya berjalan melewati pintu-pintu yang sempit. Bangun saya dalam kasih-Mu sehingga saya bisa mempertahankan umat-Mu dengan otoritas. Dalam nama Yesus, amien.’
(Disadur bebas dari SpiritualAuthority oleh Francis Frangipane)


15-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (5): Otoritas Peperangan Rohani         Home

Seluas apa lingkup kasih kita, seluas itulah otoritas rohani yang kita miliki. Kita bisa mengetahui ini dalam diri seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya. Perempuan tersebut akan memiliki otoritas untuk melindungi, melatih, dan memelihara keturunannya. Dia punya otoritas untuk melindungi mereka yang dia kasihi. Demikian juga dengan seorang ayah atas keluarganya. Otoritas dia bukan melulu untuk mengatur saja tetapi juga untuk menegakkan kehidupan Kristus di rumahnya. Otoritas rohani sejati itu lahir dari kasih.
Orang-orang yang mengasihi jemaat lokalnya punya otoritas untuk membangun jemaatnya. Otoritas mereka tidak akan berkembang diluar batas-batas kasihnya. Jika kita mengasihi seluruh Tubuh Kristus secara lokal, otoritas kita akan menyentuh kehidupan mereka di kota atau di wilayah kita, baik melalui beban doa kita atau melalui penjangkauan dan pelayanan kita.
Ujian dasar untuk semua yang rohani itu adalah kasih, karena kasih sendiri yang akan memurnikan motif-moftif kita dan membebaskan kita dari penipuan-diri. Bahkan otoritas dalam peperangan rohani harus berakar dalam kasih. Daud memperoleh ketrampilan memenggal Goliat bukan di medan peperangan, tetapi itu diperoleh saat dia menjagai domba-domba ayahnya dari hewan pemangsa. Daud sangat mengasihi domba-domba tersebut sampai berani mengambil resiko atas hidupnya bagi mereka. Demikian juga kita akan bertumbuh dalam otoritas sewaktu kita melindungi domba-domba Bapa kita, kumpulan domba yang Dia telah berikan kepada kita untuk dikasihi.
Otoritas itu merupakan lengan tangan kasih. Semakian besar seseorang mengasihi akan semakin besar ootoritas yang akan dipercayakan kepadanya. Jika kita mengasihi kota kita dan ingin menyerahkan hidup kita untuk melayani komunitas yang ada, TUHAN akan memperbesar hati kita. Dia akan menjamin kita dengan otoritas baru dalam peperangan rohani. Tidak akan ada seorang pun yang sanggup menghadapi peperangan kalau tidak mengasihi apa yang dia mau lindungi. Kita tidak mengasihi kota kita, jangan berdoa untuk menentang penguasa-penguasa kegelapan yang ada. Setan tahu akan kesejatian kasih kita atas dasar kecemerlangan kemuliaan yang melingkupi hidup kita. Seseorang tanpa memiliki kasih yang diinspirasi oleh Kristus akan gagal dalam peperangan rohani yang dihadapi. Hanya kasih yang tidak pernah gagal atau kalah (1 Korintus 13:8).
Jadi, jika saatnya datang untuk melakukan peperangan rohani, banyak hal yang akan Roh Kudus katakan tetapi kita tidak akan bisa mendengarkannya sampai fondasi kasih kita diperluas. Dalam hikmat-Nya, Tuhan melindungi kita dari serangan akibat anggapan yang meremehkan benteng-benteng Neraka musuh yang sedang kita serang, dan kita akan menderita kekalahan. Tetapi jika kita benar-benar memperoleh pengurapan dalam kasih TUHAN, harga yang kita bayar untuk melihat budaya kita diselamatkan itu tidaklah terlalu mahal. Tetapi harga itu hanya bisa dibayar oleh mereka yang sudah memiliki kasih.

14-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (4): Otoritas untuk menginspirasi keserupaan Kristus          Home 
Ketika pengajaran kita tentang TUHAN dan  ketaatan kita kepada-Nya menyatu, otoritas rohani akan menyertai hidup kita. Yesus mempesona kerumunan orang karena Dia berkata "sebagai orang yang berkuasa" (Matius 7:28-29). Apa yang Dia ajarkan itu konsisten dengan kehidupan-Nya, oleh karena itu kita juga harus hidup dan menampakkan hakekat yang kita coba ajarkan.
Para gembala yang mau melatih jemaatnya berdoa, dia juga harus sebagai seorang pendoa syafaat terlebih dahulu. Mungkin ada yang berkata, “Tetapi dari jemaat saya yang sekian ratus hanya ada tiga orang yang mau bergabung dengan saya untuk berdoa.” Kalau begitu mulai saja dengan yang tiga orang itu membangun pangkalan doa syafaat. Jangan kecil hati karena dengan demikian kalian bisa memenangkan yang lain. Tetapi ukuran keberhasilan kita bukan jumlah jemaat yang hadir di hari Minggu. TUHAN sudah memberi kita orang-orang sehingga kita bisa melatih mereka, bukan melulu hanya menghitungnya. Dari kelompok ini, mereka yang kita inspirasikan untuk hidup seperti Kristus itulah ukuran yang sesungguhnya keberhasilan kita; ujian efektifitas kita dalam pelayanan.
Mungkin ada juga yang berkata, "Tetapi saya tidak pernah menjadi pemimpin.” Ketika seseorang menyerahkan hidupnya atas dasar kasih Kristus, orang lain akan melihatnya dan akan mengikutinya. Apa kita pemilik perusahaan, ibu rumahtangga, atau seorang remaja, kita bisa berbicara dengan percaya diri dan berotoritas seperti murid Kristus. Sesungguhnya, jika kita mengikut Yesus, orang-orang lain akan mengikut kita. Dengan demikian kita menjadi pemimpin.
Generasi berikut bukan hanya mengajar orang; mereka akan memberi inspirasi Tubuh Kristus untuk hidup seperti Yesus. Contoh apapun yang mereka berikan akan membangkitkan keilahian orang-orang yang ada di  sekitarnya. Dari hakekat yang sejati para pemimpin masa depan akan memperoleh ootoritas sejati, sebab saat hakekat Kristus disingkapkan, otoritas Kristus akan mengikutinya.

