Kamis, 19 Juni 2014

4 Cara Merespon Roh Dunia (Billy Graham)

Home
Saat kekaisaran Roma ada kemuliaan dan kuasanya, ada suatu sekte yang dianggap sebagai pengganggu dari sekelompok orang yang sepertinya memiliki sesuatu yang menyala di dalam dirinya sehingga mereka berani tampil beda.
Saat era dimana imoralitas dan kemewahan sebagai gayahidup, orang-orang Kristen menolak dicemari dengan praktek-praktek sensual yang bisa menghancurkan kebudayaan mereka. Di masa dimana kehidupan manusia murah, orang-orang Kristen menaruh tinggi-tinggi nilai-nilai manusia dan destiny jiwa mereka.
Orang-orang Kristen ini menolak dibenamkan ke masyarakat Roma yang tidak punya Allah. Mereka tidak mendengar hukum yang sekarang kita dengar: 'Jika ada di Roma, berbuatlah sebagai yang orang-orang Roma lakukan.' Hukum Roma mulai berusaha menstempel Kekristenan sebagai kesatuan kafir pengganggu.
Orang-orang Roma memiliki gagasan palsu yang menyatakan kalau hatinurani seseorang itu bisa diatur oleh hukum sehingga dengan menyatakan mereka ilegal bisa mengubahkan mereka. Semua harus menyembah Kaisar. Semua harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan penyembah berhala. Semua harus berperilaku seperti orang-orang Roma asli.
Mereka yang tidak mau menyesuaian diri diancam dengan hukuman mati. Banyak dari mereka yang memilih untuk mati daripada menyesuaikan diri dengan Roma dan mengkompromikan hatinuraninya.
Seorang Kristen Roma, Paulus, mengangkat penanya dan menuliskan ke semua orang Kristen di sepanjang sejarah, 'Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna' (Rom. 12:2).
Waktu berubah, tetapi hakekat manusia tidak. Dunia kafir tetap mencoba memberi stempel penyesuaian diri pada setiap pengikut Yesus Kristus. Setiap kesempatan dipakai untuk memberi tekanan yang bisa membebani orang-orang Kristen agar mereka bisa menyesuaikan diri dengan standar-standar dunia.
Rasul Pulus mendorong setiap orang Kristen dimanapun di sepanjang jaman agar tidak menyesuaikan diri dengan sistem-sistem dunia. Seorang Kristen sejati yang menghidupi kehidupan yang taat, merupakan sikap dan tindakan yang seperti suatu teguran yang terus-menerus ke mereka yang menerima standar-standar moral dunia ini.



Dalam kerinduan kita untuk menjadikan Kristus dikenal dan untuk meingkatkan pengaruh gereja, kita cenderung mengira kalau orang-orang Kristen dan gereja bisa dijadikan populer oleh dunia yang tidak percaya. Ini kesalahan fatal. Penyaliban Kristus itu sebagai laknat atau kutukan bagi Setan, dan pesan Injil itu tetap menjadi batu sandungan dan kebodohan bagi dunia. Tuhan mengingatkan para murid-Nya, 'Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.' (Yoh. 15:18). Rasul Yohanes menuliskan, 'Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu' (1 Yoh. 3:13).
Orang-orang Kristen kadang-kadang kelihatan dendam, tetapi jika kita setia kepada Kristus, kita pastilah mendatangkan murka kepada dunia. 'Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya' (2 Tim. 3:12).
Alkitab mengajarkan kalau popularitas bersama dunia itu artinya kematian. Dia sadar kalau satu orang berdiri ditengah-tengah orang-orang kafir dengan mendeklarasikan, 'Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya' (Rm. 1:16), akan bisa lebih banyak membelokkan jalan orang ke Tuhan dibandingkan dengan ribuan profesor agamawi yang hambar.
Kita sering bertanya pada diri sendiri, 'Bagaimana para murid gereja mula-mula bisa menjungkir-balikkan dunia sementara ada jutaan orang Kristen saat ini bahkan tidak bisa berdiri di sisi yang benar?' Jawabnya sederhana saja. Para murid gereja mula-mula itu TIDAK menyamakan imannya dengan dunia. Mereka punya kebenaran, dan mereka MENOLAK untuk mengencerkannya. Mereka memegang iman yang tidak akan dikompromikan.
Karena mereka berani untuk bayar harga menghadang gelombang pemikiran umum dan mau tampil beda, karena mereka berani percaya di saat orang lain ragu-raagu, karena mereka mau mengambil resiko dengan hidupnya dengan apa yang mereka pegang, karena mereka lebih memilih mati daripada hidup dengan kehidupan yang kosong, dunia akan memperhatikan apa yang memotivasi para murid tersebut. Pada waktunya, mereka menjungkirbalikkan dunia filsafat dan agamawi.
Kata-kata Paulus, 'Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini' telah memberi arti dan makna yang luarbiasa pada kita saat ini. Kata-kata tersebut memotong seperti pedang tajam di kehidupan kita. Itu bukan kata-kata yang berkompromi. Didalamnya terkandung tekanan akan panggilan untuk berperang. Kata-kata itu memisahkan antara mereka yang lemah dengan yang kuat. Dan kata-kata itu merupakan kata-kata yang menginspirasi, dan kita butuh mendengarkannya saat sekarang ini. ¤

