HAKEKAT KEPEMIMPINAN
Yesaya 55:1-11 – Tuhan mengundang setiap
orang berpartisipasi untuk memuaskan rasa haus mereka. Tuhan mencoba menunjukkan
para pendengar-Nya kalau hanya Dia saja yang bisa memuaskan kerinduan dan Yang
benar-benar bisa memenuhi kebutuhan mereka. Tuhan minta manusia untuk mencari
Dia sementara bisa ditemui.
Tuhan berjanji kalau firman yang keluar dari
mulut-Nya tidak akan kembali kepada dengan sia-sia, tetapi akan melaksanakan
apa yang Dia ehendaki, dan akan berhasil dalam apa yang Dia suruhkan. Seperti
hujan dan salju yang turun dari langit dan yang tidak akan kembali lagi tanpa
mengairi bumi. Firman Tuhan akan memberi hasil.
Dari ayat-ayat tersebut Tuhan menunjukkan
bagaimana Dia sepertinya juga mengevaluasi komunikasi yang diberikan: firman
-Nya akan memberi hasil; firman- Nya menyediakan alat dan sumber-sumber yang
dibutuhkan; firman-Nya memenuhi kebutuhan; firman-Nya menyatakan kehendak-Nya;
firman-Nya memuaskan jiwa para pendengar.
Bagaimana dengan komunikasi kita? Bisakah
kita, sebabagi pemimpin, membuat pernyataan yang disebutkan di atas? Bagaimana
kita mengevaluasi komunikasi kita? Buah apa yang dihasilkan oleh komunikasi
kita?
29-Jun-2012 KOMUNIKASI – Mengkomunikasikan Visi Home
Yehezkiel 1:1-3 – Seperti Yeremia, Yehezkiel
tahu bagaimana mengkomunikasikan pesan sehingga pendengarnya memahami dan tahu
apa yang harus dilakukan. Inilah tanda keberhasilaan komunikasi.
Bagaimana Yehezkiel mengkomunikasikan pesan
atau visinya?
Visinya
mudah diingat; kata-katanya kreatif dan imajinatif: Tuhan memberi instruksi kepada Yehezkiel
bagaimana melukiskan visinya. Dia diminta memakai barang-barang untuk bahan
pelajarannya, memakai material seperti batu-bata, sebidang besi, tubuhnya
sendiri, tali, bahan pembuat roti, kotoran manusia, dan kotoran lembu.
Instruksi Tuhan itu sepertinya begitu radikal yang bahkan Yehezkiel sendiri
merasa jijik dan tidak suka. Tetapi dengan cara begitu akan mudah diingat orang.
Visinya
bisa diukur; kata-katanya memberi pemahaman: Yehezkiel khususnya berbicara untuk masa depan. Dia tidak
ragu-ragu, atau memakai kata-kata yang meragukan, apa yang Tuhan inginkan agar
orang-orang mengikutinya, dan mereka harus mengambil keputusan sendiri untuk bekerjasama.
Dia memakai kata-kata yang mendorong dan terinci mengenai berapa lama Israel telah
menjauhkan diri dari Tuhan, serbuan ke Yerusalem, berapa lama pembuangan akan
berakhir, dan kondisi bagaimana saat Tuhan membawa mereka ke penghukuman yang
lama itu.
Visinya
memberi motivasi; kata-katanya memberi dorongan: Yehezkiel tidak hanya mengatakan penghukuman.
Dia ingin mendorong Israel agar bertobat dan kembali kepada Tuhan. Dia mengatakan
bagaimana rasanya hidup di bawah pemimpin asing dan bagaimana ngerinya menundukkan-diri
ke kuasa yang tidak memahami mereka. Dia memberi alasan agar mereka perlu
bertindak.
28-Jun-2012 KOMUNIKASI – Samuel itu komunikator ulung Home
1 Samuel 10-3 – 12:25 – Di jamannya, Samuel bisa
dianggap sebagai ahli komunikasi. Setiap orang mau mendengarkan dia.
Komunikator yang seperti apa sih Samuel itu?
Samuel mengatakan kata-kata pewahyuan yang mengandung
pewahyuan Ilahi dan pemahaman yang tidak dimiliki orang lain. Dia mengucapkan
kata-kata inspirasi yang bisa menginspirasi Saul agar menang atas rasa takut
yang dihadapi dan melangkah maju. Dia mengucapkan kata-kata yang menguatkan
sehingga mendorong orang untuk bertindak dan mengikuti Saul sebagai raja baru
mereka. Dia mengucapkan kata-kata yang menguatkan, yang menopang, dan yang memberi
pujian kepada Saul di depan umum. Dia mengucapkan kata-kata informasi yang isi
yang baik, untuk memperbaiki dan mengajar orang lain. Dia mengucapkan kata-kata
deklarasi yang memberi arahan jelas kepada orang dan memberi harapan untuk masa
depan.
Bagaimana Samuel bisa melakukan komunikasi
seperti itu? Setiap kali Samuel berbicara, dia mengikuti hukum-hukum komunikasi
antara lain: Pesannya sederhana, langsung
dan jelas sehingga tidak membingungkan yang mendengarkan. Dia tahu dan mengenal
kepada siapa dia berbicara dan mencermati mereka. Dia menyampaikan kebenaran
dengan mendemonstrasikan kredibilitasnya melalui gairah dan hidupnya sendiri;artinya,dia
sudah menghidupi apa yang dia katakan. Dia mencari tanggapan dari mereka yang
mendengarkan. Dia selalu berbicara dengan punya tujuan; setelah selesai
berbicara dia mendesak pendengarnya agar mengambil keputusan untuk mentaati
Tuhan.
27-Jun-2012 KOMUNIKASI: Adam Gagal Home
Kejadian 2:15-17; 3:1-6 – Di Kej. 3 kita bisa
melihat bagaimana seorang pemimpin yang gagal di area penting bagi semua
pemimpin: komunikasi. Dengan gagal berkomunikasi secara efektif ke isterinya
Adam menjadikan perannya sebagai seorang pemimpin rohani membawa bencana bagi
umat manusia.
Tuhan dengan jelas mengatakan kepada Adam
bahwa ada tanaman tertentu yang dikhususkan dalam perintah-Nya, "Semua pohon dalam taman ini boleh
kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan
yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya,
pastilah engkau mati." Di saat Adam menerima perintah ini, Hawa tidak ada;
dia belum diciptakan. Jadi Adamlah yang bertugas untuk menyampaikan apa yang
Tuhan katakan kepadanya.
Lalu, mengapa Adam tidak bisa
mengkomunikasikan perintah Tuhan dengan jelas kepada Hawa? Mengapa terjadi
komunikasi yang putus? Tentunya Hawa tidak benar-benar memahami apa yang akan
terjadi jika dia makan buah terlarang tersebut. Perhatikan tanggapannya yang
kacau atas pertanyaan ular, “Allah
berfirman: Jangan kamu makan ataupun raba buah itu, nanti kamu mati.” Hawa
menambah dengan kata-kata, “ataupun
raba,” dan “nanti kamu mati.”
Tuhan tidak pernah mengatakan seperti itu.
Pesan yang dikomunikasikan Adam kepada Hawa
tentang perintah itu sepertinya salah. Dan terjadilah bencana itu! Kesalahan Adam
atas terjadinya bencana ini bisa dibagi menjadi lima bagian: Adam melalaikan
beberapa rincian di pesan yang dia komunikasikan; dia membiarkan suara Hawa
lebih mempengaruhi dia dibandingkan suara atau perintah Tuhan; dia gagal mempertanggung-jawabkan
komunikasinya; dia lupa apa yang Tuhan katakan mengenai konsekwensi
ketidak-taatannya; dan dia tidak bertanggung-jawab atas akibat kegagalan
komunikasinya.
Mari kita belajar dari kesalahan Adam ini. Kita
bisa saja seorang pembicara yang baik
– tetapi apa kita juga komunikator
yang baik? Apa kita betul-betul menaruh perhatian pada apa yang Tuhan katakan
kepada kita? Apa kita cukup memperhatikan pada rinciannya? Saat kita memimpin,
apa kita yakin kalau yang mendengarkan kita juga menangkap pesan sama yang kita
sampaikan? Dan apa kita bertanggung-jawab akan apa yang Tuhan telah percayakan
kepada kita?26-Jun-2012 Prinsip Imbalan Home
Ratapan 4:6-8
– Kita bisa saja menyebut ini sebagai prinsip imbalan: menerima apa yang
semestinya diterima. Para pemimpin yang baik tahu bagaimana menerima baik imbalan
maupun konsekwensi dari hasil kerja anggota team. Setiap sistem imbalan
seharusnya memprioritaskan perbuatan yang paling penting, baru kemudian
mempublikasikannya. Sebagai tambahan, sistem harus mampu melihat hal-hal negatif
yang tidak boleh karena akan merusak team. Memang ada harga yang harus dibayar
untuk ini.
Yeremia
memberi kita gambaran bagaiman Tuhan melakukan hal ini kepada umaat-Nya. Dia
mengatakan konsekwensi atau akibat-akibat karena dosa-dosa Yerusalem yang
melebihi dosa Sodom, yang lenyap sekejab; dan Yehuda terus membawa-bawa dosanya
di Yerusalem.
Bagaimana
komunikasi bisa memberi imbalan kepada orang-orang kita? Ke hal apa kita harus
memberi perhatian? Apa orang-orang tersebut tahu apa saja yang penting?
Jika anggota
team tidak memberi hasil seperti yang diinginkan, biasanya itu disebabkan
karena mereka tidak yakin dengan apa yang dilakukan. Atau, mereka tidak tahu
apa yang harus pertama kali dikerjakan. Atau, mereka tidak tahu bagaimana
melakukannya. Atau, sistem imbalan yang tidak sejalan dengan tujuan kelompok.
Atau, pemimpin memberi hambatan-hambatan yang tidak perlu.