13-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (3): Otoritas untuk mentransformasi          Home
Saat di taman Getsemani Yesus punya pilihan: memanggil satu legion malaikat perang yang segera bisa membebaskan-Nya secara pribadi, atau mati di salib untuk membebaskan manusia di dunia. Dia memilih mati bagi kita. Mengambil keputusan secara bebas untuk menyerahkan hidup kita seperti yang telah Yesus lakukan merupakan jalan untuk mengembangkan otoritas sejati. Yesus mengatakan, “Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yohanes 10:18). Otoritas-Nya diterima karena telah menyerahkan hidup-Nya. Otoritas kita datang dengan cara yang sama: mengangkat salib kita dan menyerahkan hidup kita bagi orang lain.
Otoritas rohani itu merupakan apa yang TUHAN sediakan untuk mentransformasi yang sementara dengan kuasa kekal. Itu bukan yang daging kita bisa tiru, atau karena menggelegarnya kata-kata kita atau tajamnya tatapan mata kita. Otoritas Ilahi membutuhkan otorisasi. Dan otorisasi itu datangnya melalui ujian kasih.
Jika otoritas itu dikerjakan tanpa kasih, akan menjadi kontrol. TUHAN tidak memanggil kita untuk mengontrol umat-Nya tetapi untuk memberi inspirasi dan menjagai mereka. Dari kontrol akan muncul penindasan, sihir, dan ketegangan. Sebaliknya, dari kasih akan memberi kemerdekaan dan kuasa untuk membangun serta melindungi umat TUHAN.
Otoritas rohani sejati lebih dari kontrol kedagingan. Hidup kita, dan hidup mereka yang mengikuti kita, terletak pada inisiatif kita. Itu suatu keputusan yang kita buat yang didasari kasih. Karena otoritas sejati itu lahir dari kemerdekaan, maka pasti juga akan melahirkan kemerdekaan.
Hidup kita itu akan berjalan di salah satu dari dua macam otoritas: otoritas sejati yang dari kasih, atau otoritas palsu yang dari kontrol, atau, tidak punya otoritas sama sekali. Baik otoritas palsu maupun tidak punya otoritas keduanya didasarkan pada akar rasa-takut, dan reaksi kita terhadap rasa takut itu dua: pertama, yang akan menghasilkan otoritas palsu, ialah mengontrol apa yang ada di sekitar kita, sehingga menjadikan yang ada di sekitar kita bisa lebih dikontrol sehingga kurang memberi ancaman. Reaksi yang kedua terhadap rasa takut ialah dengan menolak sama sekali untuk menerima dan melatih otoritas. Banyak hubungan yang dilakukan karena adanya kebutuhan yang saling menguntungkan: kerinduan untuk mengontrol atau kerelaan untuk dikontrol. Keduanya disebabkan karena reaksi yang berlebihan akan rasa takut.
Firman menunjukkan, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan ketakutan” (1 Yohanes 4:18). Karena otoritas sejati dibangun di atas dasar kasih, tujuannya ialah untuk memerdekakan, bukan menguasai. Oleh karena itu sebelum seseorang benar-benar bergerak dalam otoritas rohani sejati, dia harus dibebaskan dari rasa takut dan keinginannya untuk mengontrol; dia harus berakar dan didasarkan dalam kasih.

