Minggu, 31 Maret 2013

Devosi Maret 2013

GEREJA LOKAL SUDAH USANG? - Joseph Mattera       Home
31-Mar-2013 Tidak ada pemisahan antara imam dan raja - Ada pengajaran populer selama sepuluhan tahun terakhir dimana manusia di Kerajaan dikelompokkan menjadi dua fungsi, kalau tidak sebagai imam ya sebagai raja. Meskipun begitu, salah sasaran kalau dikatakan berkotbah dan yang berkaitan dengan pekerjaan itu atau pelayanan perkara rohani itu hanya fungsi imam sementara pemimpin politik dan pelaku bisnis berfungsi sebagai raja yang akan membawa budaya masuk kedalam Kerajaan-Nya.
Apa yang dituliskan di Roma 5:17 itu jelas untuk semua umat percaya. Disebutkan bahwa semua semua orang kudus itu memerintah sebagai raja di dunia ini. Efesus 2:4-6 mengajarkan kalau semua orang kudus sekarang ini sudah memerintah bersama Kristus di sorga.
Di kitab Imamat para imam bukan hanya mengatur persembahan korban binatang tetapi juga punya otoritas untuk menafsirkan Hukum Musa, untuk menghakimi, kepada raja (Ul 17:18). Ada 613 hukum yang menyangkut kepentingan umum dan ketentuan-ketentuan dan serta peraturan-peraturan untuk memberikan persembahan. Para imam ini bahkan melayani di wilayah kesehatan dengan mengatur cara makan orang Yahudi (Im 11), mengawasi rumah-rumah terhadap penyakit tanaman, dan bahkan menetapkan apa seseorang itu secara fisik tahir atau belum (Im 13-14). Jadi, para imam ini berfungsi baik dalam konteks bait Allah dan komunitas tanpa ada dikotomi antara yang sekuler dan yang tidak, atau yang sekarang diistilahkan sebagai imam dan raja.
Memang sepertinya ada pemisahan antara jawatan keimaman, kenabian, dan raja Israel seperti yag disebutkan di 1 Sam 13:8-13 dan 1Raj. 12:32-13:6 dimana ada raja yang dihakimi saat memberi persembahan keimaman. Meskipun begitu, raja Daud, yang merupakan gambaran Mesias, punya dispensasi kerajaan Perjanjian Baru sewaktu dia dimampukan mendekat ke hadirat Tuhan dengan memberikan persembahan (1 Taw 16:1-2), makan roti sajian (1 Sam 21:6; Mar 2:25-26), bernubuat (Mz 22 dan 110) dan memerintah kerajaan (2 Sam 5:1-3). Jadi, semua tiga fungsi terpadu di dalam Daud.

30-Mar-2013 Banyak Gereja Lokal tetapi hanya satu Gereja Kota - Juga perlu ditambahkan bahwa masing-masing gereja lokal itu perlu melihat dirinya sebagai satu jemaat di antara banyak jemaat yang ada di suatu wilayah tertentu, yang telah digabungkan bersama sebagai gereja kota di wilayah itu. Suratan-suratan di Perjanjian Baru seperti Filipi, Roma, Kolose, dll. semuanya menganggap adanya satu gereja di suatu kota atau wilayah. Inilah yang menunjukkan dibutuhkannya kerjasama dan kolaborasi dengan sesama jemaat atau gereja lokal sebagai bentuk tanggungjawab alkitabiah.
Demikian juga, para gembala itu tidak hanya menggembalakan domba-dombanya sendiri, tetapi juga harus menjadi gembala atau mengawasi, berjaga-jaga, dan melayani seluruh komunitas yang ada.
Bagaimana sih paradigma dan pola-pola gereja lokal itu?
Pertama, saat Tuhan menginginkan terjadinya rekonsiliasi sistem-sistem dunia dan penebusan orang-orang berdosa dengan mengirimkan Putra-Nya – yang tidak datang sebagai orang politik atau pemimpin perusahaan atau rabi. Yesus mengawalinya sebagai guru Firman Allah yang berkeliling (Luk 4:18). Mereka yang ada bersama-sama Dia di sinagoge-sinagoge saat itu merupakan mimbar untuk pelantikan-Nya sebagai Raja di Raja dan Tuhan atas tuhan (Yoh 18:37).
Bagi Yesus dan umat-Nya tidak ada pemisahan antara jawatan raja dan imam. Yesus itu gabungan antara imam, tubuh-Nya dipersembahkan satu kali untuk selamanya; Ibr 10:10, 14), nabi (Ul 18:18-19) dan raja (Why 1:5, 19:16). Ketiga jawatan semuanya tercakup sempurna dan disatukan di Ibr 1:1-3.
Model reformasi yang Yesus lakukan menunjukkan titik awal paling kuat dan efektif sebagai rahim atau acuan untuk memulai pekerjaan reformasi dalam lingkup agama masyarakat.

29-Mar-2013 Mencampakkan Gereja Lokal- Kita telah begitu banyak menerima terang yang lebih besar lagi berkenaan dengan Kerajaan dan sedang berpindah dari cara-pikir gereja ke cara-pikir Kerajaan. Meskipun begitu jangan sampai kita berjalan terlalu jauh sehingga akan mencampakkan sama sekali gereja lokal!
Lebih buruk lagi dari tantangan ini, banyak dari mereka yang ada di kepemimpinan ujung tombak dalam mengadakaan perubahan budaya itu adalah institusi (para-church) atau para pemimpin duniakerja, yang pada hakekatnya adalah para entrepreneur, pemimpin yang bebas, yang punya prestasi luarbiasa, yang tidak selalu tertancap kuat di suatu gereja lokal, bahkan sebelum mereka memiliki pesan Kerajaan. Roh yang merdeka dan tidak bergantung ini, dan yang tidak sabar untuk melihat adanya perubahan, akan mempengaruhi teologi Kerajaan mereka sampai ke suatu titik untuk menemukan doktrin yang mendukung pembenaran diri mereka untuk mem-‘bypass’ atau melewatkan gereja lokal.
Menurut saya, kalau sampai mereka menurunkan standar gereja lokal hanya untuk menggembalakan keluarga, itu merupakan kesalahan yang sangat besar! Suka atau tidak, Tuhan itu telah memilih gereja lokal sebagai tempat-tempat pijakan (beachhead) yang akan memfasilitasi terjadinya perubahan sosial dan agama (rohani) di bangsa-bangsa. Kita butuh mereformasi gereja, bukan menyingkirkannya! Kita butuh membantu transisi agar gereja lokal menjadi berpusat-pada-Kerajaan. Berpusat-pada-Kerajaan dan berpusat-pada-gereja itu tidak selalu berjalan beriring. Untuk bisa benar-benar menjadi berpusat-pada-Kerajaan seseorang harus memulai dari berpusat-pada-gereja lokal.