Pertama, kita tidak harus sama dengan mentalitas dunia - Dunia  dengan iklan-ilklannya, percakapan dan filsafatnya  melibatkan diri secara aktif dalam tugas pencucian-otak raksasa besar-besaran. Banyak hiburan yang dimiringkan ke hal yang memberi makan kekerasan, sex, dan pelanggaran-hukum. Sepertinya dalang kejam sedang memainkan peran yang ada di dunia dengan tujuan utamanya untuk mencuci-otak orang-orang Kristen agar mereka berkompromi dan menyesuaikan diri dengan dunia ini. Sistem pembuangan limbah / kotoran duni ini mengancang untuk mencemari pemikiran orang Kristen. Setan akan terus melakukan pertandingan setiap saat untuk menyita waktu kita membaca Alkitab.
Meskipun begitu,kita masih bisa meendengarkan suara Firman, 'Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama, menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus Yesus' (Flp. 2:5). Dan, 'Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna' (Rm. 12:2). ¤

Kedua, kita harus tidak sama dengan dunia secara fisik - Tubuh kita adalah bait Roh Allah. Kita tidak menyerahkannya ke bait Baal. Kita harus menyerahkan seluruhnya kepada Tuhan sebagai 'persembahan yang hidup.' Pakaian kita, sikap dan tindakan kita haruslah untuk menghormati dan memuliakan Kristus.

Ketiga, kita harus tidak sama dengan masyarakat dunia - Dunia mencoba untuk memasukkan kita kedalam masyarakat sekuler dan menjadikan kita ke gambaran dunia, tetapi Kristus mendorong kita agar tidak sama dengan itu. Jelaslah Dia mengatakan ke yang percaya kepada-Nya, 'Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia' (Yoh. 17:16).
Yesus makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa, tetapi Dia tidak mengijinkan kelompok sosial menjadikan Dia sama dengan cara-cara mereka. Dia memanfaatkan setiap kesempatan untuk menyatakan kebenarran rohani dan membimbing jiwa-jiwa dari kematian ke kehidupan. Kontak kita dengan sosial bukan hanya akan menyenangkan, tetapi juga harus merupakan kesempatan untuk membagikan iman kita dengan mereka yang belum mengenal Yesus. ¤

Keempat, kita tidak harus sama dengan kerohanian dunia - Kita tidak akan dijadikan sama dengan definisi dunia tentang arti agama, tetapi kita harus yakin kalau kita telah memenuhi persyaratan Tuhan untuk pemuridan.
Tidak ada bangsa lain yang lebih beragama dibandingkan Israel di jaman nabi Yesaya. Bait Allah penuh orang. Mezbah berwarna merah karena darah korban persembahan. Perayaan-perayaan agamawi dilakukan dengan ketat, dan duara orang berdoa terdengar di rumah Allah. Tetapi sedikit ibadah sejati dalam penyembahan Israel. Bangsa mengalami pembusukan moralitas. Berbicara seperti yang diperintahkan Tuhan, Yesaya berkata, 'Jangan lagi membawa persembahanmu yang tidak sungguh, sebab baunya adalah kejijikan bagi-Ku. Kalau kamu merayakan bulan baru dan sabat atau mengadakan pertemuan-pertemuan, Aku tidak tahan melihatnya, karena perayaanmu itu penuh kejahatan. Perayaan-perayaan bulan barumu dan pertemuan-pertemuanmu yang tetap, Aku benci melihatnya; semuanya itu menjadi beban bagi-Ku, Aku telah payah menanggungnya.' (Yes. 1:13-14).
Kemudian Yesaya memberitahu bagaimana mereka bisa  dibersihkan dari dosa-dosanya. Dia mengatakan, 'Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari depan mata-Ku. Berhentilah berbuat jahat ... Marilah, baiklah kita beperkara! -- firman TUHAN -- Sekalipun dosamu merah seperti kirmizi, akan menjadi putih seperti salju; sekalipun berwarna merah seperti kain kesumba, akan menjadi putih seperti bulu domba.' (Yes. 1:16, 18).
Ada ribuan orang yang tidak memberikan dirinya kepada Yesus, karena mereka telah menyamakan dirinya dengan dunia. Mereka takut dikatakan fanatik, saleh, yang taat atau agamawi. Seorang Kristen sejati itu tidak mau menyamakan atau mengikuti adat.
Saya meminta orang Kristen dimanapun juga agar berkomitmen sebagai pengkikut Yesus Kristus  tidak sama dengan dunia, tetapi setiap harinya menyerupai Yesus Kristus. Mengapa kita sekarang tidak menyerahkan saja diri kita sepenuhnya kepada Yesus Kristus? ¤

Gereja Yang Tidak Relevan (Brian K. Bold)

Home
(Tidak-Relevan: tidak cocok dengan kebutuhan terkini)
'Setiap orang ingin menjadi relevan. Kita ingin menjadi relevan secara pribadi. Kita ingin menjadi relevan di bisnis kita.' - Rick Warren
Tidak ada seorang pun mau menjadi tidak-relevan, demikian juga gereja. Jadi, bagaimana kalau ada suatu gereja yang pernah menggemparkan dan berpengaruh tiba-tiba menjadi tidak-relevan? Kalau dicermati hal ini tidak terjadi secara mendadak. Pasti akan ditunjukkan tanda-tanda peringatan sebelumnya.
Ada 6 tanda kesalahan yang muncul sebelum suatu gereja menjadi gereja yang tidak-relevan:

#1. MENOLAK PERUBAHAN. Jika kita tidak suka melakukan perubahan, sesungguhnya kita memang menyukai untuk tidak-relevan, bahkan lebih buruk lagi. Sebab, jika kita menolak melakukan sesuatu yang berbeda, sesungguhnya kita sedang dalam keadaan tidak berubah.