12-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (2): Otoritas untuk suatu tujuan           Home
1Sebagai gembala, pemimpin, dan pendoa syafaat kita perlu bekerja dalam otoritas yang lebih besar lagi. Sementara kita menikmati begitu banyak anugerah yang bisa menambah peningkatan pribadi kita, TUHAN memberi kita otoritas untuk suatu tujuan khusus: untuk menggenapkan tujuan-Nya di muka bumi, yaitu tujuan Ilahi yang disingkapkan sebagai Amanat Agung. Yesus mengatakan, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius 28:18-19).
Kristus memberi Gereja otoritas untuk menjadikan semua bangsa murid. Gereja telah berhasil membawa pertobatan tetapi bukan murid. Sekarang ini banyak umat yang percaya kepada Yesus tetapi sedikit yang benar-benar sebagai pengikut Kristus. Jika tujuan TUHAN adalah pemuridan, bagaimana kita bisa menggenapkan ini? Kita harus menjadikan mereka yang telah bertobat itu “melakukan segala sesuatu yang telah Yesus perintahkan” (ayat 20). Jika Gereja mengajarkan semua yang Yesus ajarkan, para murid akan memiliki otoritas untuk melakukan seperti yang Yesus lakukan. Otoritas rohani itu bukan sesuatu yang kita miliki hanyaa dengan menggumulinya. Kita tidak bisa membeli otoritas seperti yang diinginkan oleh Simon si tukang sihir (Kisah 8:18).  Kuasa otoritas berfungsi dengan mencontoh metode orang lain seperti yang dilakukan oleh anak-anak Skewa (Kisah 19:14-16). Juga tidak bisa diperoleh dengan otomatis karena membaca buku atau mendengar kotbah dan pengajaran. Kita tidak bisa membayang-bayangkan untuk memperoleh otoritas rohani. Saat kita berfokus untuk mentaati firman Kristus maka akan ada pentahbisan Ilahi otoritas Kristus yang dibukakan dalam hidup kita.

11-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (1): Hakekat Otoritas Rohani           Home
Doktrin Kekristenan bisa diajarkan tetapi keserupaan Kristus hanya bisa diinspirasikan. Generasi pemimpin masa depan melalui kehidupan yang rendah-hati dan kudus akan mampu menginspirasikan orang banyak. Mereka benar-benar akan bisa berjalan dalam kasih Kristus yang sejati sehingga memiliki otoritas besar.
Gereja itu banyak orang yang mengatur tetapi sedikit yang memberi keteladanan Kristus; banyak yang bisa  menjelaskan doktrin Kekristenan tetapi sedikit yang hidup seperti Yesus hidup. Banyak yang menjabat kepemimpinan tetapi tidak banyak yang memiliki otoritas seperti yang Kristus telah beli bagi Gereja-Nya. Meskipun begitu ada tanda-tanda otoritas baru yang sedang mendatangi Gereja. Dan otoritas itu yang akan membebaskan Gereja sehingga bisa berfungsi dengan luarbiasa antara lain dengan banyak membawa kota-kota kepada TUHAN.
Otoritas rohani itu ialah keadaan dimana TUHAN sendiri yang meneguhkan dengan kuasa-Nya seiap perkataan yang diucapkan oleh hamba-Nya. Musa punya otoritas rohani saat memberi peringatan kepada Firaun. Roh TUHAN meneguhkan ucapan-ucapan Musa dengan kuasa atas penghukuman yang diberikan untuk mematahkan kebanggaan Mesir. Yesus memanifestasikan otoritas rohani saat berkonfrontasi dengan roh-roh jahat, meneduhkan badai, menyembuhkan sakit-penyakit, dan menggenapkan penebusan dengan kuasa kebangkitan. Bapa tidak membiarkan satu pun kata-kata Yesus yang tidak digenapkan.
Alkitab memberi banyak contoh mereka-mereka yang memiliki otoritas rohani. Setiap contoh menunjukkan adanya prinsip sama yang mendasarinya: mereka yang dibangkitkan oleh TUHAN, mereka juga akan ditopang oleh TUHAN. Mereka “memutuskan berbuat sesuatu, maka akan tercapai maksudmu (Ing. - menyatakan sesuatu, dan itu yang akan dijadikan)” (Ayub 22:28). Begitulah hakekat otoritas rohani itu.

10-Jun-2012:  DILEMA BAPA (7) – Mengetahui identitas untuk menggenapkan panggilan               Home
Ciri lain dari jemaat tanpa bapa adalah kerinduannya akan identitas. Yesaya menuliskan hal ini di Yesaya 3:6-7 dan 4:1 dimana bangsa Israel menggenggam siapa pun yang mereka anggap terlihat cukup baik untuk menjadi pemimpin mereka. Jubah dan penampilan yang baik merupakan satu-satunya persyaratan bagi mereka untuk dijadikan pemimpin.  Jika seseorang berjubahkan keberhasilan maka ia dianggap sebagai seorang yang berhasil. Kurangnya bapa membuat jenis kelamin dijadikan satu-satunya kwalifikasi untuk menjadi pemimpin.
Tidak adanya bapa mengakibatkan tidak adanya identitas. Kita sangat perlu mempunyai batasan-batasan, untuk mengetahui siapa diri kita di dalam Allah. Seorang anak yatim piatu selama bertahun-tahun akan mencari informasi yang dapat dia temukan mengenai warisannya karena tanpa ada garis keluarga ia tidak akan pernah sungguh-sungguh mengetahui siapa dirinya. Ia mungkin punya banyak saudara kandung tetapi tanpa tahu siapa bapanya ia tidak akan pernah bisa mengenali ikatan keluarganya. Mungkin ia penerima warisan besar, tetapi tanpa bukti pertalian keluarga ia tidak akan pernah memenuhi syarat untuk menerima warisan.
Banyak pemimpin Kristen masa kini bila ditanya bisa memberikan daftar orang-orang yang pengajarannya mempengaruhi kehidupan mereka, tetapi mereka tidak dapat menunjukkan adanya seorang bapa dalam pelayanannya. Jadi, seperti jemaat Korintus, kita memiliki cukup pendidik dan berlimpah karunia, tetapi kita tidak punya banyak bapa. Akibatnya, kita berkumpul di bawah spanduk seorang guru atau organisasi tertentu demi punya identitas. Atau, kita pakai karunia tertentu yang kita miliki sebagai sumber kepribadian atau identitas kita di dalam Kerajaan; hal yang demikian ini tidak sesuai dengan tujuan Allah memberi karunia rohani kepada manusia. Hasil kekacauan yang demikian ini karena jemaat yang sakit dan kekanak-kanakan, yang tidak mampu berjalan di dalam Roh, jemaat yang berjalan dengan terhujung-huyung demi memenuhi nafsu kedagingan mereka.
Apa yang harus dimiliki jemaat yanag demikian itu adalah suatu pembaharuan, bukan hanya dari Roh Kudus, tetapi juga dari pola hubungannya dalam pelayanan. Kita harus menemukan kembali kebenaran yang indah dari hubungan yang saling mengimpartasi dari bapa kepada anak. Ketika kita menemukan perintah Allah, kita akan mengetahui identitas kita dan memenuhi tujuan kita di dalam kerajaan Allah. (Disadur dari ‘You Have Not Many Fathers’ oleh Mark Hanby dan Craig L. Ervin).