28-Mar-2013 Gereja Lokal akan di-'bypass' - Bisakah kita bayangkan kalau di suatu saat nanti para pemimpin apostolik – baik yang dari gereja maupun dari dunia-kerja – akan bekerja bersama-sama untuk mengaplikasikan pengaruh kuatnya atas sebuah kota, komunitas dan bangsa, dengan atau tanpa perlu kerjasama atau bermitra dengan para gembala dan jemaat gereja lokal? Di suatu saat gereja lokal akan menjadi tidak begitu relevan lagi untuk mampu membuat transformasi sosial karena para pemimpinnya akan membentuk ekklesia-ekklesia sendiri yang terus bergerak dan tidak lagi sebagai gereja inti? Saat dimana gereja lokal diturunkan fungsinya hanya sekedar untuk menggembalakan keluarga, melakukan konseling penggembalaan, dan mengadakan Sekolah Minggu untuk anak-anak?
Terjadi peningkatan kecenderungan Tubuh Kristus di antara para praktisi Kerajaan untuk melakukan transformasi sosial dengan mem-‘bypass’ peran gereja lokal dalam mewujudkan terjadinya reformasi sosial. Ini menunjukkan adanya frustrasi banyak pemimpin duniakerja karena lambannya gereja lokal, adanya birokrasi, terjangkitnya penyakit ‘rabun dekat’, dan adanya sedikit kepemimpinan sejati di banyak jemaat gereja lokal, bahkan dalam tingkat bangsa sekalipun.

KEKUDUSAN ATAU LEGALISME? Michael Brown       Home
27-Mar-2013 Legalisme vs. Disiplin Dr. Kent Hughes dalam bukunya Disciplines of a Godly Man mengungkapkan,  ‘Ada perbedaan yang sangat luas antara motivasi dibalik legalisme dan disiplin. Legalisme mengatakan, ‘Saya akan melakukan ini agar mendapat penghargaan Tuhan,’ sementara disiplin mengatakan, ‘Saya akan lakukan ini karena saya mengasihi Tuhan dan ingin menyenangkan Dia.’ Legalisme itu berpusat pada manusia; disiplin berpusat pada Tuhan.’
Sayangnya, saat kita menyampaikan kekudusan yang alkitabiah banyak orang Kristen menutup telinganya sambil berkata, ‘Itu legalisme! Itu penghakiman! Itu agama buatan manusia! Itu hukum hurufiah yang mematikan! Kalian jangan mengikat kami! Saya tidak mau mendengar hal-hal seperti itu!’ Seperti yang Robert Brimstead amati, ‘Pikiran untuk hidup yang melekat dengan apa yang disebutkan Alkitab dicap sebagai legalisme.’
Dan juga, orang-orang Kristen tersebut sepertinya berusaha melarikan diri dari jerat legalisme yang berbahaya, tetapi terjatuh ke cengkeraman lisensi yang mematikan – yaitu kondisi penipuan-diri untuk memuaskan kedagingan, memberi makan kedagingan, bukannya menyalibkan. Ini kesalahan yang mengerikan!
Apapun yang asalnya alami bagi umat percaya yang ‘merdeka’ ini, mereka terima sebagai sesuatu yang normal (dan mereka menganggap tentunya ‘dimengerti’ Tuhan), sementara perintah-perintah yang alkitabiah yang ada, diiturunkan ke tingkat pengalaman yang mereka miliki, dan segala sesuatu yang sepertinya bisa memberi tekanan spiritual, mereka tolak karena dianggap tidak seperti ‘kuk ringan dan enak’ yang dikatakan Yesus. Dan saat Roh Kudus menempelak orang-orang yang seperti itu, mereka menganggap kalau yang menempelak itu Iblis yang mau menuduh mereka, dan serta merta menengking Roh Kudus yang sedang menegurnya.
Oswald Chambers menyatakan, ‘Kemerdekaan itu artinya kemampuan untuk tidak melanggar hukum; lisensi berarti dorongan pribadi untuk melakukan apa yang saya suka. Untuk bebas dari hukum berarti saya akan menghidupi hukum Allah. Tuhan membentuk saya artinya saya tidak diberi kebebasan sedikitpun! Lisensi itu pemberontakan melawan semua hukum. Jika hati saya tidak menjadi pusat kasih Ilahi maka akan menjadi pusat lisensi kejahatan.’
Kalau begitu bagaimana menangkalnya? Larilah dari legalisme, menjauhlah dari lisensi, dan berlarilah ke kekudusan. Tolak sesuatu yaang lahir dari manusiawi dan agamawi. Jangan memberi tempat pada pengajaran palsu yang memberi toleransi pada kedagingan, sebaliknya, pegang erat-erat kovenan baru, transformasi hati – dalam kuasa Roh Kudus, anugerah supraalami Tuhan yang akan memampukan, hadapi tanpa kompromi dengan segala dosa dalam hidup kita. Inilah jalan kemerdekaan itu!