#2. MEMILIKI RASA AMAN PALSU. Ketidak-relevan-an itu harus dilawan dengan kerajinan. 'Banyak pemimpin gereja yang menegaskan kalau ketidak-relevan-an tidak akan terjadi kepada mereka. Tetapi, bawaan-alami setiap gereja itu mengalir ke sesuatu yang nyaman dan tidak-relevan. Ketidak-relevanan itu sesuatu yang tidak-kentara tetapi yang tidak bisa dihindarkan.

#3. MENGABAIKAN GENERASI BERIKUT. Ketidak-relevanan juga harus dihadapi dengan suatu kesengajaan. Jika seorang pemimpin sudah berusia 40 tahun keatas maka harus bekerja keras agar tetap relevan, dan tetap bisa ada dikemunan para pemim[in muda.

#4. MENGABAIKAN KOMUNITAS. Jika perubahan di luar organisasi itu lebih cepat dibandingkan perubahan yang ada di dalam organisasi maka organisasi akan menjadi tidak-relevan lagi. Misalnya, jika komunitas di suatu wilayah menjadi komunitas yang multibudaya sedangkan gereja mega yang tadinya luarbiasa akan menjadi sekarant kalau tidak mau menyesuaikan diri dengan perubahan yang sedang terjadi.

#5. TIDAK MAU / BERANI AMBIL RESIKO. Menjadi terlalu menolak akan resiko menyebabkan banyak perusahaan berhenti melakukan inovasi dan menolak ide-ide baru. Kalau ini terjadi sebagai pertanda langkah awal menuju ke sesuatu yang tidak-relevan.

#6. BERPIKIR TIDAK PUNYA WAKTU. Apa pelayanan kita diprogramkan untuk menjangkau perubahan komunitas dan generasi berikut? Gereja harus mentargetkan generasi berikut. Gereja harus segar dan bertumbuh. Jika tidak, kita sedang merosot tajan ke arah yang tidak-relevan. Segala sesuatu itu menjadi semakin cepat ... tidak ada yang melambat. Kecenderungan menuju ke yang tidak-relevan itu saat ini jauh lebih cepat dibandingkan 10 tahun yang lalu.

Jadi, setelah kita membaca enam kesalahan yang dilakukan oleh gereja yang tidak-relevan, apa gereja kita ada dalam bahaya menjadi gereja yang tidak-relevan? Jika ya, apa yang bisa kita persiapkan untuk melakukan pembalikan kemerosotan yang sedang terjadi?

13-Tantangan Yang Menghambat Kebangunan Rohani (Joseph Mattera)

Home
Pengantar - Dua tahun lalu saya makan malam dengan bishop terkemuka Afrika yang terlibat dalam kebangunan nasional Uganda. Pertemuan itu dan kenyataan seminggu sebelum pertemuan ada Hari Doa Nasional di Amerika membuat saya memikirkan masalah kebangkitan dan kebangunan rohani dan bagaimana itu bisa terjadi lagi di bangsa kami, Amerika.
Saya juga sudah berbicara dengan banyak orang yang mempercayai kalau kondisi ekonomi dan politik secara global saat ini akan terus mengalami pembusukan; karena itu banyak yang mendapat beban besar untuk berdoa agar terjadi kebangunan rohani global.
Sewaktu saya menghabiskan banyak waktu mempelajari kebangunan rohani Pertama, Kedua, dan Ketiga di Amerika, di Azusa Street abad 20, dan wabah gerakan pembaharuan seperti Gerakan Hujan Akhir pada akhir tahun 1940-an, Gerakan Kharismatik pada tahun 1960 dan 1970-an, dan beberapa gerakan pembaharuan yang lebih kecil yang muncul di jemaat-jemaat lokal (Airport Toronto, Pensacola), saya meyimpulkan adanya hambatan besar dalam budaya dan sosial untuk bisa melihat terobosan kebangunan rohani (dibandingkan dengan kebangunan di jemaat lokal) yang bisa dialami oleh suatu bangsa seperti Amerika pada jaman Whitefield, Wesley, Edwards, Finney dan yang lain-lain.
Lebih jauh, telah terjadi kebangkitan dan kebangunan rohani besar di berbagai tempat di sebelah selatan (Afrika, China, Indonesia, dand Amerika Latin) yang telah direkayasa berkenaan dengan gerakan di atas. Karena ini, saya saya menanyakan diri berkali-kali: Mengapa hal seperti itu tidak terjadi di Amerika Utara atau Eropa Barat? Sesungguhnya, budaya telah mengalahkan pengurapan dan bahkan meniadakan firman Allah (Mar. 7:13). Artinya, saat ini ada hambatan dan tantangan besar budaya yang menghalangi terjadinya kebangkitan seperti dialami Amerika pada abad 18 dan 19. Kita bisa menemukan pemecahannya untuk mengatasinya tantangan budaya ini atau kita harus meminta Tuhan cara lain untuk menembus budaya dengan cara yang lebih halus. Kalau tidak, kita tidak bisa sekedar tetap ada di jalan yang sama, mengharap terjadinya kebangunan nasional dengan mengabaikan permasalahan yang sedang menekan ini.
Yang berikut ini beberapa pemikiran saya berkenaan dengan tantangan yang melemahkan / menghambat kebangunan rohani nasional:

#1. Berkurangnya Kontak Tatap-Muka – Orang-orang tidak lagi melakukan banyak tatap-muka. Mereka berhubungan melalui teks, Facebook, Twitter dan bentuk-bentuk jaringan sosial online lain. Ini menghalangi kemampuan injil bisa dengan efektif menarik perhatian dan fokus anak muda (begitu juga orang yang lebih tua) karena proses berpikir kita yang dibanjiri dengan interaksi sosial yang murahan dan yang seringkali merusak, di samping internet porno, video game dan hal-hal lain yang menyedot kehidupan dan enersi rohani suatu generasi!
Akibatnya, anak-anak tidak terampil dalam bersosial seperti generasi sebelumnya dan tidak berminat menyediakan waktu untuk belajar, membaca buku, mendengarkan kotbah, dan punya daya-tahan untuk memikirkan hal-hal yang dalam. Tentunya juga ada pengecualian di antara anak-anak muda.
#2. Budaya cara-pikir bebas Amerika, bukannya cara-pikir bersama – Sewaktu saya mendengar cerita tentang kebangunan di Korea Selatan, China, Afrika, Kolumbia, dan yang lain-lain, saya langsung beranggapan kalau bangsa-bangsa tersebut kurang menghadapi tantangan budaya dibandingkan dengan Amerika. Budaya-budaya mereka punya lebih caraa-pikir bersama / komunal, dimana mereka cenderung untuk menyesuaikan pada norma-norma yang ada di hadapan mereka yang diletakkan oleh pemipin dan / atau kelompok yang kuat, dibandingkan dengan cara-pikir berbeda yang melandasi para individu di Amerika, yang suka menonjol dan yang diperburuk dengan kemajuan tehnologi.
Oleh karena itu sulit untuk mendapatkan dan memegang struktur menggembalakan kelompk kecil, keluar rumah untuk berdoa setiap hari jam 5 pagi, menghadiri pertemuan malam hari lima hari seminggu, mengikuti serangkaian sasaran penginjilan, dll. Itulah mengapa strategi-strategi pertumbuhan gereja dan penginjilan, seperti G12, tidak berjalan di Amerika. Bahkan pendiri G12 juga tidak berhasil melakukannya di Miami seperti yang dia alami di Bogota, Kolombia.
Orang di Amerika harus menemukan strategi-strategi yang bisa berjalaan dalam konteks budaya Amerika, bukaan sekedar menjiplak strategi-strategi yang berjalan dengan efektif di konteks dan budaya-budaya komunal.

#3. Kurangnya kohesi geografi dari kota-kota modern – Di jamannya Finney, Wesley, Edwards, dan Whitefield yang mengawali Revolusi Industri, banyak orang yang meninggalkan komunitas pertanian mereka dan pergi ke kota-kota besar untuk memperoleh pekerjaan. Di saat itu rata-rata orang jarang melakukan perjalan jauh dari rumahnya, mereka punya 15 sahabat saja sejak dari merangkak s ampai ke kubur, yang hidup dengan ataau dalam lingkup keluarga, dan tidak melakukan apa-apa di malam hari, selain tinggal bersama dengan komunitasnya untuk hal-hal sosial seperti dansa, main kartu, dll.
Oleh karena itu penginjil seperti Finney saat mengadakan kebaktian kebangunan rohani seluruh komunitas bisa datang setiap malam selama berminggu-minggu. Baik Roh Kudus maupun penginjil punya perhatian yang tidak terpecah di seluruh komunitas, yang menghasilkan kebangunan massal yang pada akhirnya menyebar ke seluruh wilayah.
Saat sekarang ini orang-orang tidak menggabungkan diri dengan komunitasnya, bahkan dengan mereka yang ada dalam bloknya, Oleeh karena itu kita tidak terhubung dalam kehidupan tetangga kita tetapi telah memiliki minat yang berbeda-beda. Ini berarti bahwa kita bisa hidup hidup bersama di satu blok dengan seseorang selama puluhan tahun seperti di kota New York tetapi tidak pernah tahu namanya!
Keadaan putus-hubungan sosial ini suatu gereja yang mengadakan kebaktian di seberang jalan dari tetangganya, tokh kesulitan untuk bisa mengajak tetangganya menghadiri kebaktian yang dilakukan. Pengaruh injil diencerkan.
Juga, geraja-gereja tidak sering melakukan sesuatu yang berfokus pada komunitas, tetapi seringkali yang datang itu mereka yang melakukan perjalan dari komunitas yang berbeda di wilayahnya. Fragmentasi ini menghasilkan kurangnya kohesi, ikatan internal, dan yang merupakan tantangan besar bagi kebangunan komunitas.
Selama beberapa tahun di awal pelayanan penginjilan saya di tahun 1980 kami bisa menembus penghalang di komunitas kami karena akan menutup seluruh blok dan mengadakan perputaran film penginjilaan seperti “The Cross and the Switchblade.” Hasilnya seperti kebangunan rohani Finney; kami bisa melihat banyak orang yang tinggal di blok suatu kota datang kpada Kristus! Itu seperti apa yang dituliskan di buku sejarah: kami akan mempertontonkan bioskop, saya akan mengkotbahkan pesan penginjilan selama 15 menit, memanggil ke depan bagi yang mau menerima keselamatan, dan antara 50-70 orang yang tinggal blok tersebut mengambil keputusan bagi Kristus! Saya akan melihat kebangunan rohani besar dan meminta mereka datang ke berbagai gereja yang ada karena gereja induk kami ada di tempat yang jauh. Tentunya ini terjadi sebelum adanya video rumah, komputer, internet. Dll. Jadi, di saat di dunia sekarang akan lebih sulit untuk mengumpulkan orang-orang yang ada di blok di suatu kota untuk nonton bioskop – khususnya dengan aktor-aktor Kristen kelas B karena keterbatasan dana!