9-Jun-2012: DILEMA BAPA (6) – Pemimpin Upahan             Home
Yesaya 3:4-5 menyatakan ketika umat Allah menolak kedewasaan di dalam Kristus, mereka dihukum dengan kehilangan kedewasaan dan menjadi individu yang tidak dewasa di dalam posisi kepemimpinan. Bapa-bapa digantikan dengan anak-anak.
Ketika Paulus memberitahu jemaat Korintus bahwa mereka memiliki “beribu-ribu pendidik di dalam Kristus, tetapi tidak mempunyai banyak bapa” (1 Kor. 4:15), ia sedng menunjuk ke akar permasalahan mereka: kurangnya bapa pemimpin yang dewasa secara rohani. Jemaat Korintus bukannya memiliki banya bapa tetapi mereka memiliki ribuan pendidik. Kata “pendidik” di sini dalam bahasa Yunani adalah paidagogos, yang berarti “pemimpin yang masih kanak-kanak.” Istilah ini menunjuk kepada seorang hamba yang tugas resminya untuk memastikan anak-anak pergi ke sekolah. Jadi bapa-bapa digantikan oleh para hamba upahan yang tidak memiliki hubungan dengan warisan rohani.
Saat ini ada ribuan hamba Tuhan yang mendapat pendidikan dari sekolah-sekolah terbaik. Banyak di antara mereka telah menambahkan pendidikan formal melalui kaset-kaset, video-video dan juga melalui buku-buku dan majalah-majalah dari  sumber-sumber ilmiah yang terpercaya. Walaupun belum pernah ada banjir materi alkitabiah, ada beberapa kuasa alkitabiah yang berharga termanifestasi. Kita bisa menjangkau jutaan orang dengan informasi, tetapi tanpa ada hubungan rohani maka tidak akan ada kebenaran yang bisa diimpartasi atau diterima.
Alasan mengapa kita tidak melihat manifestasi kuasa yang sebanding dengan yang ditunjukkan di alkitabiah itu karena kita tidak memberi dan menerima impartasi sesuai dengan pola alkitabiah. Kita mempunyai beribu-ribu “pemimpin yang masih kanak-kanak” di dalam Kristus, tetapi tidak mempunyai banyak bapa.
Salah satu akibat bagi jemaat yang tanpa bapa ialah adanya tekanan. Yesaya berkata, “Maka bangsa itu akan desak-mendesak, seorang kepada seorang, yang satu kepada yang lain; orang muda akan membentak-bentak terhadap orang tua, orang hina terhadap orang mulia” (Yesaya 3:5).
Sebuah keluarga tanpa seorang bapa akan mengalami penderitaan secara finansial, sosial, dan psikologis, serta secara rohani. Tekanan terhadap wanita tanpa suami dan anak-anak tanpa ayah menyesakkan nafas. Ketika seorang bapa tidak berada di rumah untuk melatih anak-anak dalam berhubungan dengan Tuhan, hati anak-anakakan  berubah menjadi kemarahan dan mereka tidak menghargai otoritas (Ef. 6:1-4). Tekanan terjadi ketika para pemimpin yang tidak dewasa bertindak sebagai pengasuh atas jemaat, memimpin orang-orang tanpa memiliki visi yang benar. “Bila tidak ada wahyu, menjadi liarlah rakyat: (Ams. 29:18a).