26-Mar-2013 Kekudusan Sejati Kekudusan yang benar dan alkitabiah itu dimulai dari hati dan mengalir akibat perjumpaan dengan Allah dan firman-Nya. Itulah yang melahirkan pertobatan, karena menanggapi anugerah yang Tuhan tawarkan melalui keselamatan, dan itulah yang menawarkan jalan untuk mampu hidup kudus – melalui darah Yesus dan Roh Allah. Kekudusan yang alkitabiah itu gratis, meskipun membutuhkan disiplin dan ketekunan. Bagi para legalist, tidak ada yang gratis. Segala sesuatu harus diusahakan! Itulah mengapa legalisme itu mengikat sedangkan kekudusan memerdekakan.
Ada seseorang yang pernah mengatakan, ‘Bagi saya kekudusan itu bukan melulu kemampuan untuk melakukan tugas-tugas agamawi secara luaran saja, yang dilakukan tanpa perasaan, hanya sebagai kewajiban; bukan juga kebiasan doa, atau cara mendengarkan, berpuasa, dan ratusan hal lain lagi (meskipun semuanya itu baik untuk latihan penundukan sebagai tujuan akhir); tetapi yang saya maksudkan ialah sesuatu yang ada di dalam jiwa kita dan prinsip kehidupan Ilahi (Rom. 8:1-5), yang menjadi sumber dari semua itu.’
Prinsip spiritual yang ada di dalam-lah yang harus ditaburkan – prinsip keintiman dengan Yesus, prinsip pembaharuan budi dan pikiran oleh Firman dan Roh-Nya, prinsip keserupaan dengan gambar dan karakter-Nya, membenci apa yang Dia benci dan mengasihi apa yang Dia kasihi.

25-Mar-2013 Tuhan Punya Standar Tinggi Tentunya benar kalau Tuhan punya standar yang sangat tinggi, termasuk untuk membaca Alkitab dengan jujur. Juga tidak diragukan kalau Tuhan memanggil kita untuk hidup dengan standar yang sangat tinggi – baik dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan; juga sikap serta dalam kehidupan seks, dalam keluarga, dalam hubungan, dan banyak lagi. (Lihat Ef. 5:1-6)
Tragisnya, para legalist, karena kepentingannya sendiri, menjadikan standar tinggi tersebut dijadikan berantakan. Pertama-tama, mereka mencoba mengubah seseorang dari-luar-ke-dalam, sementara Tuhan berurusan dengan kita dari-dalam-ke-luar. Kedua, mereka gagal memberi gambaran yang seimbang tentang Tuhan, dengan terlalu sedikit menyatakan kemurahan-Nya dan terlalu banyak menekankan pada murka-Nya. Ketiga, mereka tidak membimbing orang-orang berdosa atau umat percaya yang bergumul agar menerima kemampuan supraalami Tuhan sehingga memiliki kehidupan kudus, tetapi menjadikan kekudusan itu sebagai usaha manusia semata. Akhirnya, mereka menambahkan hukum-hukum, standar-standar, perintah-perintah, kebiasaan-kebiasaan, dan tradisi-tradisi yang bahkan juga tidak ada di Firman, dan yang menjadikan itu bahkan lebih penting daripada perintah-perintah yang alkitabiah.

24-Mar-2013 Kekudusan dan Legalisme itu bertentangan – Kekudusan itu indah tetapi legalisme mengikat. Kekudusan memberi hidup, legalisme membawa kematian. Perbedaan keduanya seperti siang dan malam meskipun sekilas keduanya serupa, karena keduanya menentang perilaku dosa dan meminta kehidupan kudus. Bagaimana bisa membedakan keduanya?

Legalisme itu ketetapan tanpa ada hubungan, yang menekankan pada standar-standar, bukannya Juru Selamat. Berupa hukum-hukum, bukannya kasih. Sistem yang didasarkan pada rasa takut dan dicirikan dengan penghakiman tanpa sukacita, yang memberi kesia-siaan, bukannya kebebasan.
Pembawa berita legalisme memberitakan tentang pembenaran berdasarkan perbuatan, dengan mengatakan, ‘Kalian itu orang-orang berdosa jahat yang harus menyingkirkan semua kebiasaan buruk kalian agar Tuhan mau menerimamu.’ Tidak ada anugerah pada pesan yang disampaikan; tidak ada penekanan pada perubahan-hidup berdasarkan kuasa darah Yesus yang sanggup membersihkan dosa; tidak menyatakan belas-kasihaan Tuhan dengan jelas.
Deklarasi kasih Allah dibungkam, bahkan sulit sekali didengar. Akibatnya, tidak tampak adanya bukti kelahiran baru seseorang melalui perbuatan kesehariannya. Ini akan terus berlanjut sehingga menjadi pola yang dihidupi jemaat: mereka terus-menerus mendasarkan hidupnya pada standar-standar eksternal, yang bahkan sebagian besar tidak pernah juga disebutkan di Alkitab. Perbuatan mereka dimonitor berdasarkan perilaku sekelompok orang. Ini akan menghasilkan perilaku yang serupa, tetapi secara luaran, bukannya karena telah terjadi transformasi dari dalam. Ini berarti kalau bukan pembenaran-diri, ya penuduhan-diri, atau keduanya.

KRISTUS HARUS TERMANIFESTASI DALAM DAGING Francis Frangipane       Home
23-Mar-2013 Tempat Ideal Memanifestasikan Kristus - Tidaklah cukup kita sekedar mengutuk dosa-dosa yang ada di dunia. Motivasi kita haruslah untuk menebusnya. Yesus mengatakan, ‘Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia’ (Yoh. 17:18). Kita diutus seperti Yesus diutus, dengan misi sama, dengan visi sama. Sama seperti tujuan Yesus mati bagi manusia saat itu, tujuan itu dihidupkan kembali, beserta kuasa-Nya, melalui kita.
Dunia ini, dengan semua kejahatannya, sesungguhnya realita yang Allah pilih untuk menyempurnakan keserupaan kita dengan Kristus. Jika hanya sekedar ingin tahu apa yang salah di dunia itu hanya memerlukan pertumbuhan rohani yang kecil saja. Tetapi untuk bisa melihat komunitas dan tetangga kita bisa ditransformasi membutuhkan pertumbuhan keserupaan dan visi Kristus yang matang dalam hidup kita.
Kita harus melangkah lebih dari sekedar mengutuki dosa-dosa yang ada di sekitar kita. Kita harus mampu dan mau menyerahkan hidup kita bagi orang-orang berdosa. Kita harus belajar bagaimana bertekun dalam doa, melakukan puasa yang dituntun oleh Roh, dan berkomitmen untuk mengasihi, sampai apa yang jahat itu bukan hanya dikenal, tetapi bisa ditransformasikan.
Ya, dunia ini memang jahat, tetapi ini merupakan tempat sempurna bagi Kristus untuk dimanifestasikan melalui daging kita.