#4. Banyak Distraksi dan Pilihan – Selama kebangunan pada abad 18 dan 19 orang-orang punya sedikit pilihan akan transportasi, tehnologi, dan keuangan. Oleh karena itu saat ada gereja dibuka di suatu komunitas, itu bukan saja sebagai pusat rohani tetapi juga pusat sosial dan budaya bagi semua orang, bahkan bagi yang tidak percaya. Msisalnya, Charles Finney sebagai seorang anggota paduan suara di komunitasnya meskipun dia sebagai orang yang tidak peraya! Oleh karena itu saat Tuhan bergerak di suatu gereja otomatis berpengaruh padaa atmosfir komunitas dan daerahnya!
Sekarang ini orang-orang punya televisi, radia, komputer, bowling, bisokos, olahraga, tempat kebugaran, senia beladiri, dll. Terlalu banyak pilihan memberikan kurangnya ikatan kohesi dan kurangnya perhatian untuk diberikan ke Tuhan dan gereja.

#5. Kemamkmuran Gereja dan Umat Percaya Amerika/Barat
Dalam mempelajari kebangunan rohani nasional sepertinya selalu didahului oleh penyimpaangan sosial dan budaya. Sangaat jarang sekelompok orang akan membuka diri terhadap Injil jika mereka punya banyak kekayaan dengan pemerintahan yang stabil.
Peperangaan ekonomi, budaya dan poliik dan disorientasi yang saat ini dihadapi banagsa Amerika bisa menjadi anugerah terbesar ke mereka yang mencari jalan bagi Tuhan untuk menerobos dan membangunkan bangsa ini! Itu bukan hanya sebagai tanda penghukuman Tuhan tetapi kasih Tuhan jika sepertinya menjadi semakin jelek bagi rata-rata orang Amerika dan penduduk global. Tuhan rindu agar mereka memanggil nama-Nya untuk pembebasan, tetapi kebanyakan orang tidak akan melakukan hal ini jika keadaan mereka nyaman dalam kehidupannya.

#6. Kurangnya Pengharapan berdasarkan Iman akan mujizat dan tergerusnya Kekristenan ke sesuatu yang Pragmatis - Banyak,kalau tidak semua, gereja Injili dan Pentakosta hanya memiliki komitmen yang suam-suam untuk melihat kuasa Tuhan beroperasi di tengah-tengah mereka. Bahkan, di gereja Pentakosta jarang ada bukti karunia Roh Kudus dan kuasa kesembuhan Ilahi baik di kebaktian gereja dan kehidupan orang! Kekristenan Amerika dan Barat menerima dengan enggan sesuatu yang lebih carapikir alami/pragmatis akan budaya mereka, dan cenderung ke gereja yang menawarkan priram-program manis daan pesan-pesan yang menyembuhkan/melegakan yang dilakukan oleh gaya korporasi pemerintahan dan sistem gereja. Di hampir banyak kasus kederhanaan dan kuasa injil telah digantikan dengan yang pragmatis dan alami ini.
Oleh karena itu rata-rata gembala dan pengunjung gereja diharapkan untuk tinggal di rumah saat mereka sakit bukannya ke gereja untuk memperoleh kesembuhan (baca Yak. 5:13-15), dan sepertinya menggantungkan diri pada pengobatan alami untuk menyembuhkan tubuh, emosi dan sakit-penyakit mereka, sama seperti tetangganya yang tidak percaya. Harapan Tuhan memberikan terobosan dan kesembuhan, membebaskan dan menyatakan mujizat begitu tidak ada di gereja-gereja Barat. Kit butuh menangkap kembali pengagungan, kebesaran dan misteri Tuhan ada kembali di gereja kita!

#7. Kurangnya Mengkotbahkan hukum Tuhan dan Sepuluh Perintah Allah – Banyak gembala dan gereja yang telah mengabaikan Perjanjian Lama, Sepuluh Perintah Allah dan hukum moral Allah dalam kotbah dan pengajaran mereka. Sebagai akibatnya, kecil sekali adanya tempelakan dosa yang membawa ke pengambilan keputusan untuk menerima Kristus yang sejati, melainkan keputusan yang hanya didorong oleh emosionil semata. Para gembala perlu mengkotbahkan hukum moral Allah sekali lagi karena dengan hukum tersebut pengetahuan akan dosa (Rm. 7:7) yang akan membimbing kita kepada Kristus )Gal. 3:24). Jika baik masyarakat dan gereja meninggalkan Sepuluh Perintah Allah akan lebih sedikit orang yang bisa ditempelak dosa atau bahkan perlunyaa mereka akan keselamatan, yang akan menjadikan hambatan yang begitu besar akan kebangunan rohani yang alkitabiah.