8-Jun-2012:  DILEMA BAPA (5) – Tuhan mengambil yang terbaik sebagai penghukuman               Home
Karena gereja tidak mengikuti jalan-jalan Penebusnya maka hubungan-hubungan yang tidak alkitabiah akan menghasilkan suatu generasi yang tidak alkitabiah. Allah tidak hanya memanggil kita sebagai ‘duta-duta-Nya,’ atau ‘pelayan-pelayan-Nya.’ Ia menyebut kita sebagai anak-anak-Nya, mempelai-Nya, dan tubuh-Nya! Kita telah membangun hubungan-hubungan pelayanan yang didasarkan pada kerajaan dunia ini, bukan berdasarkan kerajaan Allah kita dan Kristus Yesus! Itulah sebabnya kita memiliki gedung-gedung gereja yang besar dan megah, tetapi bukan dalam hal berpartisipasi di dalam pengalaman Kerajaan yang sesungguhnya. Pertumbuhan kwantitas yang luarbiasa besarnya dikerucutkan oleh kuasa seratus duapuluh laki-laki dan perempuan yang ada di ruangan atas Yerusalem saat Pentakosta. Tujuan gereja itu menjadi pionir bagi Kerajaan, yang menghasilkan anak laki-laki dan perempuan, dan bukan suatu institusi buatan manusia dan mesin-mesin yang menghasilkan program-program dan angka-angka.
Ketika umat Allah menolak untuk mengikuti perintah Allah, hukuman yang mereka terima adalah berkurangnya perintah apa pun dan hilangnya kebenaran serta pewahyuan. Ketika firman Allah yang kekal tidak diterapkan dalam Gereja, maka keunggulan yang berasal dari Allah dipindahkan dari Gereja.
Yesaya pernah memberi nubuatan di Yesaya 3:193, yang menggambarkan situasi pada tahun enam ratus enam sebelum Kristus lahir, ketika Nebukadnezar mengambil semua harta benda dan orang-orang terbaik dari Yehuda dan membawanya ke Babel. Daniel dan ketiga temannya adalah beberapa di antara orang-orang gagah perkasa yang dipindahkan dari Israel pada masa itu (2 Raj. 24:13-16). Karena dosa Israel, Tuhan memindahkan pemimpin-pemimpin terbaik sebagai penghukuman untuk mengembalikan sisa-sisa bangsa Israel agar tidak melakukan pelanggaran yang lebih besar dan dengan demikian mendapatkan penghukuman yang lebih hebat. Allah akan selalu memindahkan yang terbaik agar membawa yang lain masuk ke dalam rencana-Nya.
Dimana kuasa Allah dalam gereja masa kini? Dimana orang-orang gagah perkasa, para rasul dan nabi zaman dahulu kala yang berbicara dan bangsa-bangsa gemetar? Allah telah mengambil orang-orang yang terbaik dari kita supaya kita mau kembali kepada-Nya. Allah rindu memulihkan Gereja secara sempurna. “Yang pertama Ia hapuskan supaya menegakkan yang kedua.” (Ibr. 10:9b). Allah mengambil pemimpin yang dewasa rohani, yang mengakibatkan hilangnya orang-orang terbaik dalam kepemimpinan.
7-Jun-2012:  DILEMA BAPA (4) – Kesalahan melahirkan kesalahan
Sesungguhnya kita melakukan sesuatu yang tidak pernah diperintahkan Allah untuk kita lakukan. Allah tidak pernah memberitahu kita untuk menjadi seperti bangsa-bangsa di dunia. Dia tidak pernah memerintahkan kita untuk membangun sistem-sistem yang membagikan kebenaran di perkemahan-perkemahan, atau gedung-gedung, pemberian nama-nama tertentu dan menjumlahkan orang-orang yang ada di dalamnya. Kita membuat denominasi sehingga kelihatan seperti bangsa-bangsa lain. Organisasi-organisasi Kerajaan Allah seharusnya berpedoman pada firman-Nya, bukan pada prinsip-prinsip dunia. Gereja itu lebih dari sekedar perkumpulan atau asosiasi para pengkotbah. Gereja seharusnya menjadi perwakilan kebenaran Kerajaan Allah di bumi ini.
Hubungan kita di pelayanan dengan sistem di atas, sistem dunia, didasarkan pada proses pemungutan suara terbanyak, dan itu yang akan dipilih karena dianggap dominan; bukan pada aturan Ilahi. Otoritas mengalir dari kantor-kantor pusat, yang tidak ada kaitannya dengan keadaan setempat, yang menggantikan politik dan otoritas organisasi yang dipakai sebagai pengganti kemerdekaan yang bersifat kekeluargaan. Proteksi terhadap pelayanan dijadikan sebagai sesuatu yang syah, bukan lagi memakai jubah syah seorang imam. Orang-orang menginginkan kehormatan dan menginginkan nama mereka sendiri. Orang-orang saleh di dalam Tuhan mula-mula akan ditempatkan sebagai pendeta dan pemimpin persekutuan, yang kemudian akan dialihkan oleh sistem-sistem kepemimpinan duniawi. Kehendak Allah dijadikan nomor dua dibandingkan kehendak manusia.
Mereka yang akhirnya menyadari kalau denominasi bukan merupakan jawaban kemudian membentuk ‘persekutuan’ baru dan menyebut diri mereka ‘non-denominasi”, atau ‘independent.’ Menyebut diri dengan nama-nama seperti itu membuat mereka merasa cukup terlindungi untuk bisa melakukan praktek yang sama, bahkan kadangkala lebih buruk dari sistem yang mereka tinggalkan. Shakespeare menuliskan, ‘Sekuntum mawar itu, apapun nama yang diberikan, tetaplah berbau harum.’ Suatu sistem yang mengikuti prinssip-prinsip kekuasaan dan hubungan yang duniawi, apapun nama dan jabatan serta posisinya, tetaplah berasal dari dunia.