25-Jun-2012 Pengharapan di tengah-tengah bencana Home
Ratapan
3:1-66 – Sewaktu Yeremia menyusuri reruntuhan kotanya, dia mencium
penghaancuran di mana-mana. Dia tahu ada bangsa Babel yang telah
meluluh-lantakkan Yerusalem karena orang-orang Yehuda yang meninggalkan
Tuhannya. Umat Tuhan mengundang penderitaannya sendiri – hati Yeremia hancur.
Dalam dua
fasal penuh Yeremia meratapi bencana yang terjadi. Dia mengenali pendisiplinan Tuhan,
“Bukankah dari mulut Yang Mahatinggi keluar
apa yang buruk dan apa yang baik?” Tepat di tengah-tengah ratapannya dia mengungkapkan
salah satu pernyataan yang paling memberikan pengharapan di Perjanjian Lama: “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak
habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu.”
(Rat. 3:22,23)
Di
tengah-tengah pembantaian, di tengah-tengah jeritannya, nabi Yeremia menemukan
pengharapan dalam mengenali kalau Tuhan itu tetap yang memerintah. Dia tahu
kalau restorasi dan pertobatan bisa terjadi. Kkemarahan Tuhan tidak akan
selamanya membakar habis umat-Nya. Demikianlah Yeremia bisa terus melanjutkan.
Ah, tentunya masih ada airmata – dua fasal terakhir kitab Ratapan sekali lagi terdengar
suara kesedihan arak-arakan yang menuju ke kuburan. Tetapi karena Tuhan itu
hidup, harapan juga hidup!
Setiap
pemimpin yang efektif melabuhkan diri pada harapan, bahkan di hadapan
penghukuman Tuhan sekalipun. Mereka tahu akan hal itu, karena bagi mereka yang
dipanggil dalam nama Tuhan Yesus Kristus, pemulihan dan penebusan bisa muncul
setelah penghancuran.
24-Jun-2012 Hati yang terbeban membawa komitmen pada visi Home
Ratapan 2:20
– Meskipun bertahun-taahun Yeremia telah meramalkan akan terjadinya tawanan bagi
umat yang pemberontak, dia tetap menangis saat tahu nubuatannya digenapi. Dia
memohon kepada Tuhan agar menghentikan hajaran-Nya. Dia minta belaskasihan Dia.
Percakapan
antara Yeremia dan Tuhan mengenai orang Ibrani yang dinyatakan ayat di atas
menunjukkan sekilas bayangan yang jarang tampak bagaimana Tuhan telah membentuk
hati Yeremia sebagai seorang pemimpin. Sementara nabi tersebut punya hati yang tertuju
pada kebenaran dan keadilan, di waktu yang sama dia juga sangat berbelas
kasihan pada mereka yang membangkitkan murka Tuhan. Seperti Musa, Yeremia
seringkali seperti memiliki ‘dua-muka’; satu muka yang diperhadapkan kepada umat
Tuhan – yang memberitahukan akan penghukuman dan ancaman-ancaman dari Tuhan –
tetapi muka satunya diperhadapkan kepada Tuhan dalam doa: yang memohon agar Yahwe
tidak meninggalkan umat-Nya. Hati yang berbelas kasihan Yeremia memampukan dia untuk
tetap berkomitmen pada visi yang menyatakan bahwa di suatu hari kelak Tuhan
akan memulihkan umat-Nya.
Keadaan inlah
yang menjadikan seorang pemimpin yang dari Tuhan itu menjadi luarbiasa:
kepemimpinan yang jelas dan kokoh, tetapi yang tetap memiliki hati yang
berbelas-kasihan sebagai pendoa ssyafaat. Reggle McNeal menuliskan, “Satu tanda
kebesaran rohani sejati ialah hati yang berbelas-kasihan kepada mereka yang
tersiksa.”
Para pemimpin
harus pertama-tama merasa berbeban akan kebutuhan orang lain; hanya setelah itu
mereka akan mengkomitmen dirinya pada visi untuk membebaskan mereka.
Belas-kasihan Yeremia menjagai dia tetap di panggilannya di saat dia sebetulnya
bisa dengan mudah meninggalkan panggilannya. Yeremia mengajar kita bagaimana
seharusnya bersikap di saat ada sementara orang yang menolak dan menentang pesan
yang kita sampaikan dengan berbagai argumen, untuk tetap bersedia tinggal dalam
keadaan yang tanpa pengharapan, dan situasi yang sepertinya bertentangan dengan
doa-doa kita.
23-Jun-2012 Karakter itu Menjagai Kemenangan Home
Ratapan 1:7,8
– Tuhan telah memberi umat-Nya, orang Israel di saat itu, begitu banyak kekayaan.
Selama berabad-abad merekaa menikmati hasil penaklukanya atas Tanah Perjanjian.
Di kitab Ratapan mereka telah kehilangan segalanya – karena berdosa terhadap
Tuhan.
Kemenangan-kemenangan
besar harus ditopang dengan karakter yang besar agar bisa dipertahankan dan
terus dikembangkan. Apapun yang telah diperoleh bisa lenyap dengan cepat jika
tidak terus-menerus ditopang serta dikembangkan oleh karakter yang terus
dikembangkan. Selama lebih dari 20 tahun kita melihat banyak pemimpin yang
jatuh dalam moralitas. Sepertinya kharisma (karunia) mereka melebihi karakter (infrastruktur
moral) yang mereka punyai. Karunia bertumbuh melebihi manusianya.
Ada ungkapan,
‘Tidak ada hal lain seperti reputasi, yang begitu sulit mendapatkannya tetapi
hilangnya begitu mudah dan cepat.’ Kita harus mengetahui bagaimana singkatnya
ketenaran atau popularitas itu. Oleh karena itu kita harus membangun konstruksi
karakter kita agar tetap bisa menjagai apa yang Tuhan telah dan terus akan diberikan
kepada kita melalui panggilan kita.
Kita biasanya bisa mengenali akan talenta dan
karunia, pencapaian yang luarbiasa, serta tampilan luaran; tetapi sekarang kita
harus mulai belajar mengenali akan karakter dan integritas yang kokoh, proses untuk
pertumbuhan dan perkembangan pribadi, disiplin yang luarbiasa, serta kestabilan
dan ketaatan internal kita.TRANSFORMASI MELALUI AKSES POLITIK & BUDAYA
22-Jun-2012 Tugas Gereja Home
Gereja itu menurut James Davison Hunter dalam
bukunya To Change the World membangun
komunitas iman yang mendukung dan membangun apa yang baik yang ada di struktur
masyarakat lingkungannya (rumah-rumah sakit, seni, polisi, transportasi,
perdagangan, musik, ilmu pengetahuan, pendidikan, dll.), di samping juga menunjukkan
apa yang tidak baik, yang merupakan dosa dan yang rusak, tidak hanya dengan
kata-kata tetapi menunjukkan bagaimana cara hidup sebagai pengikut Kristus. Davidson
juga menyatakan pendekatan ini memiliki “kehadiran iman” dan mendasarkannya
pada apa yang Tuhan nubuatkan kepada orang Yahudi pembuangan di Babel dan Persia
yang disebutkan di Yeremia 29:4-7. Di dalamnya disebutkan Tuhan minta para
orang buangan agar membangun rumah, membangun keluarga, tinggal dan menjalani
kehidupan yang normal, mencari kesejahteraan kota dimana mereka tinggal, dan
mendoakan mereka yang ada di sekitarnya, karena sebagaimana kota diberkati
mereka juga akan diberkati.
Gereja harus juga menjagai keseimbangan
antara menghormati tradisi yang ada di gereja dan terhubung dengan budaya
kontemporer yang saat ini ada. Kita juga dipanggil menjadi model kuasa dan
berkat dari keluarga-inti dan pernikahan tradisionil jika ingin memberi antithesis
atau jawaban akan fragmentasi dan kutuk akan struktur keluarga-pengganti yang
sekarang ada di sistem dunia bukan umat percaya (pagan).
Sebagai rangkuman: jika kita mau
mentransformasikan budaya yang ada kita perlu berhadapan dan mengubah para
pemberi pengaruh dengan nilai-nilai alkitabiah di level-level tertinggi di
setiap lingkup besar masyarakat. Kita tidak bisa hanya menjangkau massa manusia
dan mengubah pemilihan politik. Jika kita tidak menjangkau 3-5% orang yang
bertindak sebagai pengambil keputusan, maka kita tidak akan pernah menggenapkan
tujuan kita untuk mentransformasi sosial.
Sewaktu kita merenungkan firman di Yeremia
29:4-7 kita akan menyadari bahwa hal yang paling penting dalam panggilan kita ialah
untuk memberikan contoh kehidupan yang bisa menjadi kesaksian yang baik ke
komunitas yang ada di sekitar kita. Kita perlu merangkul, melayani dan
mengasihi kota-kota dan komunitas-komunitas kita, sambil melatih anak-anak kita
dan mereka dengan potensi terbesar di gereja-gereja kita untuk mengambil
pimpinan di setiap pintu-pintu gerbang pengaruh masyarakat.
(Disadur bebas dari Why the Church Needs Cultural and Political Access to Bring
Transformation oleh Joseph Mattera)
21-Jun-2012 Kristen-Kanan, Kristen-Kiri, dan Aliran-Kesalehan Home
Gereja perlu belajar bagaimana menghindari Kristen-Kanan, Kristen-Kiri, dan Aliran-Kesalehan
yang mencegah dan menghindari perjumpaan dengan budaya nyata.
Orang Kristen-Kanan mengira jawaban hanya ada
di politik. Pendekatan ini membungkus Injil Kristus dengan partai politik
khusus dan menjerumuskan kita untuk menentang orang-orang di dunia yang
seharusnya kita selamatkan. Ini membuat kita mencoba memakai kuasa dan
mengontrol orang melalui sistem hukum dan mengubah undang-undang. Meskipun saya
percaya hukum seharusnya didasarkan pada Sepuluh Perintah. Hukum merupakan
sekolah yang seharusnya untuk menempelak dosa (dan merupakan simbol nilai-nilai
khusus msyarakat). Hukum menjadi garis yang sangat tipis dan lemah karena
adanya penyimpangan karena pemilu yang tidak benar.