#8. Kurangnya Mengkotbahkan sorga, neraka dan kekekalan – Cukup dengan bertanya: Kapan terakhir kali gembala kita suatu pesan mengenai neraka? (Baca Mat. 3:7; Luk. 16:19-31)

#9. Kurangnya rasa takut akan Tuhan di gereja – Sekarang ini sangat umum bagi pengunjung gereja Injili untuk hidup bersama dalam dosa, mempraktekkan seks sebelum menikah, bermabuk-mabukan, berkunjung di nigth club, mengunggah gambar-gambar tidak senonoh di Facebook, mengatakan kata-kata kotor, dan mendengarkan musik orang fasik – semuanya dengan mengatas-namakan kasih-karunia dan sebaga tanggapan legalisme yang berlebihan.
Bahkan yang lebih buruk lagi, di gereja tidak ada akuntabilitas (bertanggung-jawab). Mereka yang hidup seperti itu diijinkan melayani sebagai hamba Tuhan dan pemimpin! Alkitab mengajarkan kalau permulaan hikmat adalah takut akan TUHAN (Ams. 9:10). Kitab Amsal menunjukkan kalau takut akan Tuhan ialah dengan membenci dosa (Ams. 8:13). Dengan begitu banyak orang Kristen dan pemimpin yang hidupnya terus-menerus ada di pinggiran atau di perbatasan kehidupan dosa dengan mengatas-namakan kasih-karunia, ini merupakan hambatan besar untuk gerakan sejati Tuhan karena perilaku semacam itu mendukakan, bukannya menarik, Roh Kudus (Ef. 4:29-5:10).
#10. Kurangnya doa dan mencari Tuhan yang dilakukan oleh pribadi, keluarga dan jemaat – Sementara hampir semua orang Kristen mencela Madalyn Murray O'Hair yang atheis, yang berhasil mengeluarkan doa untuk tidak dilakukan di sekolah di awal 1960, tetapi kita mengakui kalau doa itu juga sudah dicopot sebelum hal tersebut terjadi. Hanya sedikit umat percaya yang saya ketahui yang telah membangun mezbah keluarga di rumah-rumah mereka dan yang terus-menerus mencari Tuhan bersama pasangan dananak-anak mereka.
Lebih jauh, saya mendengar kalau 20 tahun terakhir survey menunjukkan kalau rata-rata gembala hanya berdoa sekitar 22 menit saja! Bagaimana kita bisa mengharap kebangunan rohani yang bisa menggoncang dunia jika para pemimpin gereja sendiri bahkan tidak mencari Tuhan!

#11. Kurangnya dilakukan doa kesatuan yang terus-menerus di antara para gembala dan gereja – Salah satu hal yang saya ingat saat membaca Kebangunan Besar Pertama dan Kedua di Amerika ialah pentingnyaa doa kesatuan di antara gereja di setiap komunitas. Jonathan Edwards memulai Gerakan Konser Doa yang menyebar ke Amerika dan begitu besar memberi d ampak ke Inggris. Finney meminta para gembala dan jemaat di masing-masing komunitas untuk berdoa sebelum dan sementara dia melakukan kebaktian kebangunan rohani di daerah mereka.
Doa bersama yang dipertahankan terus-menerus akan memberi hasil kebangunan besar di gereja, yang segera memberi dampak di jemaat mereka. Tetapi untuk memberi dampak ke suatu kota atau wilayah dibutuhkan komitmen para gembala untuk mengadakan doa bersama beserta para staff penggembalaan dan rekan sepelayanan mereka.

#12. Fragmentasi pengetahuan yang menyimpangkan cara-pandang alkitabiah – Dengan semua informasi yang saat ini tersedia di internet – agama, filsafat, atheis, pos-modern, modern, gerakan Jaman Baru, dll. - akan semakin sulit untuk memiliki kebangkitan rohani di antara mereka yang tinggal di kota-kota karena di jaman Kebangkitan Pertama dan Kedua itu bahkan mereka yang tidak percaya pun sudah punya cara-pandang alkitabiah! Misalnya, baca tulisan Benjamin Franklin dan Thomas Jefferson, yang keduanya bukan umat percaya, tetapi memiliki cara-pikir Yudeo/Kristen kuat!
Sampai masa yang dinamakan Enlightenment, Pencerahan, para ahli theologi Kristen seperti Aquinas berpikir sangat mungkin untuk menggabungkan semua pengetahuan di dunia di bawah cara-pandang alkitabiah. Tetapi semakin mereka banyak mempelajari filsafat dan agama-agama dunia yang berbeda-beda mereka semakin menyadari kalau hal itu merupakan kerja yang berat untuk bisa dilakukan! Bagaimana kerasnya (tetapi bukannya tidak mungkin) kalau saat sekarang ini untuk bisa melihat seluruh komunitas (khususnya dalam pendidikan, wilayah-wilayah perkotaan mengalami kebangkitan, karena rata-rata orang dengan internet punya akses jutaan buku, artikel dan informasi untuk suatu permasalahan. Oleh karena itu, setiap orang berpikir kalau dirinya adalah ahli; hari-hari dimana pelayan Tuhan itu bukan hanya yang orang yang paling rohani, tetapi juga yang paling terpelajar dan berpengetahuan di komunitasnya, sudah hilang!
Saya masih percaya cara-pandang alkitabiah itu merupakan cara lihat yang paling kohesif, dan satu-satunya pandangan yang menjadikan kesan yang rasional tentang dunia. Tetapi untuk bisa menyeberang ke hal tersebut, bahkan di lingkungan tetangga kita saja, sekarang ini ada tantangan begitu besar karena adanya fragmentasi pengetahuan!