6-Jun-2012:  DILEMA BAPA (3) – Perintah Bapa da Anak               Home
Perintah di dalam Kerajaan-Nya adalah perintah bapa dan anak. Paulus menulis kepada suatu budaya karismatik yang kacau sebagai seorang bapa kepada anak-anaknya dan mengutus Timotius sebagai suatu teladan mengenai seperti apa seorang anak di dalam pelayanan. Paulus kemudian berkata bahwa hal itu adalah bagian “cara Paulus yang ia turuti di dalam Kristus, yang kuajarkan dimana-mana dalam setiap jemaat.” Kita bermaksud menemukan jalan keluar dari kebingungan ini, kita harus menemukan cara Allah di dalam Kerajaan-Nya.
Kita harus kembali ke prinsip Allah mengenai bapa dan anak. Kebenaran ini hilang di jemaat karena kita mencontoh praktek bisnis manajeman modern dan bukann mengikuti pola alkitabiah dalam menjalin hubungan. Kita menggaji pendeta dan para pemimpin rohani untuk mengerjakan fungsi-fungsi di dalam struktur organisasi, yang lebih merefleksikan operasi sebuah franchise ayam goreng atau hamburger dibandingkan mencerminkan kebenaran rohani.
Saat ini tidak heran kalau kita jumpai banyak gereja lokal yang mengasosiasikan diri
dengan suatu lembaga atau institusi besar, atau kantor pusat, atau pusat denominasi atau pelayanan, dan menjadikan dirinya hanya sebuah perwakilan seperti franchise produk atau jasa terkenal. Para pendeta dan gembala itu sama seperti manajer-manajer cabang yang digaji untuk menjalankan operasi dan program dari pusat, termasuk merekrut pegawai/pekerja baru yang diperlukan, syukur-syukur kalau mereka tidak usah digaji alias relawan/volunter, sehingga tidak mengurangi pendapatan. Mereka juga diberi wewenang untuk membuka cabang-cabang baru, yang diistilahkan dengan pertumbuhan gereja. Dan ini yang mereka sebut keberhasilan. Tetapi bagaimana menurut Allah sendiri?

5-Jun-2012:  DILEMA BAPA (2) – Identitas Diperoleh Hanya dari Bapa               Home
Jemaat Korintus juga mencari identitas melalui karunia rohani yang didemosntrasikan di dalam kehidupan mereka. Sama seperti mereka meninggikan pengkhotbah favorit mereka di atas pengkhotbah lainnya, demikian pula banyak anggota jemaat Korintus meninggikan karunia pribadi mereka sebagai sumber identitas mereka. Banyak orang Kristen Korintus yang bernubuat atau berbahasa roh dan merasa bukan saja karunia mereka lebih besar dari karunia orang lain, tetapi mereka merasa lebih hebat karena karunia yang dimilikinya. Menjadikan karunia-karunia Roh sebagai suatu tanda identitas dan bukan untuk pembangunan Tubuh Kristus menyebabkan kebingungan dan ketidaksenonohan di dalam perkumpulan jemaat mereka.
Di suratnya yang ada di 1 Korintus 4:14-17 Paulus menunjukkan kepada jemaat Korintus jalan keluar bagi dilema yang sedang mereka hadapi. Paulus mengingatkan mereka untuk menjadi pengikutnya, karena dia adalah bapa mereka dalam Injil. Ia berbicara kepada mereka sebagai anak-anak dan ia sedang mengutus anaknya di dalam Tuhan, Timotius, untuk mengingatkan mereka di dalam kebenaran apostolik. Rasul Paulus tidak bermaksud menjadikan dirinya idola rohani dengan meminta sekelompok orang untuk menjadi pengikutnya. Paulus sadar akan identitas dirinya dan mengapa ia diberi tempat di dalam TUHAN. Jemaat Korintuslah yang tidak mau menerima peran Paulus sebagai bapa dan tidak memiliki bapa yang sesungguhnya untuk diteladani. Selama suatu jemaat atau pelayanan tidak berada di dalam aturan atau tatanan TUHAN maka mereka akan menjadi kacau dan kehilangan identitas. Jika kita tanpa bapa, kita tidak memiliki nama, tidak memiliki identitas, tidak memiliki ahli waris, tidak memiliki warisan, dan tidak memiliki saudara seiman yang sesungguhnya.