Cara pendekatan ini yang juga menimbulkan Constantinianism. Meskipun Kekristenan menjadi
agama favorit Kaisar Roma di bad 4 tetapi hal ini menyebabkan pelemahan gereja
dari dalam karena ada orang kafir yang bergabung dengan komunitas Kristen tanpa
meninggalkan gayahidup dan kepercayaan yang diikutinya.
Kristen-Kiri hanya mengakomodasi injil untuk
memenangkan budaya yang hasilnya kehilangan kemampuan untuk membedakan secara
alkitabiah antara garam dan terang. Suatu gereja yang menyetujui pernikahan
sejenis dan meninggikan nilai-nilai yang ada di masyarakat lebih dari Sepuluh
Perintah berarti telah kehilangan kebenaran dan alasan mengapa mereka itu ada
sebagai komunitas Kristen.
Orang-orang beraliran kesalehan atau Anabaptis
mengambil pendekatan kalau gereja itu hanya membangun tambahan budaya
alternatif dan tidak mau berhadapan atau berusaha untuk memenangkan budaya.
Alternatif kerajaan itu harus mengambil
pendekatan seperti Gereja Celtic di abad 6-8. Mereka menyatukan strategi Anabaptist
dengan membangun suatu komunitas alternatif yang menjadi model para komunitas
kafir dimana mereka tinggal. Meskipun begitu mereka juga mengenali perkenanan
Tuhan atas tatanan ciptaan-Nya (Tuhan memberkati ciptaan-Nya dan mengatakan
kalau itu baik) yang banyak ahli theologi merujuk sebagai anugerah umum. Oleh
karena itu para komunitas mereka merangkul komunitas-komunitas yang belum
percaya, mengasihi mereka, dan memenangkan mereka bagi Kristus dengan
mendemonstrasikan Injil di dalam kehidupan setiap harinya.
20-Jun-2012 Belajar dari Sejarah Home
Bahkan sejarah gereja mengulangi hal ini.
Misalnya, Kaisar Roma Konstantin-lah yang menjadikan undang-undang Kekristenan
di seluruh wilayahnya, menempatkannya suatu kedudukan untuk mentransformasikan
seluruh kekaisarannya. St. Augustin merupakan profesor pertama retorika di
Balai Agung Roma, posisi akademis yang paling diakui di dunia Latin, sebelum
dia bertobat dan menjadi Bishop of Hippo, yang menempatkan dia menjadi theolog
dan pemikir terbesar di jamannya. Pada tahun 800 AD ada Kaisar Kristen Charlemagne
yang meletakkan dasar universitas-universitas katedral pertama, yang sebagai
perintis universitas-universitas modern. Kedua pemimpin Reformasi Protestan, Martin
Luther dan John Calvin, memperoleh pendidikan mereka termasuk pengetahuan yang
banyak, dan bukan hanya dari Alkitab saja. (Calvin pernah sebagai seorang
pengacara.) Kedua pemimpin Kebangkitan Besar pertama (yang menyelamatkan
Inggris dari kehancuran seperti yang dialami Perancis di revolusinya, dan yang
juga memicu Revolusi Amerika), John Wesley dan George Whitefield, bukan hanya
tahu Alkitab tetapi juga lulusan Oxford. Jadi mereka semua itu memang sudah ada
diposisi terhormat pengambil dan pembuat keputusan puncak di masyarakat. Juga,
rekan pelayanan Whitefield di Amerika, Jonathan Edwards, lulusan Princeton,
yang kemudian menjadi Rektor Princeton. Penghapusan perbudakan di Kerajaan
Inggris dipengaruhi oleh Sekte/Aliran Clapham yang melibatkan William
Wilberforce, seorang parlementer dan teman dekat Perdana Menteri Inggris William
Pitt, dan banyak lagi para pemimpin budaya dan politik. Kebangkitan Besar kedua
di Amerika Serikat dipimpin oleh Charles Finney, seorang pengara terkenal yang
kotbahnya mampu menghubungkan banyak pengacara, hakim dan pengambil keputusan
puncak budaya. Dia mempengaruhi jalan sejarah bangsa yang mengarah ke
penghapusan perbudakan, mengimplementasikan hukum pelarangan kerja untuk anak-anak,
perlindungan perempuan, dan lain-lain.
Seperti apa yang telah kita nyatakan, Revival
yang terjadi di Azusa Street dan revival-revival lainnya yang terjadi di abad
20 tidak menunjukkan adanya dampak yang berarti di budaya karena semuanya itu
bertujuan utama hanya untuk membuat pertobatan massal tanpa menyentuh para elit
budaya dan para pengambil keputusan masyarakat.
Kita harus memahami perlu adanya sentuhan
keseimbangan antara penyusupan dan konfrontasi ke para elit budaya dan
intelektuil masyarakat tanpa kehilangan semangat kita sehingga bisa menjadi
elit di hati dan tujuan panggilan. Kotbah di Bukit yang ada di Matius 5-7 mengajar
kita bagaimana kita bisa menjembatani dengan orang lain yang ada di komunitas
kita.
19-Jun-2012 Bagaimana Gereja Merespon Home
Gereja harus membangun komunitas-komunitas otentik
agar bisa menjadi model kota-Allah sebelum mencoba mentransformasi kota-manusia.
Kita harus menghormati kesatuan, keluarga, dan kesatuan kerajaan dengan
gereja-gereja di wilayah kita sebelum kita bisa mentransformasi sistem-sistem dan
budaya-budaya yang ada di sekitar kita.
Para pengubah-dunia perlu mengalami
kreatifitas, kepemimpinan, kesatuan, tujuan dan kuasa kerajaan di komunitas
gereja (ekklesia) sehingga mereka terdisiplinkan untuk mampu mencipta-ulang gelanggan
sekuler kemana mereka dipanggil.
Kita perlu mulai menginvestasikan uang yang
cukup untuk mendidik dan menabur bagi orang-orang kreatif yang ada di gereja
kita dengan memasukkan mereka belajar di universitas-universitas terkemuka serta
menempatkannya di setiap kepemimpinan sosial yang ada.
Kita harus memahami dan mau menerima
kenyataan bahwa doa, puasa, dan kebangunan rohani besar-besaran tidak bisa
mengubah budaya, seperti yang pernah terjadi dengan Doa Kebangungan Rohani di tahun
1857, Kebangunan Rohani di Azusa Street pada 1906, dan Suara Kesembuhan yang
menyebar, Toronto Blessing serta kebangunan rohani di Pensacola. Semua itu
tidak mampu mengubahkan budaya yang ada. Hanya jika kebangunan-kebangunan rohani
tersebut memberi pengaruh ke para pemikir-budaya baru akan mampu memberi
pengaruhnya seperti yang terjadi pada Marx, Lenin, Freud, Darwin, dan
Gates. (Ini bukan berarti doa, puasa dan
kebangunan rohani itu tidak penting. Tentunya menjangkau dan memperbaharui cara
pikir massa dan orang-orang Kristen itu penting. Yang kita bicarakan disini
bagaimana kita bisa mengalami transformasi sosial yang sesungguhnya.)
Bahkan, seperti yang bisa kita lihat di
Alkitab, Tuhan itu memakai orang-orang yang memang sudah ada tempat-tempat
otoritas dan/atau budaya sebelum suatu bangsa bisa ditransformasikan. Musa itu pangeran
di Mesir sebelum dia dipanggil untuk berhadapan dengan Firaun dan membebaskan
umat Tuhan keluar perbudakan; Daniel sebagai penasihat raja Babel (Nebukadnezar)
dan yang akhirnya menjadi perdana menteri di Persia yang menjadikan dia
memiliki posisi untuk bisa dengan kuat menyampaikan kebenaran dan
mentransformasikan budaya; Nehemia sebagai juru minuman raja Persia yang
memampukan dia bisa menerima perkenanan yang diperlukan untuk membangun kembali
tembok Yerusalem; Samuel merupakan barisan pertama nabi-nabi besar Yahudi yang
juga melayani sebagai hakim bangsa; Daud tugas utamanya merupakan pemazmur
besar di samping juga sebagai raja. Akhirnya, semua para nabi besas (Yesaya,
Yeremia, Elia, Elisa, Mikha, Ahia, Amos, dll.) bukan hanya bernubuat ke
kelompok kecil di bait Allah aau sinagoge; mereka punya akses ke para elit
politik dan budaya, bahkan ke jawatan tertinggi negeri itu.
18-Jun-2012 Karakteristik Kelompok-Kreatif Home
Beberapa karakteristik kelompok-kreatif baru
yang akan mengarahkan ekonomi di masa depan antara lain:
Bisnis-bisnis sedang dan akan diarahkan atau
dipindahkan ke tempat-tempat dimana ada pusat-pusat kreatif. Wilayah geografi menjadi
esensial karena akan terjadi perpindahan pola pikir dari ‘tertarik-ke-perusahaan’
menjadi ‘tertarik-ke-manusia’. Perusahaan-perusahaan akan berpindah ke
tempat-tempat dimana tinggal orang-orang yang kreatif, bukan melulu karena
adanya insentif pajak atau tersedianya infrastruktur dan jalan-jalan raya.
Struktur jenjang struktural yang sekarang
dikenal akan cepat ditinggalkan. Perusahaan-perusahaan baru mengakomodasi
orang-orang kreatif yang suka mengatur-diri-sendiri, yang menetapkan jam-kerja
sendiri, dan yang bebas berpikir, mencipta, dan berpakaian tidak resmi. Otonom,
keanekaragaman dan identitas-diri itu lebih dinilai daripada harus terlalu banyak
diatur, konservatif, dan berpikir kelompok. Orang kelompok-kreatif ini suka ‘bermain-sambil-bekerja’
dan ‘bekerja-sambil-bermain’. Garis tegas
antara kerja dan santai tidak jelas.
Kepemimpinan dari atas-ke-bawah, yang
mengharap orang-orang hanya sekedar mengikuti aturan yang telah ditetapkan dan
tidak memberi kesempatan untuk bisa berpikir sendiri menjadi tidak efektif lagi.
