Home
Pengantar
- Dua tahun lalu saya makan malam dengan bishop terkemuka Afrika
yang terlibat dalam kebangunan nasional Uganda. Pertemuan itu dan
kenyataan seminggu sebelum pertemuan ada Hari Doa Nasional di Amerika
membuat saya memikirkan masalah kebangkitan dan kebangunan rohani dan
bagaimana itu bisa terjadi lagi di bangsa kami, Amerika.
Saya
juga sudah berbicara dengan banyak orang yang mempercayai kalau
kondisi ekonomi dan politik secara global saat ini akan terus
mengalami pembusukan; karena itu banyak yang mendapat beban besar
untuk berdoa agar terjadi kebangunan rohani global.
Sewaktu
saya menghabiskan banyak waktu mempelajari kebangunan rohani
Pertama, Kedua, dan Ketiga di Amerika, di Azusa Street abad
20, dan wabah gerakan pembaharuan seperti Gerakan Hujan Akhir pada
akhir tahun 1940-an, Gerakan Kharismatik pada tahun 1960 dan 1970-an,
dan beberapa gerakan pembaharuan yang lebih kecil yang muncul di
jemaat-jemaat lokal (Airport Toronto, Pensacola), saya meyimpulkan
adanya hambatan besar dalam budaya dan sosial untuk bisa melihat
terobosan kebangunan rohani (dibandingkan dengan kebangunan di jemaat
lokal) yang bisa dialami oleh suatu bangsa seperti Amerika pada jaman
Whitefield, Wesley, Edwards, Finney dan yang
lain-lain.
Lebih
jauh, telah terjadi kebangkitan dan kebangunan rohani besar di
berbagai tempat di sebelah selatan
(Afrika, China, Indonesia, dand Amerika Latin)
yang telah direkayasa berkenaan dengan gerakan di atas. Karena ini,
saya saya menanyakan diri berkali-kali: Mengapa hal seperti itu tidak
terjadi di Amerika Utara atau Eropa Barat? Sesungguhnya, budaya telah
mengalahkan pengurapan dan bahkan meniadakan firman Allah (Mar.
7:13). Artinya, saat ini ada hambatan dan tantangan besar budaya
yang menghalangi terjadinya kebangkitan seperti dialami Amerika pada
abad 18 dan 19. Kita bisa menemukan pemecahannya untuk mengatasinya
tantangan budaya ini atau kita harus meminta Tuhan cara lain untuk
menembus budaya dengan cara yang lebih halus. Kalau tidak, kita tidak
bisa sekedar tetap ada di jalan yang sama, mengharap terjadinya
kebangunan nasional dengan mengabaikan permasalahan yang sedang
menekan ini.
Yang
berikut ini beberapa pemikiran saya berkenaan dengan tantangan yang
melemahkan / menghambat kebangunan rohani nasional:
#1. Berkurangnya
Kontak Tatap-Muka –
Orang-orang tidak lagi melakukan banyak tatap-muka. Mereka
berhubungan melalui teks, Facebook, Twitter dan bentuk-bentuk
jaringan sosial online lain. Ini menghalangi kemampuan injil bisa
dengan efektif menarik perhatian dan fokus anak muda (begitu juga
orang yang lebih tua) karena proses berpikir kita yang dibanjiri
dengan interaksi sosial yang murahan dan yang seringkali merusak, di
samping internet porno, video game dan hal-hal lain yang menyedot
kehidupan dan enersi rohani suatu generasi!
Akibatnya,
anak-anak tidak terampil dalam bersosial seperti generasi sebelumnya
dan tidak berminat menyediakan waktu untuk belajar, membaca buku,
mendengarkan kotbah, dan punya daya-tahan untuk memikirkan hal-hal
yang dalam. Tentunya juga ada pengecualian di antara anak-anak muda.