22-Mar-2013 Memuaskan Pencarian - Kita simak juga kata-kata Paulus kepada orang-orang di Korintus, dimana dia menuliskan, ‘Sebab kami, yang masih hidup ini, terus-menerus diserahkan kepada maut karena Yesus, supaya juga hidup Yesus menjadi nyata di dalam tubuh kami yang fana ini’ (2 Kor. 4:11).
Kekasih Tuhan, Kekristenan itu adalah ‘kehidupan Yesus yang terwujud dalam daging kita!’ Artinya, Roh Yesus Kristus, yang mengasihi dan menebus  umat manusia, menyingkapkan diri-Nya melalui kita. Penyingkapan Kristus melalui kita itulah satu-satunya yang akan memuaskan pencarian kita untuk mengenal subtansi Allah yang sebenarnya. Sesuatu yang kurang atau yang lain dari itu, sesuatu yaang berbeda dari Kristus yang hidup dalam diri kita, sesungguhnya hanya sekedar agama saja.

21-Mar-2013 Makanan Rohani Sejati Jika saya mengatakan Kristus, yang saya maksud ialah kelembutan dan kesabaran-Nya, kasih dan maksud penebusan-Nya; kuasa dan penyerahan total-Nya kepada kehendak Bapa, yang menghasilkan otoritas tanpa batas terhadap segala sesuatu. Dan jika saya mengatakan Kristus dalam diri kita, saya tidak sekedar menunjuk pada ajaran teologia tertentu, meskipun keselamatan itu merupakan alat-uji suatu doktrin. Doktrin kita itu penting sampai ke batas untuk sekedar menyemaikan sesuatu ke karakter seseorang dan kuasa Kristus dalam hidup seseorang.
Transformasi keserupaan Kristus itulah yang sepenuhnya sangat dipedulikan oleh Paulus. Dia menuliskan, ‘Hai anak-anakku, karena kamu aku menderita sakit bersalin lagi, sampai rupa Kristus menjadi nyata di dalam kamu’ (Gal. 4:19). Bagi mereka yang lapar akan subtansi rohani, makanan kita haruslah Kristus Sendiri, dalam diri kita, yang hidup, yang akan membentuk kita serupa dengan Dia.

20-Mar-2013 Maksud Kedatangan Yesus Apa yang sesungguhnya Yesus pikirkan bagi para pengikut-Nya saat memulai pelayanan-Nya? Apa kira-kira tujuan kudus-Nya? Saya percaya bahwa Yesus tidak datang ke dunia hanya untuk mencari dan menyelamatkan mereka yang tersesat, tetapi untuk memperbanyak diri-Nya dalam diri kita. Tidak peduli sekarang kita baru saja mulai perjalanan rohani atau sudah melakukan pelayanan bertahun-tahun, Kekristenan sejati ialah memanifestasikan kehidupan Kristus di dalam dan melalui kita (Gal. 2:20). Sesungguhnya destiny kita belum benar-benar terwujud sampai kehidupan Kristus benar-benar muncul melalui hidup kita.

EMPAT INTI PEMBANGUN KARAKTER John Maxwell       Home
19-Mar-2013 #4 Integritas – Saat nilai-nilai, pikiran, perasaan, dan tindakan selaras, seseorang akan fokus dan karakternya diperkuat.
Integritas itu sangat penting bagi setiap pemimpin. Dengan ini para pemimpin terhindar dari kebingungan dan konflik internal. Ini akan menjadikan para pemimpin bisa menjalani jalan yang seimbang, dimana karakter dan talenta atau karunia akan berjalan bergandengan. Dengan adanya moral yang terselaras, integritas bisa membantu membangun fondasi yang kuat dimana talenta dan karunia didirikan.
Secara keseluruhan karakter akan menunjukkan siapa kita sesungguhnya dan bagaimana kita kelihatannya. Sebagai pemimpin kita harus terus-menerus melakukan komunikasi dengan team kita. Dengan adanya kesesuaian yang ada, kita akan punya kesempatan untuk memberi dampak yang lebih besar ke mereka yang ada di sekitar kita. Ini pada akhirnya bukan hanya memperkuat talenta dan karunia kita, tetapi juga talenta dan karunia mereka yang ada di lingkup pengaruh kita.

18-Mar-2013 #3 Punya Identitas-Diri – Tidak peduli seberapa keras kita mencoba, kita tidak akan bisa terus-menerus berperilaku yang tidak sesuai dengan bagaimana kita melihat diri kita.

Tanya pada diri sendiri, ‘Siapa saya sebenarnya?’ Jawab kita terhadap pertanyaan inilah yang akan mendorong kita berperilaku. Dalam rangka melindungi identitas kita, perilaku kita saat tidak ada orang harus sama dengan perilaku saat ada di depan orang banyak. Kalau kita tidak tahu identitas diri kita tidak akan bisa konsisten dan ini akan berpengaruh terhadap karakter kita, yang akhirnya juga pada talenta dan karunia kita. 