Perusahaan-perusahaan sekarang sedang mendorong orang-orang kreatif untuk
bergabung di kepemimpinan yang semi-otonom sehingga bisa mengatur-diri-sendiri
dengan penetapan jam-jam kerja sendiri agar bisa lebih produktif.
Pola seseorang yang loyal / setia hanya ke
satu komunitas dan satu perusahaan untuk sepanjang hidupnya segera ditinggalkan.
Setiap beberapa tahun akan terjadi perpindahan orang dari perusahaan satu ke
perusahaan lain karena didasarkan pada kesempatan baru yang bisa mengakomodasi
minat, meningkakan ketrampilan, butuhnya ketemu dengan teman-teman baru,
kreativitas, dan kerinduannya untuk berubah dan berkembang. Akibat era
informasi yang ada sekarang serta terbangunnya komunitas-komunitas maya / virtual
sehingga memungkinkan terjadinya pertukaran dan perubahan informasi setiap hari
nya akan sulit memiliki komunitas yang kohesif / melekat dan menetapkan
norma-norma sosial karena bisa menciptakan fragmentasi bagi aliran postmodern.
Keanekaragaman sedang masuk meskipun nilai-nilai
konservatif tetap dihormati tetapi bukan sebagai norma lagi. Hanya 23% keluarga
Amerika yang saat ini merupakan keluarga-inti (nuclear families). Struktur
keluarga-pengganti (alternate family) sekarang yang menjadi norma.
17-Jun-2012 Tiga anggapan keliru Home
Saat ini sedang
terjadi goncangan perubahan di dunia-kerja dan gereja. Oleh karena itu kita
perlu memahami bagaimana meresponinya agar bisa membuat transformasi total. Bagaimana
gereja harus menerapkan injil dalam merespon terhadap perubahan budaya yang sedang
terjadi.
Kita salah
kalau menganggap budaya akan berubah dengan sendirinya karena adanya revival gereja
atau bangkitnya masyarakat. Seringkali umat percaya menganggap transformasi
sosial bisa terjadi karena ada pertobatan massal. Sesungguhnya setiap orang itu
diatur oleh keputusan yang dibuat oleh 3-5% orang yang punya posisi elit di
masyarakat. Oleh karena itu cara untuk bisa memberi dampak perubahan budaya
ialah dengan membuat bertobatnya para elit tersebut, yang nantinya mereka akan
merumuskan budaya di setiap lingkup masyarakatnya.
Salah juga kalau
berpikir bahwa kemenangan politik bisa membawa transformasi. Contohnya, aborsi
yang disyahkan di Amerika sejak tahun 1973 sampai sekarang masih terus terjadi
pertentangan; pernikahan sejenis yang telah disyahkan di beberapa negara bagian
tetap ada penolakan-penolakan tanpa berhenti; homoseks yang telah dianggap
normal di dunia seni, media dan hiburan, masih ada saja kelompok-kelompok yang
menentang dan menolaknya.
Sesungguhnya politik
itu hanya salah satu ekspresi kekuatan sosial. Jika kita mau menetapkan arah
budaya maka kita perlu memberi pengaruh ke sektor-sektor pencetak-pikiran
masyarakat. Contohnya, kita perlu memberi pengaruh ke universitas-universitas
terkemuka agar bisa mengubah kebijakan publik, pendidikan, pengetahuan,
pandangan-pandangan ekonomi, dll. Kita perlu memberi pengaruh di jalur-jalur
utama mass-media yang ada, bukan hanya menulis di koran-koran dan
majalah-majalah Kristen, atau tampil di stasiun-stasiun radio dan TV Kristen
saja.
Oleh karena itu kita perlu melatih ekklesia untuk memimpin, bukan hanya di
gereja tetapi benar-benar menjadi profesor, anggota dan pemimpin dewan, para
eksekutif kunci yang sedang berperan aktif dan memimpin para individu elite di
seni, musik, hiburaan, pendidikan, mediaa dan kebijakan publik.
Memiliki umat percaya sebagai atlit dan
penghibur dan selebirty terkenal pun, yang bisa memberi kesaksian, itu belum cukup.
Kita butuh strategi-strategi kebangkitan multigenerasi untuk menempatkan para
pemimpin-pemikir dan para praktisi kita di tingkatan-tingkatan tertinggi budaya
– seperti yang TUHAN lakukan dengan Daniel dan ketiga pemuda Ibrani di Babilon
– jika kita ingin melihat terjadinya perubahan sosial (baca Daniel 1).
Kita perlu juga menabur dan/atau
mempertobatkan mereka yang ada di ‘kelompok-kreatif’ yang sedang bermunculan, sekitar
12-30% penduduk, yang merupakan penghasil kekayaan dan yang akan mengarahkan
ekonomi generasi mendatang. Mereka yang ada di kelas-kreatif ini biasanya merupakan
pribadi pendobrak yang tidak hanya ikut-ikutan. Saat ini mereka merupakan bagian
arus-utama dan bagian kegerakan yang akan mengubah masa depan bisnis dan
budaya!
16-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (6): Otoritas untuk membangun Tubuh Kristus Home
Bahkan, jikalau aku agak berlebih-lebihan
bermegah atas kuasa, yang dikaruniakan Tuhan kepada kami untuk membangun dan
bukan untuk meruntuhkan kamu ... (2 Korintus 10:8).
Banyak
yang sekarang ini menyebut diri nabi menganggap dirinya dipanggil, seperti
Yeremia, "untuk mencabut dan
merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan" (Yeremia 1:10). Tetapi
pesan yang diberikan ke Yeremia itu ialah bagi mereka yang telah ditetapkan untuk
dibawa ke Babilon. Yeremia saat itu berbicara ke mereka yang tidak memiliki Roh
Kudus dan Darah Yesus. Israel pada saat itu merupakan bangsa yang ditetapkan TUHAN
untuk menjadi tawanan, dan mereka sendiri sudah diberitahu dan diperingatkan
karena lebih dari 25 tahun menentang hukum TUHAN.
Walaupun
begitu, meskipun seandainya kita hanya punya nabi Yeremia sebagai contoh,
perintah TUHAN kepada Yeremia itu tidak hanya sekedar menentang dosa, tetapi
juga mengandung janji pemulihan dan pembebasan, “untuk membangun dan menanam" (Yeremia 1:10). Untuk
menunjukkan isi hati Tuhan, yang merupakan peran profetis sejati. Hamba TUHAN itu
harus tahu anugerah TUHAN dan kebenaran-Nya. Kita harus tahu dengan pewahyuan,
apa Roh Kudus itu sedang mempersiapkan hal untuk menghancurkan, atau mencoba
untuk membangun kembali.
Hari
ini, menurut saya, kita adalah orang-orang yang sedang keluar dari tawanan,
orang yang TUHAN dorong untuk membangun, seperti yang mereka lakukan di jaman
Nehemia, Ezra, Hagai, dan Zakaria. Kita memang pernah ada dalam pembuangan dari
janji-janji TUHAN, tetapi kita sedang kembali membangun rumah Tuhan. Benar,
kita ada di masa penghakiman, koreksi dan disiplin, tetapi sekarang bukan waktu
untuk mencabik-cabik Tubuh Kristus, tetapi waktu untuk menegakkan dan
membangun.
Otoritas
yang sedang mendatangi Gereja di pencurahan yang akan datang ialah otoritas
untuk memulihkan gereja lokal sekota. Seperti otoritas Paulus, kita akan diberi
otoritas untuk membangun dan mendorong, dan bukan untuk menghancurkan.
Di
depan mata TUHAN terus ada kepemimpinan baru ini. Para gembala dari berbagai
denominasi, bersama-sama dengan jemaat masing-mamsing, akan berkumpul dan
berdoa bersama-sama untuk mencari api dan hati TUHAN ke jiwa-jiwa. Ini akan memancar
dari fondasi kerendahan hati dan doa. Ini akan memunculkan otoritas untuk
menjadikan murid Kristus. Karena kasih mereka meluas melampaui kota-kota
mereka, otoritas mereka akan menjangkau sampai bahkan ke tempat-tempat tinggi.
Inilah para pemimpin yang TUHAN sedang bangkitkan. Dan karena TUHAN yang membangkitkan
mere maka TUHAN Sendiri yang akan menopang dengan kuasa-Nya.
‘Tuhan, jadikan saya rela berkorban. Saya
merindukan otoritas-Mu, Tuhan. Beri saya keberanian untuk berserah dalam
ketaatan, bahkan meskipun saya tidak bisa melihat hasil dan bahkan semua yang
saya lihat itu kerugian. Tolong saya unntuk mempercayakan-diri saat saya
berjalan melewati pintu-pintu yang sempit. Bangun saya dalam kasih-Mu sehingga
saya bisa mempertahankan umat-Mu dengan otoritas. Dalam nama Yesus, amien.’
(Disadur
bebas dari SpiritualAuthority oleh Francis
Frangipane)
15-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (5): Otoritas Peperangan Rohani Home
Seluas apa lingkup kasih kita, seluas itulah otoritas rohani yang kita miliki. Kita bisa mengetahui ini dalam diri seorang ibu yang mengasihi anak-anaknya. Perempuan tersebut akan memiliki otoritas untuk melindungi, melatih, dan memelihara keturunannya. Dia punya otoritas untuk melindungi mereka yang dia kasihi. Demikian juga dengan seorang ayah atas keluarganya. Otoritas dia bukan melulu untuk mengatur saja tetapi juga untuk menegakkan kehidupan Kristus di rumahnya. Otoritas rohani sejati itu lahir dari kasih.
Orang-orang
yang mengasihi jemaat lokalnya punya otoritas untuk membangun jemaatnya.
Otoritas mereka tidak akan berkembang diluar batas-batas kasihnya. Jika kita
mengasihi seluruh Tubuh Kristus secara lokal, otoritas kita akan menyentuh
kehidupan mereka di kota atau di wilayah kita, baik melalui beban doa kita atau
melalui penjangkauan dan pelayanan kita.