4-Jun-2012:  DILEMA BAPA (1) – Identitas Palsu               Home
Jarang sekali ada gereja yang mendapat lebih banyak hal dari TUHAN seperti yang diperoleh oleh Gereja Korintus. Pertama kali ditanamkan dalam kebenaran mendasar oleh Rasul Paulus kemudian dipelihara oleh mengalirnya pengetahuan firman TUHAN dari Apolos kemudian diperkaya oleh kesaksian Petrus sebagai saksi hidup pelayanan Yesus. Gereja Korintus memang merupakan kesayangan TUHAN. Karunia-karunia rohani yang melimpah di Korintus tampaknya tidak bisa disejajarkan dengan standar-standar Perjanjian Baru sekalipun. Dengan melihat melimpahnya pewahyuan, pengetahuan, dan ekspresi karismatik yang ada di komunitas Kristen mula-mula tersebut, pantaslah kalau gereja atau jemaat ini bisa dijadikan teladan bagaimana seharusnya menjadi gereja. Namun, dengan membaca surat Paulus ke jemaat Korintus dengan sekilas bisa diketahui kalau jemaat Korintus bukanlah jemaat teladan, tetapi jemaat yang berantakan!
Paulus menuliskan kalau orang-orang Korintus merupakan kumpulan jemaat pejinah. Jemaat yang berkarisma secara jasmani tetapi kumpulan mereka merupakan kumpulan orang-orang yang pamer karunia-karunia rohani. Bisa dikatakan jemaat Korintus ada dalam perpecahan, salah-fungsi, dan tidak ada keteraturan. Karunia-karunia yang mereka gunakan dengan bodoh merupakan gejala kebingungan identitas mereka. Jemaat Korintus tidak mendasarkan identitas mereka pada siapa diri mereka di dalam Kristus. Sebaliknya, mereka membangun identitas mereka berdasarkan nama pengkhotbah terkenal. Mereka mengatakan kalau yang satu dari golongan Paulus, satunya lagi dari golongan Apolos, yang lainnya dari golongan Kefas, dan ada juga yang mengaku dari golongan Kristus. Dengan menggabungkan diri mereka dengan sebuah nama yang terkenal, mereka merasa memperoleh identitas dan punya perasaan berharga yang bukan berasal dari TUHAN.

3-Jun-2012:  BUDAYA MEMPENGARUHI IMAN KRISTEN (5) – Mengkritisi Budaya               Home
Apa alasan melakukan kompromi-kompromi? Bukan Alkitab tetapi budaya! Jadi budaya menang atas visi, misi, dan bahkan pengurapan! Bahkan Yesus mengatakan kalau tradisi-tradisi manusia itu membatalkan firman TUHAN (Markus 7:13).
Kesimpulannya, jika gereja mau efektif bersaksi bagi Kristus kita harus meninggikan kebenaran Firman yang universal dan meninggikan Kristus sebagai Tuhan bagi semua, bahkan di atas etnis dan budaya-budaya nasional kita. Sementara sangat sulit bagi kita untuk bisa keluar dari budaya agar bisa mengkritisinya sebab pikiran kita, nilai-nilai dan bahasa-bahasa kita itu telah dibentuk oleh budaya sehingga mempengaruhi cara-pandang dalam membaca dan menafsirkan Firman. Kita harus mempercayakan diri pada pengajaran Roh Kudus untuk mentransformasikan hati dan pikiran kita. Melalui pengajaran Roh kita bisa menerima pandangan Ilahi atas kebijakan dan theologi publik sehingga tidak terperangkap dan ditarik oleh arus-arus dosa dan pementingan-diri budaya dan humanisme. Kita harus dipimpin oleh Dia yang telah menjadikan dan menyelematkan kita untuk menjadi saksi-Nya di dunia. Kita mungkin saja tidak mampu memisahkan agama dari budaya atau budaya dari agama, tetapi kita bisa memisahkan diri bagi TUHAN dalam kekudusan dan menjadi suara-Nya ke bangsa-bangsa di dunia, seperti Dia memanggil nabi Yeremia untuk bisa dengan tepat meneruskan apa yang dia lihat dari TUHAN (baca Yeremia 1).
Akhirnya, kita harus percaya bahwa alam maut atau neraka tidak mampu menguasai gereja (gerbang neraka menunjukkan puncak dan kuasa yang didasarkan pada budaya). Dengan mengikuti Firman dan tuntunan Tuhan, kita harus mempercayakan diri kepada Kristus yang Satu-satunya Terang Sejati yang memberi terang ke setiap manusia, terang yang akan melebihi budaya karena Dia yang telah menciptakan kemanusiaan yang membingkai budaya (Yohanes 1:9-10).
(Disadur dan dikembangkan secara bebas dari How Culture Influences Biblical Beliefs oleh Joseph Mattera)