#13. Injil tidak menyerap ke sistem elite dan masyarakat budaya – Kebangunan rohani global saat ini (tetapi tidak eksklusif) terjadi di antara bangsa-bangsa termiskin dan tidak terpelajar di dunia. Misalnya, kebangunan terbesar selama 50 tahun belakangan terjadi di wilayah-wilayah berkembang seperti Afrika, China dan Amerika Latin di tengah-tengah kekacauan ekonomi dan politik yang menjadikan rata-rata orang akan terbuka pada kuasa penyelamat Tuhan! (Meskipun 10 tahun yang lalu banyak para intelektual perguruan tinggi di China yang diselamatkan!)
Di Amerika, kebangunan terbesar yang menghasilkan perubahan sosial dan reformasi terjadi saat bukan saja mereka yang ada di perguruan-perguruan tinggi, para praktisi hukum bukan hanya memberitakan dan menjangkau bukan hanya massa orang-orang misikin yang tidak terdidik tetapi juga para elite di kota-kota mereka. Di kebangunan Rochester di tahun 1830, Finney memulai kebaktian kebangunan rohaninya pertama-tama dengan menjangkau para pengacara, doktor, hakim dan mereka yang dihormati dan punya pengaruh besar di budaya. Ini menjadikan lebih mudah menjangkau massa!
Bagi kita untuk mengalami kebangunan rohani nasional kita membutuhkan baik disorientasi massa atau menjangkau para elit budaya di seni, musik, ilmu pengetahuan, pendidikan, hukum, dan politik – bukan hanya massa orang-orang miskin yang tidak punya pengaruh, agar membawa perubahan sistemik terhadap budaya. Biasanya hanya gerakan jenis Marxis (misalnya, Occopy Wall Street) dengan menggelembungkan massa orang yang cara memakai kekerasan untuk menciptakan kekaacauan dan menjatuhkan pemerintahan, merupakan sesuatu yang berhasil dalam membawa perubahan yang nyata, bahkan meskipun perubahan yang terjadi itu bersifat demonik! Oleh karena itu, jika kita mau melihat bukan hanya kebangunan dan kebangkitan saja tetapi juga reformasi yang tahan lama yang akan mengubah hukum-hukum dan budaya fasik, maka kita butuh menjangkau para elite, bukan hanya massa orang melalui kampanye penginjilan.
Sebagai penutup, saya tidak menuliskan artikel ini untuk mengecilkan hati siapa pun untuk tidak mendoakan kebangunan rohani tetapi agar menjadikan kita semua berpikir secara serius melalui permasalahan, bukan sekedar menyerderhanakan segala sesuatunya dengan sekedar memakai cara-cara yang dilakukan di bangsa-bangsa dan/atau di era-era sejarah dengan mengharapkan hasil yang sama. Saya masih tetap banyak berdoa untuk kebangunan rohani dan reformasi, tetapi saya juga tahu kalau budaya, strutur-struktur sosial dan norma-norma harus dipahami sebelum bisa menyusun strategi-strategi yang diperlukan untuk memberikan perubahan sistemik dan mengalami kebangunan dan kebangkitan rohani yang mampu menggoncang dunia, yang bisa dialami bangsa kita.
Tentunya, Tuhan sanggup memakai orang asing seperti Filipus untuk menggoncangkan seluruh kota (Kis. 8). Di tahun 1950-an Tuhan memakai penginjil Amerika Tommy Hicks untuk menggoncang bangsa Argentina dengan gerakan luarbiasa tanda heran mujizat, yang masih tetap memiliki dampak sampai hari ini. Tetapi kebangunan rohani Argentina ini didahului dengan paling tidak 3-5 tahun menegangkan, yang berfokus dalam doa syafaat bersama yang dipimpin Dr. Miller dan yang lain-lain di lingkarannya. (Lihat poin 11 di atas).
Bahkan, mari kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dan memahami saat-saat dimana kita hidup (1 Taw. 12:32) sehingga saat kita mencari Tuhan, Dia akan memberi kita hikmat untuk tahu bagaimana kita bisa memberi dampak paling besar pada komunitas, kota, bangsa dan bangsa-bangsa di dunia!
Saya pikir kita harus menanyakan pada diri-sendiri pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan kebangunan agar memperoleh kejelasan dan sesuatu yang praktis:

  • Apa kita benar-benar sangat merindukan kebangunan rohani, kebangkitan dan reformasi, ATAU, kita sudah puas dengan hal-hal di dunia seperti apa adanya?
  • Apa kita secara pribadi menghambat kebangunan di gereja dan kota kita?
  • Apa kita serius mencari Tuhan atau berdoa sekedarnya saja agar terjadi kebangunan rohani?
  • Apa kita membuka diri terhadap strategi-strategi Tuhan saat kita mendoakan kebangunan atau kita terus memegang ide-ide anggapan bagaimana kita pikir Tuhan akan melakukannya?
  • Apa kita mencoba menjiplak cara-cara lama untuk kebangunan rohani yang tidak relevan lagi?
  • Apa ada strategi-strategi baru yang belum pernah digunakan sebelumnya yang harus dilakukan gereja untuk membangkitkan kebangunan rohani?
  • Apa bangsa kita telah mengalami terobosan sosial yang akan dibuka untuk Tuhan?
    Bukannya kebangunan masif dan spontan seperti masa lalu, apa Tuhan akan mengembangkan negara-negara bagi gereja untuk mempergunakan perlahan-lahan strategi multi-generasi, penetrasi sosial di setiap level masyarakat untuk reformasi dan transformasi?
  • Apa kita memberitakan seluruh isi hati Tuhan yang bisa menyadarkan orang-orang berdosa dan menempelak para umat percaya yang berkompromi? 
Disadur bebas oleh Iskak Hutomo dari
THIRTEEN MODERN CHALLENGES TO AWAKENING AND REVIVAL
oleh Joseph Mattera