Ujian
dasar untuk semua yang rohani itu adalah kasih, karena kasih sendiri yang akan
memurnikan motif-moftif kita dan membebaskan kita dari penipuan-diri. Bahkan otoritas
dalam peperangan rohani harus berakar dalam kasih. Daud memperoleh ketrampilan memenggal
Goliat bukan di medan peperangan, tetapi itu diperoleh saat dia menjagai
domba-domba ayahnya dari hewan pemangsa. Daud sangat mengasihi domba-domba
tersebut sampai berani mengambil resiko atas hidupnya bagi mereka. Demikian
juga kita akan bertumbuh dalam otoritas sewaktu kita melindungi domba-domba
Bapa kita, kumpulan domba yang Dia telah berikan kepada kita untuk dikasihi.
Otoritas
itu merupakan lengan tangan kasih. Semakian besar seseorang mengasihi akan semakin
besar ootoritas yang akan dipercayakan kepadanya. Jika kita mengasihi kota kita
dan ingin menyerahkan hidup kita untuk melayani komunitas yang ada, TUHAN akan
memperbesar hati kita. Dia akan menjamin kita dengan otoritas baru dalam
peperangan rohani. Tidak akan ada seorang pun yang sanggup menghadapi
peperangan kalau tidak mengasihi apa yang dia mau lindungi. Kita tidak
mengasihi kota kita, jangan berdoa untuk menentang penguasa-penguasa kegelapan
yang ada. Setan tahu akan kesejatian kasih kita atas dasar kecemerlangan
kemuliaan yang melingkupi hidup kita. Seseorang tanpa memiliki kasih yang diinspirasi
oleh Kristus akan gagal dalam peperangan rohani yang dihadapi. Hanya kasih yang
tidak pernah gagal atau kalah (1 Korintus 13:8).
Jadi,
jika saatnya datang untuk melakukan peperangan rohani, banyak hal yang akan Roh
Kudus katakan tetapi kita tidak akan bisa mendengarkannya sampai fondasi kasih
kita diperluas. Dalam hikmat-Nya, Tuhan melindungi kita dari serangan akibat anggapan
yang meremehkan benteng-benteng Neraka musuh yang sedang kita serang, dan kita
akan menderita kekalahan. Tetapi jika kita benar-benar memperoleh pengurapan
dalam kasih TUHAN, harga yang kita bayar untuk melihat budaya kita diselamatkan
itu tidaklah terlalu mahal. Tetapi harga itu hanya bisa dibayar oleh mereka
yang sudah memiliki kasih.
14-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (4): Otoritas untuk menginspirasi keserupaan Kristus Home
Ketika pengajaran kita tentang TUHAN dan ketaatan kita kepada-Nya menyatu, otoritas
rohani akan menyertai hidup kita. Yesus mempesona kerumunan orang karena Dia berkata
"sebagai orang yang berkuasa"
(Matius 7:28-29). Apa yang Dia ajarkan itu konsisten dengan kehidupan-Nya, oleh
karena itu kita juga harus hidup dan menampakkan hakekat yang kita coba
ajarkan.
Para gembala yang mau melatih jemaatnya berdoa, dia juga harus
sebagai seorang pendoa syafaat terlebih dahulu. Mungkin ada yang berkata, “Tetapi dari jemaat saya yang sekian ratus
hanya ada tiga orang yang mau bergabung dengan saya untuk berdoa.” Kalau begitu
mulai saja dengan yang tiga orang itu membangun pangkalan doa syafaat. Jangan
kecil hati karena dengan demikian kalian bisa memenangkan yang lain. Tetapi
ukuran keberhasilan kita bukan jumlah jemaat yang hadir di hari Minggu. TUHAN
sudah memberi kita orang-orang sehingga kita bisa melatih mereka, bukan melulu
hanya menghitungnya. Dari kelompok ini, mereka yang kita inspirasikan untuk
hidup seperti Kristus itulah ukuran yang sesungguhnya keberhasilan kita; ujian efektifitas
kita dalam pelayanan.
Mungkin ada juga yang berkata, "Tetapi
saya tidak pernah menjadi pemimpin.” Ketika seseorang menyerahkan hidupnya atas
dasar kasih Kristus, orang lain akan melihatnya dan akan mengikutinya. Apa kita
pemilik perusahaan, ibu rumahtangga, atau seorang remaja, kita bisa berbicara
dengan percaya diri dan berotoritas seperti murid Kristus. Sesungguhnya, jika
kita mengikut Yesus, orang-orang lain akan mengikut kita. Dengan demikian kita
menjadi pemimpin.
Generasi berikut bukan hanya mengajar orang; mereka
akan memberi inspirasi Tubuh Kristus untuk hidup seperti Yesus. Contoh apapun
yang mereka berikan akan membangkitkan keilahian orang-orang yang ada di sekitarnya. Dari hakekat yang sejati para
pemimpin masa depan akan memperoleh ootoritas sejati, sebab saat hakekat
Kristus disingkapkan, otoritas Kristus akan mengikutinya.13-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (3): Otoritas untuk mentransformasi Home
Saat di taman Getsemani Yesus punya pilihan: memanggil satu legion malaikat perang yang segera bisa membebaskan-Nya secara pribadi, atau mati di salib untuk membebaskan manusia di dunia. Dia memilih mati bagi kita. Mengambil keputusan secara bebas untuk menyerahkan hidup kita seperti yang telah Yesus lakukan merupakan jalan untuk mengembangkan otoritas sejati. Yesus mengatakan, “Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali” (Yohanes 10:18). Otoritas-Nya diterima karena telah menyerahkan hidup-Nya. Otoritas kita datang dengan cara yang sama: mengangkat salib kita dan menyerahkan hidup kita bagi orang lain.
Otoritas rohani itu merupakan apa yang TUHAN sediakan untuk
mentransformasi yang sementara dengan kuasa kekal. Itu bukan yang daging kita
bisa tiru, atau karena menggelegarnya kata-kata kita atau tajamnya tatapan mata
kita. Otoritas Ilahi membutuhkan otorisasi. Dan otorisasi itu datangnya melalui
ujian kasih.
Jika otoritas itu dikerjakan tanpa
kasih, akan menjadi kontrol. TUHAN tidak memanggil kita untuk mengontrol
umat-Nya tetapi untuk memberi inspirasi dan menjagai mereka. Dari kontrol akan muncul
penindasan, sihir, dan ketegangan. Sebaliknya, dari kasih akan memberi
kemerdekaan dan kuasa untuk membangun serta melindungi umat TUHAN.
Otoritas rohani sejati lebih dari kontrol
kedagingan. Hidup kita, dan hidup mereka yang mengikuti kita, terletak pada
inisiatif kita. Itu suatu keputusan yang kita buat yang didasari kasih. Karena
otoritas sejati itu lahir dari kemerdekaan, maka pasti juga akan melahirkan kemerdekaan.
Hidup kita itu akan berjalan di salah
satu dari dua macam otoritas: otoritas sejati yang dari kasih, atau otoritas
palsu yang dari kontrol, atau, tidak punya otoritas sama sekali. Baik otoritas
palsu maupun tidak punya otoritas keduanya didasarkan pada akar rasa-takut, dan
reaksi kita terhadap rasa takut itu dua: pertama, yang akan menghasilkan
otoritas palsu, ialah mengontrol apa yang ada di sekitar kita, sehingga
menjadikan yang ada di sekitar kita bisa lebih dikontrol sehingga kurang
memberi ancaman. Reaksi yang kedua terhadap rasa takut ialah dengan menolak
sama sekali untuk menerima dan melatih otoritas. Banyak hubungan yang dilakukan
karena adanya kebutuhan yang saling menguntungkan: kerinduan untuk mengontrol atau
kerelaan untuk dikontrol. Keduanya disebabkan karena reaksi yang berlebihan
akan rasa takut.
Firman menunjukkan, “Di dalam kasih tidak ada ketakutan: kasih yang sempurna melenyapkan
ketakutan” (1 Yohanes 4:18). Karena otoritas sejati dibangun di atas dasar kasih,
tujuannya ialah untuk memerdekakan, bukan menguasai. Oleh karena itu sebelum
seseorang benar-benar bergerak dalam otoritas rohani sejati, dia harus
dibebaskan dari rasa takut dan keinginannya untuk mengontrol; dia harus berakar
dan didasarkan dalam kasih.
12-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (2): Otoritas untuk suatu tujuan Home
1Sebagai gembala, pemimpin, dan pendoa syafaat kita perlu bekerja
dalam otoritas yang lebih besar lagi. Sementara kita menikmati begitu banyak
anugerah yang bisa menambah peningkatan pribadi kita, TUHAN memberi kita
otoritas untuk suatu tujuan khusus: untuk
menggenapkan tujuan-Nya di muka bumi, yaitu tujuan Ilahi yang disingkapkan sebagai
Amanat Agung. Yesus mengatakan, “Kepada-Ku telah diberikan segala kuasa di
sorga dan di bumi. Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku” (Matius
28:18-19).
Kristus memberi Gereja otoritas untuk menjadikan semua
bangsa murid. Gereja telah berhasil membawa pertobatan tetapi bukan murid.
Sekarang ini banyak umat yang percaya kepada Yesus tetapi sedikit yang
benar-benar sebagai pengikut Kristus. Jika tujuan TUHAN adalah pemuridan,
bagaimana kita bisa menggenapkan ini? Kita harus menjadikan mereka yang telah bertobat
itu “melakukan segala sesuatu yang telah Yesus perintahkan” (ayat 20). Jika
Gereja mengajarkan semua yang Yesus ajarkan, para murid akan memiliki otoritas
untuk melakukan seperti yang Yesus lakukan. Otoritas rohani itu bukan sesuatu
yang kita miliki hanyaa dengan menggumulinya. Kita tidak bisa membeli otoritas seperti
yang diinginkan oleh Simon si tukang sihir (Kisah 8:18). Kuasa otoritas berfungsi dengan mencontoh
metode orang lain seperti yang dilakukan oleh anak-anak Skewa (Kisah 19:14-16).
Juga tidak bisa diperoleh dengan otomatis karena membaca buku atau mendengar
kotbah dan pengajaran. Kita tidak bisa membayang-bayangkan untuk memperoleh
otoritas rohani. Saat kita berfokus untuk mentaati firman Kristus maka akan ada
pentahbisan Ilahi otoritas Kristus yang dibukakan dalam hidup kita.