17-Mar-2013 #2 Nilai-Nilai Inti  Ini yang akan menata dan mengatur kehidupan seseorang sehingga mampu mengarahkan hampir setiap hal yang dunia hantamkan ke kehidupannya.
Kita didorong menuliskan nilai-nilai inti kita dan meraihnya setiap hari. Nilai-nilai tersebut yang bisa memberi tuntunan di saat-saat paling gelap sekalipun. Dengan mengikuti ‘inspirasi’ tersebut seorang pemimpin memiliki kesempatan menunjukkan kalau talenta dan karunianya itu bukan sekedar sebatas kulit tetapi terlindungi dan terjagai oleh hatinya. 

16-Mar-2013  - Apa kita orang berkarakter? Bisa jadi ada anggapan bahwa membangun karakter kuat itu bukan yang terpenting dibandingkan dengan membangun talenta atau karunia, tetapi itu yang paling penting agar talenta dan karunia tidak menjadi sia-sia.
Karakter itu melindungi talenta dan karunia – dan memungkinkan seseorang bisa terus membangun di atas apa yang sudah dimiliki. Kita harus menanamkan ke sesuatu yang tersembunyi dari permukaan agar talenta dan karunia kita terlindungi. Sama seperti sebuah gunung es, bagian yang besar itu tidak kelihatan. Karakter yang kuat membuat talenta dan karunia tetap kokoh saat datang badai datang.
Karakter menciptakan fondasi bagi struktur talenta dan kehidupan kita yang sedang dibangun. Jika ada keretakan di fondasi tersebut kita tidak akan bisa banyak membangun di atasnya. Ada empat inti yang membangun karakter.
#1 Pendisiplinan-Diri – Ini merupakan kemampuan untuk melakukan apa yang baik meskipun kita tidak suka untuk melakukannya.
Hal yang paling penting ialah untuk mengalhkan diri-sendiri. Saat kita menyerah atau membiarkan hidup biasa-biasa saja, kepemimpinan kita tidak akan pernah mencapai potensinya. Meskipun begitu, dengan pendisiplinanan diri akan memaksimalkan kemampuan kita, karakter kita, dan tentunya talenta kita sehingga kita akan memenangkan pertempuran dari dalam. 

PERSPEKTIF MEMPENGARUHI PENAFSIRAN ALKITAB Joseph Mattera       Home
15-Mar-2013 #10 Perspektif Gereja (ecclesial) – Perspektif ini menganggap gereja itu Kerajaan Allah, yang tidak dipanggil untuk masuk dan memuridkan bangsa-bangsa di dunia dengan Injil tetapi fokus pada pembangunan sub-budaya sendiri dalam jemaat. Mereka dengan pandangan ini punya pengertian besar pada hakekat korporat yang ada di alkitab, tetapi banyak yang gagal memahami bagaimana gereja harus dikirim ke dunia sebagai garam dan terang.
Dalam pandangan ini gereja harus berfungsi seperti sorga di bumi tetapi gagal memahami luasnya misi gereja untuk mendatangkan kerajaan Allah dan menjadikan bumi seperti sorga (Luk. 11:2-4).
Selain 10 perspektif di atas ada beberapa lagi yang bisa disebutkan, tetapi sepuluh perspektif tersebut merupakan yang utama dan yang banyak memperngaruhi umat Allah hari-hari ini di gereja secara global.
Doa saya kiranya kita mencoba lebih membuka pada sistem-ssistem penafsiran yang kita peroleh dari perspektif kita, dan kita minta Tuhan membantu agar kita bisa melihat keterbatasan akan kapasitas kita untuk menafsirkan firman berdasarkan pada penulis aslinya sewaktu diinspirasikan oleh Roh Kudus.

14-Mar-2013 #9 Perspektif Individualistik – Ini perspektif umum yang bisa membangkitkan budaya bangsa kita, Amerika, (misalnya gambaran tindakan para pahlawan individu Amerika seperti John Wayne dan Rambo).
Kelemahan perspektif ini ialah bahwa alkitab itu dituliskan untuk bangsa Israel (Perjanjian Lama) atau Tubuh Kristus (Perjanjian Baru). Oleh karena itu kita tidak bisa menggenapkan destiny kita dan mewujudkan misi dalam hidup kita hanya dengan diri-sendiri. Kita butuh menundukkan diri pada gereja lokal dan memfungsikan diri dalam konteks korporat firman jika ingin meraih kepenuhan berkat janji-janji yang ada di firman.

13-Mar-2013 #8 Perspektif Kerajaan – Perspektif Kerajaan banyak menafsirkan ayat-ayat dan thema-thema  alkitab dengan menekankan pada mandat budaya Kej. 1:27-28. Thema utama Perjanjian Baru itu bukanlah gereja, memenangkan jiwa maupun pemuridan, tetapi Kerajaan Allah, yaitu pemerintahan Allah atas semua ciptaan. Perspektif ini memotivasi orang untuk memahami panggilan kudus yang mereka miliki dalam kaitannya untuk mengelola karunia dan kemampuan yang Tuhan telah berikan untuk melayani dengan di dunia-kerja.
Pemuridan di perspektif ini tidak hanya melibatkan pengajaran individu bagi mereka yang berdosa tetapi memuridkan semua bangsa menurut penafsiran mereka pada Mat. 28:19. Mereka percaya kalau Injil itu holistik dan tidak hanya menebus mereka yang berdosa tetapi juga mentransformasikan sistem-sistem budaya (politik, ekonomi, seni, hukum, etika, musik, keluarga, pendidikan, ilmu pengetahuan, dll.)
Tantangan perspektii ini ialah kecenderungannya berpikir bisa melakukan pekerjaan kerajaan Allah hanya dengan cara memperbaiki kwalitas hidup komunitas, meskipun tidak harus memenangkan jiwa dan menjadikan murid. 