2-Jun-2012:  BUDAYA MEMPENGARUHI IMAN KRISTEN (4) – Sinkretisme               Home
1 Timotius 3:2 mengatakan seorang pemimpin gereja harus seorang suami dengan satu isteri. Ini menunjukkan standar alkitabiah yang berubah dari Perjanjian Lama, dimana para raja dan bapa-bapa seringkali berpoligami. Tetapi apa ini suatu standar yang harus dipaksakan kepada setiap orang yang mengikuti gereja atau hanya mereka yang ada di kepenatuaan?
Membutuhkan banyak eksegese alkitabiah dan budaya dan juga doa untuk tahu bagaimana bersikap di situasi-situasi yang demikian! Mudah bagi gereja-gereja untuk mengijinkan bentuk sinkretisme: mencampurkan Kekristenan dengan agama-agama suku dan tradisi-tradisi budaya. Ini serupa dengan yang dilakukan oleh Gereja Katolik di beberapa tempat di Haiti dimana beberapa suku asli yang mengikuti Gereja Katolik sambil tetap mempraktekkan ‘voodoo’, atau seperti beberapa budaya Latino yang mempraktekkan baik Roma Katolik dan seni magic ‘Santeria.’
Meskipun begitu TUHAN menentang setiap bentuk sinkretisme dan tidak boleh ada allah lain disamping Dia! (Baca 2 Raja-raja 17:32-45 dan 1 Korintus 10:20-22.) Kita tidak bisa menyembah Tuhan dan melayani berhala atau roh jahat!
Di Amerika ada bentuk tertentu sinkretisme saat komunitas minoritas menyamakan gerakan hak-hak sipil Kristen dengan Partai Demokrat, sementara mereka yang merupakan bagian Kristen Kanan telah mengawinkan iman mereka dengan dedikasi nasional ke Amerika dan Partai Republik. Selama Perang Dunia I gereja-gereja di Eropa begitu tercengkeram dalam nasionalisme masing-masing sehingga sesama umat percaya Kristus saling berhadapan berdasarkan bangsanya masing-masing untuk saling berperang! Juga banyak gereja di Jerman yang bergabung dengan partai National Sosial Adolf Hitler meskipun dia memusnahkan bangsa yang bukan bangsa Jerman! Di tahun 2008 pemilihan presiden Barack Obama menerima hampir 90% pemilih orang Hitam, meskipun banyak para pemimpin konservatif Injili yang tahu kalau Obama itu cenderung ke kiri dan memiliki nilai-nilai yang sama  sekali menentang Alkitab, seperti hak aborsi dan pernikahan sejenis.

1-Jun-2012:  BUDAYA MEMPENGARUHI IMAN KRISTEN (3) – Batu Sandungan Budaya               Home
Misalnya, ada sejarahwan yang mengatakan Kekristenan kalah di Afrika Utara karena budaya Barat, bahasa, nilai-nilai, dan metode-metode yang dipaksakan ke gereja-gereja Afrika. Tetapi saat Islam sampai di Afrika orang-orang Muslim mengadopsi pesan-pesan dan metode-metode mereka ke budaya-budaya Afrika maka menjadikan Islam lebih bisa diterima bagi petobat baru. Bahkan kita melihat banyak legalitas yang ditempelkan pada Injil khususnya di antara kelompok-kelompok etnis Pentakosta dimana perempuan tidak diijinkan untuk memakai celana panjang, memakai perhiasan, atau berhias, dan tidak dibolehkan memotong rambut. Tindakan ini membuat kelompok-kelompok terhalang meneruskan imannya ke generasi berikut karena mereka yang muda tidak punya ikatan dengan ketentuan dan peraturan yang berhubungan langsung dengan otentik Kekristenan. Di samping mereka tidak ingin ditolak oleh teman-temannya karena pakaiannya yang aneh dan gayahidup yang kaku!
Kita juga harus membedakan antara aspek-aspek tertentu budaya yang tidak membahayakan kepercayaan Kekristenan dan yang bisa diasimilasikan ke iman Kristen. Aspek-aspek budaya seperti makanan, mode pakaian, bahasa, alat tukar uang, dan cara-cara kerja bisa dengaan mudah diasimilasikan dengan penyajian Injil tanpa harus mengkompromomikan pesan Injil.
Tetapi ada pula aspek-aspek budaya yang merupakan tantangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai alkitab. Misalnya, suku-suku tertentu di Papua Nugini terkejut saat para misionari mengajar mereka untuk menentang kanibalisme, karena penduduk asli diajar lebih baik memakan tubuh orang-orang yang mereka kasihi daripada tubuh mereka dimakan cacing tanah! (Baca The Gospel in a Pluralist Society oleh Lesslie Newbigin, halaman 185.) Juga, orang-orang di India yang melakukan ritual kuno ‘sati’ (seorang isteri dibakar hidup-hidup di samping mayat suaminya) yang dianggap ini sebagai tindakan nyata kesetiaan seorang isteri kepada suaminya, yang dalam budaya mereka tidak ada yang lebih baik dari itu!
Belakangan ini gereja-gereja di Afrika sedang diperhadapkan dengan masalah poligami anggota jemaatnya karena menurut mereka, mana yang lebih tidak saleh: menceraikan seorang wanita dan anak-anaknya dari suami/ayah dan membiarkan mereka sendirian, atau mengijinkan mereka tinggal dengan suami yang mengambil isteri lagi? Jika seorang wanita menikah dengan iman yang baik, haruskah dia diusir tanpa punya sesuatu untuk bertahan hidup selain melacurkan diri? Orang-orang Afrika ini bisa juga mengatakan mereka punya budaya yang lebih alkitabiah dibandingkan orang-orang Barat karena paling tidak mereka menghormati kovenan dan hubungan seumur hidup. Tetapi kita yang di Barat, yang percaya pada monogami, bisa begitu saja memutuskan kovenan pernikahan melalui perceraian, bahkan menikah kembali, sehingga menghancurkan keluarga – meskipun setiap kali hal ini hanya dilakukan untuk satu isteri atau suami! 
Disadur/disusun oleh Iskak Hutomo