11-Jun-2012 OTORITAS ROHANI (1): Hakekat Otoritas Rohani Home
Doktrin Kekristenan bisa diajarkan tetapi keserupaan
Kristus hanya bisa diinspirasikan. Generasi pemimpin masa depan melalui
kehidupan yang rendah-hati dan kudus akan mampu menginspirasikan orang banyak.
Mereka benar-benar akan bisa berjalan dalam kasih Kristus yang sejati sehingga memiliki
otoritas besar.
Gereja itu banyak orang yang mengatur tetapi sedikit yang
memberi keteladanan Kristus; banyak yang bisa
menjelaskan doktrin Kekristenan tetapi sedikit yang hidup seperti Yesus
hidup. Banyak yang menjabat kepemimpinan tetapi tidak banyak yang memiliki
otoritas seperti yang Kristus telah beli bagi Gereja-Nya. Meskipun begitu ada
tanda-tanda otoritas baru yang sedang mendatangi Gereja. Dan otoritas itu yang
akan membebaskan Gereja sehingga bisa berfungsi dengan luarbiasa antara lain
dengan banyak membawa kota-kota kepada TUHAN.
Otoritas rohani itu ialah keadaan dimana TUHAN sendiri
yang meneguhkan dengan kuasa-Nya seiap perkataan yang diucapkan oleh hamba-Nya.
Musa punya otoritas rohani saat memberi peringatan kepada Firaun. Roh TUHAN
meneguhkan ucapan-ucapan Musa dengan kuasa atas penghukuman yang diberikan
untuk mematahkan kebanggaan Mesir. Yesus memanifestasikan otoritas rohani saat
berkonfrontasi dengan roh-roh jahat, meneduhkan badai, menyembuhkan
sakit-penyakit, dan menggenapkan penebusan dengan kuasa kebangkitan. Bapa tidak
membiarkan satu pun kata-kata Yesus yang tidak digenapkan.
Alkitab memberi banyak contoh mereka-mereka yang memiliki
otoritas rohani. Setiap contoh menunjukkan adanya prinsip sama yang
mendasarinya: mereka yang dibangkitkan oleh TUHAN, mereka juga akan ditopang
oleh TUHAN. Mereka “memutuskan berbuat sesuatu, maka akan tercapai maksudmu
(Ing. - menyatakan sesuatu, dan itu yang akan dijadikan)” (Ayub 22:28). Begitulah
hakekat otoritas rohani itu.
10-Jun-2012: DILEMA BAPA (7) – Mengetahui identitas untuk menggenapkan panggilan Home
Ciri lain dari jemaat tanpa bapa adalah kerinduannya akan identitas. Yesaya menuliskan hal ini di Yesaya 3:6-7 dan 4:1 dimana bangsa Israel menggenggam siapa pun yang mereka anggap terlihat cukup baik untuk menjadi pemimpin mereka. Jubah dan penampilan yang baik merupakan satu-satunya persyaratan bagi mereka untuk dijadikan pemimpin. Jika seseorang berjubahkan keberhasilan maka ia dianggap sebagai seorang yang berhasil. Kurangnya bapa membuat jenis kelamin dijadikan satu-satunya kwalifikasi untuk menjadi pemimpin.
Tidak adanya bapa mengakibatkan tidak adanya
identitas. Kita sangat perlu mempunyai batasan-batasan, untuk mengetahui siapa
diri kita di dalam Allah. Seorang anak yatim piatu selama bertahun-tahun akan
mencari informasi yang dapat dia temukan mengenai warisannya karena tanpa ada
garis keluarga ia tidak akan pernah sungguh-sungguh mengetahui siapa dirinya.
Ia mungkin punya banyak saudara kandung tetapi tanpa tahu siapa bapanya ia
tidak akan pernah bisa mengenali ikatan keluarganya. Mungkin ia penerima warisan
besar, tetapi tanpa bukti pertalian keluarga ia tidak akan pernah memenuhi
syarat untuk menerima warisan.
Banyak pemimpin Kristen masa kini bila ditanya
bisa memberikan daftar orang-orang yang pengajarannya mempengaruhi kehidupan
mereka, tetapi mereka tidak dapat menunjukkan adanya seorang bapa dalam
pelayanannya. Jadi, seperti jemaat Korintus, kita memiliki cukup pendidik dan
berlimpah karunia, tetapi kita tidak punya banyak bapa. Akibatnya, kita
berkumpul di bawah spanduk seorang guru atau organisasi tertentu demi punya
identitas. Atau, kita pakai karunia tertentu yang kita miliki sebagai sumber
kepribadian atau identitas kita di dalam Kerajaan; hal yang demikian ini tidak
sesuai dengan tujuan Allah memberi karunia rohani kepada manusia. Hasil kekacauan
yang demikian ini karena jemaat yang sakit dan kekanak-kanakan, yang tidak
mampu berjalan di dalam Roh, jemaat yang berjalan dengan terhujung-huyung demi memenuhi
nafsu kedagingan mereka.
Apa yang harus dimiliki jemaat yanag demikian
itu adalah suatu pembaharuan, bukan hanya dari Roh Kudus, tetapi juga dari pola
hubungannya dalam pelayanan. Kita harus menemukan kembali kebenaran yang indah
dari hubungan yang saling mengimpartasi dari bapa kepada anak. Ketika kita
menemukan perintah Allah, kita akan mengetahui identitas kita dan memenuhi
tujuan kita di dalam kerajaan Allah. (Disadur dari ‘You Have Not Many Fathers’ oleh Mark Hanby dan Craig L. Ervin).
9-Jun-2012: DILEMA BAPA (6) – Pemimpin Upahan Home
Yesaya 3:4-5 menyatakan ketika umat Allah menolak kedewasaan di dalam Kristus, mereka dihukum dengan kehilangan kedewasaan dan menjadi individu yang tidak dewasa di dalam posisi kepemimpinan. Bapa-bapa digantikan dengan anak-anak.
Ketika Paulus memberitahu jemaat Korintus
bahwa mereka memiliki “beribu-ribu pendidik di dalam Kristus, tetapi tidak
mempunyai banyak bapa” (1 Kor. 4:15), ia sedng menunjuk ke akar permasalahan
mereka: kurangnya bapa pemimpin yang dewasa secara rohani. Jemaat Korintus
bukannya memiliki banya bapa tetapi mereka memiliki ribuan pendidik. Kata
“pendidik” di sini dalam bahasa Yunani adalah paidagogos, yang berarti “pemimpin yang masih kanak-kanak.” Istilah
ini menunjuk kepada seorang hamba yang tugas resminya untuk memastikan
anak-anak pergi ke sekolah. Jadi bapa-bapa digantikan oleh para hamba upahan
yang tidak memiliki hubungan dengan warisan rohani.
Saat ini ada ribuan hamba Tuhan yang mendapat
pendidikan dari sekolah-sekolah terbaik. Banyak di antara mereka telah
menambahkan pendidikan formal melalui kaset-kaset, video-video dan juga melalui
buku-buku dan majalah-majalah dari
sumber-sumber ilmiah yang terpercaya. Walaupun belum pernah ada banjir
materi alkitabiah, ada beberapa kuasa alkitabiah yang berharga termanifestasi.
Kita bisa menjangkau jutaan orang dengan informasi, tetapi tanpa ada hubungan
rohani maka tidak akan ada kebenaran yang bisa diimpartasi atau diterima.
Alasan mengapa kita tidak melihat manifestasi
kuasa yang sebanding dengan yang ditunjukkan di alkitabiah itu karena kita
tidak memberi dan menerima impartasi sesuai dengan pola alkitabiah. Kita
mempunyai beribu-ribu “pemimpin yang masih kanak-kanak” di dalam Kristus,
tetapi tidak mempunyai banyak bapa.
Salah satu akibat bagi jemaat yang tanpa bapa
ialah adanya tekanan. Yesaya berkata, “Maka bangsa itu akan desak-mendesak,
seorang kepada seorang, yang satu kepada yang lain; orang muda akan
membentak-bentak terhadap orang tua, orang hina terhadap orang mulia” (Yesaya
3:5).
Sebuah keluarga tanpa seorang bapa akan mengalami
penderitaan secara finansial, sosial, dan psikologis, serta secara rohani.
Tekanan terhadap wanita tanpa suami dan anak-anak tanpa ayah menyesakkan nafas.
Ketika seorang bapa tidak berada di rumah untuk melatih anak-anak dalam berhubungan
dengan Tuhan, hati anak-anakakan berubah
menjadi kemarahan dan mereka tidak menghargai otoritas (Ef. 6:1-4). Tekanan
terjadi ketika para pemimpin yang tidak dewasa bertindak sebagai pengasuh atas
jemaat, memimpin orang-orang tanpa memiliki visi yang benar. “Bila tidak ada
wahyu, menjadi liarlah rakyat: (Ams. 29:18a).
8-Jun-2012: DILEMA BAPA (5) – Tuhan mengambil yang terbaik sebagai penghukuman Home
Karena gereja tidak mengikuti jalan-jalan
Penebusnya maka hubungan-hubungan yang tidak alkitabiah akan menghasilkan suatu
generasi yang tidak alkitabiah. Allah tidak hanya memanggil kita sebagai
‘duta-duta-Nya,’ atau ‘pelayan-pelayan-Nya.’ Ia menyebut kita sebagai
anak-anak-Nya, mempelai-Nya, dan tubuh-Nya! Kita telah membangun
hubungan-hubungan pelayanan yang didasarkan pada kerajaan dunia ini, bukan
berdasarkan kerajaan Allah kita dan Kristus Yesus! Itulah sebabnya kita
memiliki gedung-gedung gereja yang besar dan megah, tetapi bukan dalam hal
berpartisipasi di dalam pengalaman Kerajaan yang sesungguhnya. Pertumbuhan
kwantitas yang luarbiasa besarnya dikerucutkan oleh kuasa seratus duapuluh
laki-laki dan perempuan yang ada di ruangan atas Yerusalem saat Pentakosta.