12-Mar-2013 #7 Perspektif Kehendak-Bebas - Yang berlawanan dengan perspektif ekstrim Reform (Calvinist) ialah perspektif kehendak-bebas (Arminian) yang terlalu menekankan pada tanggung-jawab manusia sehingga kadang-kadang mengkompromikan kedaulatan Allah. Ini akan membawa ke penafsiran yang hanya sekedarnya untuk bagian-bagian firman yang sulit berkaitan dengan panggilan dan pilihan Ilahi (misalnya Rm. 8:29; Ef. 1:4) dengan menggantikan predestinasi dengan nubuatan (Calvinists sendiri tidak memisahkan keduanya). Jadi Tuhan memilih seseorang dengan dasar Dia sendiri sudah tahu kalau seseorang itu akan memilih, atas pilihan bebasnya, untuk menetapkan Tuhan sebagai yang utama dalam hidupnya!
Dengan terlalu menekankan pada kehendak-bebas akan membawa ke teologi ke suatu proses yang akan membuka ke ‘theisme’, yang mengajarkan kalau Tuhan tidak benar-benar tahu segala sesuatu di masa depan, karena banyak yang tidak bisa diketahui! Penekanan ekstrim pada kehendak-bebas ini menjadikannya sulit untuk bisa mempercayakan diri pada relevansi ayat karena jika Tuhan masih tetap belajar dan bertumbuh karena masa depan itu tidak disingkapkan, itu akan menjadikan sulit memiliki pandangan alkitabiah dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, politik, hukum, etika, moralitas, keluarga dan orientasi seksual karena ketidakmampuan prinsip-prinsip lintas-sejarah yang bersifat umum yang bisa kita percayai! Juga, jika Tuhan itu tidak berdaulat maka umat manusia itu semi-otomatis, yang dalam sejarah akan membuka lebar-lebar pintu-pintu liberal.

11-Mar-2013 #6 Perspektif Reform – Mereka yang dilatih dalam penafsiran sistem Reform akan membaca alkitab secara deduktif melalui lensa kedaulatan Tuhan. Meskipun saya sendiri juga memperoleh pengaruh positif dengan sistem ini, saya juga melihat ada yang berjalan ke hal-hal ekstrim dan menjadi pasif dalam puasa dan doa dalam kaitannya untuk memenangkan jiwa dan mengembangkan misi Allah dan kerajaan-Nya di dunia ini, karena para pendukung perspektif ini kurang menekankan tanggung-jawab manusia dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh firman. 

10-Mar-2013 #5 Perspektif Misi Penginjilan – Perspektif ini seluruhnya berfokus untuk memenangkan jiwa dan menjadikan murid. Segala sesuatu yang dikerjakan oleh gereja, atau umat percaya, yang tidak secara langsung menuntun pada pertobatan dan pendewasaan dalam Kristus, akan ditolak, atau dipandang sebagai sesuatu yang tidak perlu dan dianggap suam-suam.
Kelemahan pandangan ini ialah kecenderungan hanya melakukan pelayanan satu-generasi saja dan tidak cukup praktis dalam kehidupan sehari-hari untuk menumbuhkan keluarga. Juga, ini tidak selalu membantu bagi mereka yang punya tujuan jangka-panjang untuk memperoleh kekayaan bagi kerajaan, serta bagi mereka yang ingin memasukkan anak-anaknya di universitas terbaik agar bisa bertanggungjawab dan memperoleh akses dalam mentransformasi budaya. Ada kemungkinan kurang juga memberi penekanan dalam kaitan untuk memberdayakan pemimpin dunia-kerja yang terpanggil untuk memasuki sistem-sistem dunia, seperti Daniel misalnya. 

09-Mar-2013 #4 Perspektif Kesalehan – Perspektif ini menyandarkan diri pada pencarian ayat-ayat yang bisa memberi transformasi-diri dan kedekatan-diri pada Kristus. Kekudusan, berjalan dalam Roh, mendengarkan suara Tuhan, dan penyangkalan-diri, itu yang ditekankan (tentunya ini luar-biasa dan semuanya benar dan benar-benar dibutuhkan)!
Kelemahan perspektif ini ialah, umat percaya bisa begitu kontemplatif/tafakur dan berfokus pada diri-sendiri berdasarkan pada emosi dan transformasi-diri yang bisa membuat mereka mengabaikan apa yang telah Kristus berikan kepada kita saat Dia memanggil kita agar pergi ke seluruh dunia untuk memberitakan Injil (Mar. 16:15-18) dan mentransformasi budaya sebagai garam dan terang (Mat. 5:13-16).

08-Mar-2013 #3 Perspektif Pemberdayaan-Diri – Di dua dekade terakhir kita melihat bangkitnya pembicara motivator, Tony Robbins misalnya. Banyak pengkhotbah memakai perspektif ini dalam kotbahnya. Hasilnya, banyak kotbah yang didasarkan pada masalah praktis alkitab yang dikaitkan dengan kerja-keras, iman, fokus, pemahaman akan karunia dan panggilan unik, dan bagaimana kita dijadikan segambar Allah untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan besar seperti Allah. Tantangan bagi perspektif ini ialah kurangnya keseimbangan: para pendukung mereka seringkali tidak seimbang dalam pesan-pesannya bila dihubungkan dengan kejadian-kejadian berkenaan dengan ajaran Yesus akan penyangkalan-diri, penderitaan, memikul salib, dan meninggalkan segalanya demi mengikut Dia! Firman mengajar kita bahwa  siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia harus kehilangan nyawanya (Mar. 8:35)! Juga, penekanan firman pada berkat-berkat yang kekal dikaitkan dengan transformasi diri dengan kekudusan, keredahan hati dan ketergantungan pada Tuhan—bukannya pemberdayaan-diri dengan percaya-diri pada kemampuan alami, meskipun itu diberi Tuhan.

07-Mar-2013 #2 Perspektif Kebebasan (Liberation) – Para teolog kebebasan dan pendukungnya menekankan penderitaan Kristus karena mereka membaca alkitab memakai lensa peperangan, prasangka, atau sebagai korban! Oleh karena itu, penderitaan dan salib Kristus (yang telah disalib karena budaya mayoritas) menjadi model semua penderitaan, orang-orang yang teraniaya, yang percaya Yesus telah datang terutama untuk memberi mereka kebebasan ekonomi dan politik dari penganiaya mereka. 
Tantangan terhadap pandangan ini ialah potensi untuk menurunkan Kristologi menjadi anthropologi dan Kekristenan dipandang hanya sebagai gerakan pembebasan geo/politik/ekonomi saja.