Minggu, 01 Juni 2014

Devosi JUNI 2014

4-CARA MERESPON DUNIA  - Billy Graham     Home
01-Mei-2014: Dalam kerinduan kita untuk menjadikan Kristus dikenal dan untuk meingkatkan pengaruh gereja, kita cenderung mengira kalau orang-orang Kristen dan gereja bisa dijadikan populer oleh dunia yang tidak percaya. Ini kesalahan fatal. Penyaliban Kristus itu sebagai laknat atau kutukan bagi Setan, dan pesan Injil itu tetap menjadi batu sandungan dan kebodohan bagi dunia. Tuhan mengingatkan para murid-Nya, '"Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku dari pada kamu.' (Yoh. 15:18). Rasul Yohanes menuliskan, ' Janganlah kamu heran, saudara-saudara, apabila dunia membenci kamu' (1 Yoh. 3:13).
Orang-orang Kristen kadang-kadang kelihatan dendam, tetapi jika kita setia kepada Kristus, kita pastilah mendatangkan murka kepada dunia. 'Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam Kristus Yesus akan menderita aniaya' (2 Tim. 3:12).
Alkitab mengajarkan kalau popularitas bersama dunia itu artinya kematian. Dia sadar kalau satu orang berdiri ditengah-tengah orang-orang kafir dengan mendeklarasikan, 'Sebab aku mempunyai keyakinan yang kokoh dalam Injil, karena Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang yang percaya' (Rm. 1:16), akan bisa lebih banyak membelokkan jalan orang ke Tuhan dibandingkan dengan ribuan profesor agamawi yang hambar.
Kita sering bertanya pada diri sendiri, 'Bagaimana para murid gereja mula-mula bisa menjungkir-balikkan dunia sementara ada jutaan orang Kristen saat ini bahkan tidak bisa berdiri di sisi yang benar?' Jawabnya sederhana saja. Para murid gereja mula-mula itu tidak menyamakan imannya dengan dunia. Mereka punya kebenaran, dan mereka menolak untuk mengencerkannya. Mereka memegang iman yang tidak akan dikompromikan.
Karena mereka berani untuk bayar harga menghadang gelombang pemikiran umum dan mau tampil beda, karena mereka berani percaya di saat orang lain ragu-raagu, karena mereka mau mengambil resiko dengan hidupnya dengan apa yang mereka pegang, karena mereka lebih memilih mati daripada hidup dengan kehidupan yang kosong, dunia akan memperhatikan dengan apa yang memotivasi para murid tersebut. Pada waktunya, mereka menjungkirbalikkan dunia filsafat dan agamawi.

Kata-kata Paulus, 'Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini' telah memberi arti dan makna yang luarbiasa pada kita saat ini. Kata-kata tersebut memotong seperti pedang tajam di kehidupan kita. Itu bukan kata-kata yang berkompromi. Didalamnya terkandung tekanan akan panggilan untuk berperang. Kata-kata itu memisahkan antara mereka yang lemah dengan yang kuat. Dan kata-kata itu merupakan kata-kata yang menginspirasi, dan kita butuh mendengarkannya saat sekarang ini.

4-CARA MERESPON DUNIA  - Billy Graham     Home
31-Mei-2014: Saat kekaisaran Roma ada kemuliaan dan kuasanya, ada suatu sekte yang dianggap sebagai pengganggu dari sekelompok orang yang sepertinya memiliki sesuatu yang menyala di dalam dirinya sehingga mereka berani tampil beda.
Saat era dimana imoralitas dan kemewahan sebagai gayahidup, orang-orang Kristen menolak dicemari dengan praktek-praktek sensual yang bisa menghancurkan kebudayaan mereka. Di masa dimana kehidupan manusia murah, orang-orang Kristen menaruh tinggi-tinggi nilai-nilai manusia dan destiny jiwa mereka.
Orang-orang Kristen ini menolak dibenamkan ke masyarakat Roma yang tidak punya Allah. Mereka tidak mendengar hukum yang sekarang kita dengar: 'Jika ada di Roma, berbuatlah sebagai yang orang-orang Roma lakukan.' Hukum Roma mulai berusaha menstempel Kekristenan sebagai kesatuan kafir pengganggu.
Orang-orang Roma memiliki gagasan palsu yang menyatakan kalau hatinurani seseorang itu bisa diatur oleh hukum sehingga dengan menyatakan mereka ilegal bisa mengubahkan mereka. Semua harus menyembah Kaisar. Semua harus menyesuaikan diri dengan kebiasaan penyembah berhala. Semua harus berperilaku seperti orang-orang Roma asli.
Mereka yang tidak mau menyesuaian diri diancam dengan hukuman mati. Banyak dari mereka yang memilih untuk mati daripada menyesuaikan diri dengan Roma dan mengkompromikan hatinuraninya.
Seorang Kristen Roma, Paulus, mengangkat penanya dan menuliskan ke semua orang Kristen di sepanjang sejarah, 'Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna' (Rom. 12:2).
Waktu berubah, tetapi hakekat manusia tidak. Dunia kafir tetap mencoba memberi stempel penyesuaian diri pada setiap pengikut Yesus Kristus. Setiap kesempatan dipakai untuk memberi tekanan yang bisa membebani orang-orang Kristen agar mereka bisa menyesuaikan diri dengan standar-standar dunia.
Rasul Pulus mendorong setiap orang Kristen dimanapun di sepanjang jaman agar tidak menyesuaikan diri dengan sistem-sistem dunia. Seorang Kristen sejati yang menghidupi kehidupan yang taat, merupakan sikap dan tindakan yang seperti suatu teguran yang terus-menerus ke mereka yang menerima standar-standar moral dunia ini.

Dipersembahkan oleh Iskak Hutomo bagi kesatuan Tubuh Kristus