Tujuan gereja itu menjadi pionir bagi Kerajaan, yang menghasilkan anak laki-laki
dan perempuan, dan bukan suatu institusi buatan manusia dan mesin-mesin yang
menghasilkan program-program dan angka-angka.
Ketika umat Allah menolak untuk mengikuti
perintah Allah, hukuman yang mereka terima adalah berkurangnya perintah apa pun
dan hilangnya kebenaran serta pewahyuan. Ketika firman Allah yang kekal tidak
diterapkan dalam Gereja, maka keunggulan yang berasal dari Allah dipindahkan
dari Gereja.
Yesaya pernah memberi nubuatan di Yesaya 3:193,
yang menggambarkan situasi pada tahun enam ratus enam sebelum Kristus lahir, ketika
Nebukadnezar mengambil semua harta benda dan orang-orang terbaik dari Yehuda
dan membawanya ke Babel. Daniel dan ketiga temannya adalah beberapa di antara
orang-orang gagah perkasa yang dipindahkan dari Israel pada masa itu (2 Raj.
24:13-16). Karena dosa Israel, Tuhan memindahkan pemimpin-pemimpin terbaik
sebagai penghukuman untuk mengembalikan sisa-sisa bangsa Israel agar tidak
melakukan pelanggaran yang lebih besar dan dengan demikian mendapatkan
penghukuman yang lebih hebat. Allah akan selalu memindahkan yang terbaik agar
membawa yang lain masuk ke dalam rencana-Nya.
Dimana
kuasa Allah dalam gereja masa kini? Dimana orang-orang gagah perkasa, para
rasul dan nabi zaman dahulu kala yang berbicara dan bangsa-bangsa gemetar?
Allah telah mengambil orang-orang yang terbaik dari kita supaya kita mau
kembali kepada-Nya. Allah rindu memulihkan Gereja secara sempurna. “Yang
pertama Ia hapuskan supaya menegakkan yang kedua.” (Ibr. 10:9b). Allah
mengambil pemimpin yang dewasa rohani, yang mengakibatkan hilangnya orang-orang
terbaik dalam kepemimpinan.7-Jun-2012: DILEMA BAPA (4) – Kesalahan melahirkan kesalahan
Sesungguhnya kita melakukan sesuatu yang tidak
pernah diperintahkan Allah untuk kita lakukan. Allah tidak pernah memberitahu
kita untuk menjadi seperti bangsa-bangsa di dunia. Dia tidak pernah
memerintahkan kita untuk membangun sistem-sistem yang membagikan kebenaran di
perkemahan-perkemahan, atau gedung-gedung, pemberian nama-nama tertentu dan
menjumlahkan orang-orang yang ada di dalamnya. Kita membuat denominasi sehingga
kelihatan seperti bangsa-bangsa lain. Organisasi-organisasi Kerajaan Allah
seharusnya berpedoman pada firman-Nya, bukan pada prinsip-prinsip dunia. Gereja
itu lebih dari sekedar perkumpulan atau asosiasi para pengkotbah. Gereja seharusnya
menjadi perwakilan kebenaran Kerajaan Allah di bumi ini.
Hubungan kita di pelayanan dengan sistem di
atas, sistem dunia, didasarkan pada proses pemungutan suara terbanyak, dan itu
yang akan dipilih karena dianggap dominan; bukan pada aturan Ilahi. Otoritas
mengalir dari kantor-kantor pusat, yang tidak ada kaitannya dengan keadaan
setempat, yang menggantikan politik dan otoritas organisasi yang dipakai
sebagai pengganti kemerdekaan yang bersifat kekeluargaan. Proteksi terhadap
pelayanan dijadikan sebagai sesuatu yang syah, bukan lagi memakai jubah syah
seorang imam. Orang-orang menginginkan kehormatan dan menginginkan nama mereka
sendiri. Orang-orang saleh di dalam Tuhan mula-mula akan ditempatkan sebagai
pendeta dan pemimpin persekutuan, yang kemudian akan dialihkan oleh
sistem-sistem kepemimpinan duniawi. Kehendak Allah dijadikan nomor dua
dibandingkan kehendak manusia.
Mereka yang akhirnya menyadari kalau denominasi
bukan merupakan jawaban kemudian membentuk ‘persekutuan’ baru dan menyebut diri
mereka ‘non-denominasi”, atau ‘independent.’ Menyebut diri dengan nama-nama
seperti itu membuat mereka merasa cukup terlindungi untuk bisa melakukan
praktek yang sama, bahkan kadangkala lebih buruk dari sistem yang mereka
tinggalkan. Shakespeare menuliskan, ‘Sekuntum mawar itu, apapun nama yang
diberikan, tetaplah berbau harum.’ Suatu sistem yang mengikuti prinssip-prinsip
kekuasaan dan hubungan yang duniawi, apapun nama dan jabatan serta posisinya,
tetaplah berasal dari dunia.
6-Jun-2012: DILEMA BAPA (3) – Perintah Bapa da Anak Home
Perintah di dalam Kerajaan-Nya adalah perintah
bapa dan anak. Paulus menulis kepada suatu budaya karismatik yang kacau sebagai
seorang bapa kepada anak-anaknya dan mengutus Timotius sebagai suatu teladan
mengenai seperti apa seorang anak di dalam pelayanan. Paulus kemudian berkata
bahwa hal itu adalah bagian “cara Paulus yang ia turuti di dalam Kristus, yang
kuajarkan dimana-mana dalam setiap jemaat.” Kita bermaksud menemukan jalan
keluar dari kebingungan ini, kita harus menemukan cara Allah di dalam Kerajaan-Nya.
Kita harus kembali ke prinsip Allah mengenai
bapa dan anak. Kebenaran ini hilang di jemaat karena kita mencontoh praktek
bisnis manajeman modern dan bukann mengikuti pola alkitabiah dalam menjalin
hubungan. Kita menggaji pendeta dan para pemimpin rohani untuk mengerjakan
fungsi-fungsi di dalam struktur organisasi, yang lebih merefleksikan operasi
sebuah franchise ayam goreng atau
hamburger dibandingkan mencerminkan kebenaran rohani.
Saat ini tidak heran kalau kita jumpai banyak
gereja lokal yang mengasosiasikan diri
dengan suatu lembaga atau institusi besar,
atau kantor pusat, atau pusat denominasi atau pelayanan, dan menjadikan dirinya
hanya sebuah perwakilan seperti franchise
produk atau jasa terkenal. Para pendeta dan gembala itu sama seperti
manajer-manajer cabang yang digaji untuk menjalankan operasi dan program dari
pusat, termasuk merekrut pegawai/pekerja baru yang diperlukan, syukur-syukur
kalau mereka tidak usah digaji alias relawan/volunter, sehingga tidak
mengurangi pendapatan. Mereka juga diberi wewenang untuk membuka cabang-cabang
baru, yang diistilahkan dengan pertumbuhan gereja. Dan ini yang mereka sebut keberhasilan.
Tetapi bagaimana menurut Allah sendiri?
5-Jun-2012: DILEMA BAPA (2) – Identitas Diperoleh Hanya dari Bapa Home
Jemaat Korintus
juga mencari identitas melalui karunia rohani yang didemosntrasikan di dalam
kehidupan mereka. Sama seperti mereka meninggikan pengkhotbah favorit mereka di
atas pengkhotbah lainnya, demikian pula banyak anggota jemaat Korintus
meninggikan karunia pribadi mereka sebagai sumber identitas mereka. Banyak
orang Kristen Korintus yang bernubuat atau berbahasa roh dan merasa bukan saja
karunia mereka lebih besar dari karunia orang lain, tetapi mereka merasa lebih
hebat karena karunia yang dimilikinya. Menjadikan karunia-karunia
Roh sebagai suatu tanda identitas dan bukan untuk pembangunan Tubuh Kristus
menyebabkan kebingungan dan ketidaksenonohan di dalam perkumpulan jemaat
mereka.
Di suratnya yang ada di 1 Korintus 4:14-17
Paulus menunjukkan kepada jemaat Korintus jalan keluar bagi dilema yang sedang
mereka hadapi. Paulus mengingatkan mereka untuk menjadi pengikutnya, karena dia
adalah bapa mereka dalam Injil. Ia berbicara kepada mereka sebagai anak-anak
dan ia sedang mengutus anaknya di dalam Tuhan, Timotius, untuk mengingatkan
mereka di dalam kebenaran apostolik. Rasul Paulus tidak bermaksud menjadikan
dirinya idola rohani dengan meminta sekelompok orang untuk menjadi pengikutnya.
Paulus sadar akan identitas dirinya dan mengapa ia diberi tempat di dalam
TUHAN. Jemaat Korintuslah yang tidak mau menerima peran Paulus sebagai bapa dan
tidak memiliki bapa yang sesungguhnya untuk diteladani. Selama suatu jemaat
atau pelayanan tidak berada di dalam aturan atau tatanan TUHAN maka mereka akan
menjadi kacau dan kehilangan identitas. Jika kita tanpa bapa, kita tidak
memiliki nama, tidak memiliki identitas, tidak memiliki ahli waris, tidak
memiliki warisan, dan tidak memiliki saudara seiman yang sesungguhnya.
4-Jun-2012: DILEMA BAPA (1) – Identitas Palsu Home
Jarang sekali ada
gereja yang mendapat lebih banyak hal dari TUHAN seperti yang diperoleh oleh
Gereja Korintus. Pertama kali ditanamkan dalam kebenaran mendasar oleh Rasul
Paulus kemudian dipelihara oleh mengalirnya pengetahuan firman TUHAN dari
Apolos kemudian diperkaya oleh kesaksian Petrus sebagai saksi hidup pelayanan
Yesus. Gereja Korintus memang merupakan kesayangan TUHAN. Karunia-karunia
rohani yang melimpah di Korintus tampaknya tidak bisa disejajarkan dengan standar-standar
Perjanjian Baru sekalipun. Dengan melihat melimpahnya pewahyuan, pengetahuan,
dan ekspresi karismatik yang ada di komunitas Kristen mula-mula tersebut, pantaslah
kalau gereja atau jemaat ini bisa dijadikan teladan bagaimana seharusnya
menjadi gereja. Namun, dengan membaca surat Paulus ke jemaat Korintus dengan
sekilas bisa diketahui kalau jemaat Korintus bukanlah jemaat teladan, tetapi
jemaat yang berantakan!