06-Mar-2013 #1 Perspektif Firman Iman (Word of Faith) – Mereka yang telah diajar dengan cara Kenneth Hagin, Kenneth Copeland dan yang lain-lain tentang gerakan Firman Iman (Word of Faith) (yang dimulai pada 1950-an dan semakin populer di 1970-an) membaca segala sesuatu yang ada di alkitab melihat memakai imannya untuk memperoleh janji-janji Tuhan dan karya Kristus yang sudah selesai di Kalvari untuk memperoleh ‘kesembuhan ilahi’ dan ‘kemakmuran’. Mereka biasanya tidak banyak mepelajari Perjanjian Lama kecuali hal-hal yang merujuk kesembuhan yang ada di Kitab Musa (misalnya Kel. 23:25, Mz. 103:1-5, dan Ams 4:22). Mereka membaca Perjanjian Baru untuk melihat siapa diri mereka atau apa yang mereka miliki ‘dalam Kristus.’ Jadi, ini sesuatu yang individualistik, pendekatan ayat-ayat yang berpusat pada hak, yang sangat lemah pada hakekat visi, tujuan dan kemakmuran bersama. Juga, perspektif ini miskin pperspektif alkitabiah saat harus menerapkan hukum Perjanjian Lama Tuhan untuk masyarakat sipil. Tanpa melihat kelemahannya, perspektif ini efektif saat dipakai untuk mengenal Tuhan dengan mujizat-mujizat-Nya!

05-Mar-2013 – Perspektif yang Berbeda-beda – Saat saya baru menjadi Kristen dengan polosnya mengira kalau setiap orang akan membaca Alkitab dengan cara sama seperti yang dimiliki oleh semua mereka yang sudah lahir baru. Saya dikejutkan sekitar enam bulan perjalanan saya bersama Tuhan, saat bertemu seorang pengkhotbah fundamentalis Baptis yang mengatakan bahwa semua orang Pantekosta itu ‘diselewengkan iblis!’
Sesungguhnya paradigma atau perspektif/sudut-pandang yang kita miliki sangat mempengaruhi bagaimana kita membaca alkitab, mengapa kita membaca alkitab, dan bagaimana kita menafsirkan alkitab.
Misalnya, jika seseorang membaca alkitab dari sudut-pandang untuk ingin punya hidup yang diberkati, mereka akan lebih menekankan segala sesuatu yang berkaitan dengan berkat-berkat Tuhan dan menerapkannya pada diri mereka. Bahkan dengan mengabaikan persyaratan yang harus dikerjakan untuk bisa menerima berkat tersebut.
Jika seseorang membaca buku yang cukup membakar emosi seperti ‘Radical’ tulisan David Platt, mereka bisa dengan mudah dialihkan dari paradigma kemakmuran individu ke paradigma yang berfokus pada misi/pemuridan, yang menekankan pada penyerahan total akan penting dan mendesaknya menjadikan murid, sama seperti dilakukan para rasul mula-mula yang ditulis di Injil, saat mereka meninggalkan semuanya untuk mengikut Yesus. Tetapi bagi mereka yang punya paradigma kerajaan akan menyaring apa yang ditulis di buku ‘Radical’ tersebut yang memenuhi mandat budaya Kejadian 1:28, dan yang akan memberikan penerapan kontemporer/terkini untuk bisa memperoleh pendidikan yang baik, mengembangkan kreaivitas, dan menjadikan murid para pemimpin di dunia-kerja dengan cara memasuki sistem-sistem dan institusi-institusi yang ada di dunia ini.
Ini akan sesuai dengan suratan Paulus, yang sepertinya menopang diam-diam adanya revolusi pribadi dan budaya yang berjalan dengan pelan-pelan masuk ke dalamnya dan melalui kehidupan sehari-hari kita saat melakukan segala sesuatunya bagi Tuhan (Kol. 3:17; Ef. 5), bukan hanya dengan pengalaman-pengalaman yang radikal seperti menjual segala yang dimiliki dan pergi memberitakan Injil untuk menjangkau mereka yang belum terjangkau.


BELAJAR DAN BERTUMBUH - Dan Reiland       Home
04-Mar-2013Kuasa Investasi – Saya mengingat kembali para pemimpin yang telah menginvestasikan dirinya dalam hidup saya di tahun-tahun awal karir saya. Setiap dari mereka telah menginvestasi / menanamkan dalam diri saya untuk terus ‘belajar dan bertumbuh’ di sepanjang hidup. Investasi yang telah mereka lakukan terhadap telah mengubahkan hidup saya.
Inilah tujuan devosi ini. Biarlah kiraya kita mau bekerja keras, mengeluakan seluruh potensi kita, jika kita ingin membuat perubahan. Sejujurnya, saya tidak mengenal pemimpin yang baik yang tidak ingin menginvestasikan diri ke kehidupan orang lain agar hidup mereka diubahkan menjadi lebih baik lagi.
Itulah mengapa kita seharusnya begitu bergairah untuk terus mau belajar dan bertumbuh. Saya harus terus menginvestasikan sesuatu dalam diri saya agar punya sesuatu untuk bisa diberikan kepada orang lain. Kita perlu ada di sekitar para pemikir dengan ide-ide segarnya. Kita ingin meregangkan diri sehingga bisa memimpin dan membantu orang lain menjadi semakin besar, semakin lebih baik, dan semakin lebh kuat.
Kalau saya ingin membuat perubahan maka saya harus mau terus-menerus menginvestasikan sesuatu demi pertumbuhan pribadi. Bagiamana dengan kalian?

03-Mar-2013Kuasa Cara-Pandang (perspektif) – Menjadi ayah dua anak di usia duapuluhan merupakan sesuatu yang luarbiasa dalam perspektif saya. Anak pertama lahir di 1989 dan yang kedua lahir di 1990. Mereka bagian genererasi Milenium, yang kadang-kadang disebut Generasi Y. Dalam hidupnya mereka punya fokus yang berbeda denga saya. Saya ingat saat anak perempuan saya yang berusia 12 tahun menunjuk ke mesin ketik di kantor saya sambil berkata, ‘Itu apa?’ Mereka hidup di dunia digital. Mereka bisa saling berhubungan dan melakukan sesuatu secara online. Apa yang di generasi saya katakan tidak bisa dilakukan, bisa mereka lakukan. Itu bukan sesuatu yang salah, hanya berbeda.
Kemampuan mengadaptasi cara-pandang saya berkaitan langsung dengan mengapa saya mau terus untuk belajar dan bertumbuh. Ini memberi pengaruh dalam tingkatan relevansi saya. Saya masuk sekolah dari TK sampai Doktoral duduk di ruang kelas. Sekarang ini di budaya kita tertanam pendidikan yang dilakukan secara online. Ini bukannya salah, tetapi hanya berbeda, dan jujur saja, cara tersebut jauh lebih berkuasa, yang bisa diakses dan terbuka jalan lebar untuk belajar sambil melakukan aktifitas sehari-hari.

02-Mar-2013Kuasa Memilih - Saat kita ada di restoran dan memilih makanan, kita yang memutuskan apa mau makan makanan sembarangan atau yang sehat; apa yang kita pilih akan memberi dampak dalam hidup kita. Pekerjaan yang kita pilih, teman-teman yang kita pilih, bahkan seseorang yang kita pilih sebagai pasangan hidup ... semua keputusan ini merupakan bukti kuasa memilih. Pilihan kita itulah yang akan mengubah hidup kita.
Jika kita memilih untuk belajar dan bertumbuh kita sedang menghidupkan mesin yang ada di dalam diri kita, yang berart sama dengan mengubah hidup kita. Ketika selesai kuliah saya berkata, ‘Selesailah!’ Tetapi Tuhan mengubah jalan hidup saya dan mengarahkan saya ke Seminari Theologi Asbury. Saat saya menyelesaikan Sarjana Theologi saya mengatakan ‘Sekarang benar-benar sudah selesai!’ Sekitar lima tahun kemudian saya membuat pilihan penting lain dan masuk ke Seminari Theologi Fuller untuk memperoleh Doktor Pelayanan. Setiap pilihan itu sesungguhnya sedang mencoba mengubah hidup. Lucunya, saya tetap belum selesai! Setiap harinya saya masih terus memilih dan bertumbuh.
Ada ungkapan terkenal Fred Smith, ‘Ada sesuatu dalam hakekat manusia yang mencoba tetap ada dalam keadaan nyaman. Kita mencoba menemukan sesuatu yang landai atau santai; tempat istirahat dimana gejolak perasaan tidak besar dan keuangan cukup. Tempat dimana kita punya hubungan yang manis dengan orang lain, tidak ada intimidasi harus bertemu orang baru dan memasuki situasi asing. Tentunya sesekali kita membutuhkan tempat yang landai tersebut. Ketika kita mendaki ketemulah dataran itu. Tetapi ingat, begitu kita merasa tidak mau lagi melakukan pendakian, itu artinya kita sudah tua, apa itu di usia 40 atau usia 80.’

01-Mar-2013Arti Belajar dan Bertumbuh
- Kalau anak-anak ditanya apa mereka senang bersekolah? Hampir semuanya akan menjawab ‘Tidak!’ Mereka lebih senang saat liburan dibandingkan dengan duduk  di kelas. Tetapi yang mengherankan, mereka juga seringkali bosan di saat liburan! Dan kalau ditanyaa hal-hal lain, banyak juga yang mereka tidak sukai, dan yang membuat merek seperti itu karena banyak dari mereka yang tidak bisa melihat gambaran besar arti atau nilai untuk terus belajar dan bertumbuh. 

Seringkali itu terus berlangsung sampai mereka memasuki perguruan tinggi, dan pilihan untuk belajar dan betumbuhlah yang membuat cara-pandang  mereka akan ‘sekolah’ (pendidikan) berubah.
Saya juga demikian. Saya murid yang baik di Sekolah Menengah, tetapi itu sekedar ‘mengisi waktu’ saja. Saat saya masuk ke perguruan tinggi, semuanya berubah. Saya tertarik untuk belajar dan mulai menghubungkan apa yang sedang saya pelajari dengan kesuksesan di masa depan. Saya begitu bergairah dan menggeluti semua pelajaran saya.
Demikian juga dalam kehidupan. Kalau kita sepertinya terpaksa melakukan sesuatu, itu artinya kita tidak atau belum melihat nilainya. Saat kita memilih jalur untuk meraih tujuan dan impian kita, besar sekali keuntungannya. Itulah sebabnya anak-anak sekolah tidak akan membayangkan bermimpi mau membayar uang sekolahnya, tetapi murid yang sama tidak akan ragu-ragu untuk membayar sekian juta untuk masuk ke perguruan tinggi.
Saya menyelesaikan doktor saya di tahun 90-an, tetapi rasa lapar untuk belajar dan bertumbuh tidak pernah padam. Jujur saja, semakin banyak belajar saya menyadari kalau tidak banyak yang saya ketahui! Semakin saya belajar bertumbuh, semakin saya bisa menginvestasikan ke kehidupan orang lain. Itulah yang memberikan arti besar ke seluruh proses. Sama seperti murid kelas 6 SD yang sesungguhnya tidak ingin duduk di kelas, saat terus bertumbuh dan di suatu hari menjadi guru di kelas itu, dia berkomitmen untuk menginvestasikan sesuatu ke generasi berikut, dan lampu menyalalah lampu atau gairah untuk itu.

Saat memasuki pproses belajar dan terus bertumbuh ada tiga prinsip yang mampu membuat perbedaan. 

Dipersiapkan dan disadur oleh Iskak Hutomo