Paulus menuliskan
kalau orang-orang Korintus merupakan kumpulan jemaat pejinah. Jemaat yang
berkarisma secara jasmani tetapi kumpulan mereka merupakan kumpulan orang-orang
yang pamer karunia-karunia rohani. Bisa dikatakan jemaat Korintus ada dalam
perpecahan, salah-fungsi, dan tidak ada keteraturan. Karunia-karunia yang mereka
gunakan dengan bodoh merupakan gejala kebingungan identitas mereka. Jemaat
Korintus tidak mendasarkan identitas mereka pada siapa diri mereka di dalam
Kristus. Sebaliknya, mereka membangun identitas mereka berdasarkan nama
pengkhotbah terkenal. Mereka mengatakan kalau yang satu dari golongan Paulus, satunya
lagi dari golongan Apolos, yang lainnya dari golongan Kefas, dan ada juga yang
mengaku dari golongan Kristus. Dengan menggabungkan diri mereka dengan sebuah
nama yang terkenal, mereka merasa memperoleh identitas dan punya perasaan
berharga yang bukan berasal dari TUHAN.
3-Jun-2012: BUDAYA MEMPENGARUHI IMAN KRISTEN (5) – Mengkritisi Budaya Home
Apa alasan melakukan
kompromi-kompromi? Bukan Alkitab tetapi budaya! Jadi budaya menang atas visi,
misi, dan bahkan pengurapan! Bahkan Yesus mengatakan kalau tradisi-tradisi
manusia itu membatalkan firman TUHAN (Markus 7:13).
Kesimpulannya,
jika gereja mau efektif bersaksi bagi Kristus kita harus meninggikan kebenaran
Firman yang universal dan meninggikan Kristus sebagai Tuhan bagi semua, bahkan
di atas etnis dan budaya-budaya nasional kita. Sementara sangat sulit bagi kita
untuk bisa keluar dari budaya agar bisa mengkritisinya sebab pikiran kita,
nilai-nilai dan bahasa-bahasa kita itu telah dibentuk oleh budaya sehingga mempengaruhi
cara-pandang dalam membaca dan menafsirkan Firman. Kita harus mempercayakan
diri pada pengajaran Roh Kudus untuk mentransformasikan hati dan pikiran kita.
Melalui pengajaran Roh kita bisa menerima pandangan Ilahi atas kebijakan dan
theologi publik sehingga tidak terperangkap dan ditarik oleh arus-arus dosa dan
pementingan-diri budaya dan humanisme. Kita harus dipimpin oleh Dia yang telah
menjadikan dan menyelematkan kita untuk menjadi saksi-Nya di dunia. Kita
mungkin saja tidak mampu memisahkan agama dari budaya atau budaya dari agama,
tetapi kita bisa memisahkan diri bagi TUHAN dalam kekudusan dan menjadi
suara-Nya ke bangsa-bangsa di dunia, seperti Dia memanggil nabi Yeremia untuk
bisa dengan tepat meneruskan apa yang dia lihat dari TUHAN (baca Yeremia 1).
Akhirnya, kita
harus percaya bahwa alam maut atau neraka tidak mampu menguasai gereja (gerbang
neraka menunjukkan puncak dan kuasa yang didasarkan pada budaya). Dengan
mengikuti Firman dan tuntunan Tuhan, kita harus mempercayakan diri kepada
Kristus yang Satu-satunya Terang Sejati yang memberi terang ke setiap manusia,
terang yang akan melebihi budaya karena Dia yang telah menciptakan kemanusiaan
yang membingkai budaya (Yohanes 1:9-10).
(Disadur dan
dikembangkan secara bebas dari How Culture
Influences Biblical Beliefs oleh Joseph Mattera)
2-Jun-2012: BUDAYA MEMPENGARUHI IMAN KRISTEN (4) – Sinkretisme Home
1 Timotius 3:2 mengatakan
seorang pemimpin gereja harus seorang suami dengan satu isteri. Ini menunjukkan
standar alkitabiah yang berubah dari Perjanjian Lama, dimana para raja dan
bapa-bapa seringkali berpoligami. Tetapi apa ini suatu standar yang harus
dipaksakan kepada setiap orang yang mengikuti gereja atau hanya mereka yang ada
di kepenatuaan?
Membutuhkan
banyak eksegese alkitabiah dan budaya dan juga doa untuk tahu bagaimana
bersikap di situasi-situasi yang demikian! Mudah bagi gereja-gereja untuk
mengijinkan bentuk sinkretisme: mencampurkan Kekristenan dengan agama-agama
suku dan tradisi-tradisi budaya. Ini serupa dengan yang dilakukan oleh Gereja
Katolik di beberapa tempat di Haiti dimana beberapa suku asli yang mengikuti
Gereja Katolik sambil tetap mempraktekkan ‘voodoo’,
atau seperti beberapa budaya Latino yang mempraktekkan baik Roma Katolik dan
seni magic ‘Santeria.’
Meskipun begitu
TUHAN menentang setiap bentuk sinkretisme dan tidak boleh ada allah lain
disamping Dia! (Baca 2 Raja-raja 17:32-45 dan 1 Korintus 10:20-22.) Kita tidak
bisa menyembah Tuhan dan melayani berhala atau roh jahat!
Di Amerika ada bentuk
tertentu sinkretisme saat komunitas minoritas menyamakan gerakan hak-hak sipil
Kristen dengan Partai Demokrat, sementara mereka yang merupakan bagian Kristen
Kanan telah mengawinkan iman mereka dengan dedikasi nasional ke Amerika dan
Partai Republik. Selama Perang Dunia I gereja-gereja di Eropa begitu
tercengkeram dalam nasionalisme masing-masing sehingga sesama umat percaya
Kristus saling berhadapan berdasarkan bangsanya masing-masing untuk saling
berperang! Juga banyak gereja di Jerman yang bergabung dengan partai National
Sosial Adolf Hitler meskipun dia memusnahkan bangsa yang bukan bangsa Jerman! Di
tahun 2008 pemilihan presiden Barack Obama menerima hampir 90% pemilih orang
Hitam, meskipun banyak para pemimpin konservatif Injili yang tahu kalau Obama itu
cenderung ke kiri dan memiliki nilai-nilai yang sama sekali menentang Alkitab, seperti hak aborsi
dan pernikahan sejenis.
1-Jun-2012: BUDAYA MEMPENGARUHI IMAN KRISTEN (3) – Batu Sandungan Budaya Home
Misalnya, ada
sejarahwan yang mengatakan Kekristenan kalah di Afrika Utara karena budaya
Barat, bahasa, nilai-nilai, dan metode-metode yang dipaksakan ke gereja-gereja
Afrika. Tetapi saat Islam sampai di Afrika orang-orang Muslim mengadopsi pesan-pesan
dan metode-metode mereka ke budaya-budaya Afrika maka menjadikan Islam lebih
bisa diterima bagi petobat baru. Bahkan kita melihat banyak legalitas yang
ditempelkan pada Injil khususnya di antara kelompok-kelompok etnis Pentakosta dimana
perempuan tidak diijinkan untuk memakai celana panjang, memakai perhiasan, atau
berhias, dan tidak dibolehkan memotong rambut. Tindakan ini membuat kelompok-kelompok
terhalang meneruskan imannya ke generasi berikut karena mereka yang muda tidak punya
ikatan dengan ketentuan dan peraturan yang berhubungan langsung dengan otentik
Kekristenan. Di samping mereka tidak ingin ditolak oleh teman-temannya karena
pakaiannya yang aneh dan gayahidup yang kaku!
Kita juga harus
membedakan antara aspek-aspek tertentu budaya yang tidak membahayakan kepercayaan
Kekristenan dan yang bisa diasimilasikan ke iman Kristen. Aspek-aspek budaya
seperti makanan, mode pakaian, bahasa, alat tukar uang, dan cara-cara kerja
bisa dengaan mudah diasimilasikan dengan penyajian Injil tanpa harus mengkompromomikan
pesan Injil.
Tetapi ada pula aspek-aspek
budaya yang merupakan tantangan terhadap norma-norma dan nilai-nilai alkitab.
Misalnya, suku-suku tertentu di Papua Nugini terkejut saat para misionari
mengajar mereka untuk menentang kanibalisme, karena penduduk asli diajar lebih
baik memakan tubuh orang-orang yang mereka kasihi daripada tubuh mereka dimakan
cacing tanah! (Baca The Gospel in a Pluralist Society oleh Lesslie
Newbigin, halaman 185.) Juga, orang-orang di India yang melakukan ritual kuno ‘sati’ (seorang isteri dibakar
hidup-hidup di samping mayat suaminya) yang dianggap ini sebagai tindakan nyata
kesetiaan seorang isteri kepada suaminya, yang dalam budaya mereka tidak ada
yang lebih baik dari itu!
Belakangan ini gereja-gereja
di Afrika sedang diperhadapkan dengan masalah poligami anggota jemaatnya karena
menurut mereka, mana yang lebih tidak saleh: menceraikan seorang wanita dan
anak-anaknya dari suami/ayah dan membiarkan mereka sendirian, atau mengijinkan mereka
tinggal dengan suami yang mengambil isteri lagi? Jika seorang wanita menikah
dengan iman yang baik, haruskah dia diusir tanpa punya sesuatu untuk bertahan
hidup selain melacurkan diri? Orang-orang Afrika ini bisa juga mengatakan
mereka punya budaya yang lebih alkitabiah dibandingkan orang-orang Barat karena
paling tidak mereka menghormati kovenan dan hubungan seumur hidup. Tetapi kita
yang di Barat, yang percaya pada monogami, bisa begitu saja memutuskan kovenan pernikahan
melalui perceraian, bahkan menikah kembali, sehingga menghancurkan keluarga –
meskipun setiap kali hal ini hanya dilakukan untuk satu isteri atau suami!
Disadur/disusun oleh Iskak Hutomo