#2. Budaya
cara-pikir bebas Amerika, bukannya cara-pikir bersama –
Sewaktu saya mendengar cerita tentang kebangunan di Korea Selatan,
China, Afrika, Kolumbia, dan
yang lain-lain, saya langsung beranggapan kalau bangsa-bangsa
tersebut kurang menghadapi tantangan budaya dibandingkan dengan
Amerika. Budaya-budaya mereka punya lebih caraa-pikir bersama /
komunal, dimana mereka cenderung untuk menyesuaikan pada norma-norma
yang ada di hadapan mereka yang diletakkan oleh pemipin dan / atau
kelompok yang kuat, dibandingkan dengan cara-pikir berbeda yang
melandasi para individu di Amerika, yang suka menonjol dan yang
diperburuk dengan kemajuan tehnologi.
Oleh
karena itu sulit untuk mendapatkan dan memegang struktur
menggembalakan kelompk kecil, keluar rumah untuk berdoa setiap hari
jam 5 pagi, menghadiri pertemuan malam hari lima hari seminggu,
mengikuti serangkaian sasaran penginjilan, dll. Itulah mengapa
strategi-strategi pertumbuhan gereja dan penginjilan, seperti G12,
tidak berjalan di Amerika. Bahkan pendiri G12 juga tidak berhasil
melakukannya di Miami seperti yang dia alami di Bogota, Kolombia.
Orang
di Amerika harus menemukan strategi-strategi yang bisa berjalaan
dalam konteks budaya Amerika, bukaan sekedar menjiplak
strategi-strategi yang berjalan dengan efektif di konteks dan
budaya-budaya komunal.
#3. Kurangnya
kohesi geografi dari kota-kota modern
– Di jamannya Finney, Wesley, Edwards, dan Whitefield yang
mengawali Revolusi Industri, banyak orang yang meninggalkan komunitas
pertanian mereka dan pergi ke kota-kota besar untuk memperoleh
pekerjaan. Di saat itu rata-rata orang jarang melakukan perjalan jauh
dari rumahnya, mereka punya 15 sahabat saja sejak dari merangkak s
ampai ke kubur, yang hidup dengan ataau dalam lingkup keluarga, dan
tidak melakukan apa-apa di malam hari, selain tinggal bersama dengan
komunitasnya untuk hal-hal sosial seperti dansa, main kartu, dll.
Oleh
karena itu penginjil seperti Finney saat mengadakan kebaktian
kebangunan rohani seluruh komunitas bisa datang setiap malam selama
berminggu-minggu. Baik Roh Kudus maupun penginjil punya perhatian
yang tidak terpecah di seluruh komunitas, yang menghasilkan
kebangunan massal yang pada akhirnya menyebar ke seluruh wilayah.
Saat
sekarang ini orang-orang tidak menggabungkan diri dengan
komunitasnya, bahkan dengan mereka yang ada dalam bloknya, Oleeh
karena itu kita tidak terhubung dalam kehidupan tetangga kita tetapi
telah memiliki minat yang berbeda-beda. Ini berarti bahwa kita bisa
hidup hidup bersama di satu blok dengan seseorang selama puluhan
tahun seperti di kota New York tetapi tidak pernah tahu namanya!
Keadaan
putus-hubungan sosial ini suatu gereja yang mengadakan kebaktian di
seberang jalan dari tetangganya, tokh kesulitan untuk bisa mengajak
tetangganya menghadiri kebaktian yang dilakukan. Pengaruh injil
diencerkan.
Juga,
geraja-gereja tidak sering melakukan sesuatu yang berfokus pada
komunitas, tetapi seringkali yang datang itu mereka yang melakukan
perjalan dari komunitas yang berbeda di wilayahnya. Fragmentasi ini
menghasilkan kurangnya kohesi, ikatan internal, dan yang merupakan
tantangan besar bagi kebangunan komunitas.
Selama
beberapa tahun di awal pelayanan penginjilan saya di tahun 1980 kami
bisa menembus penghalang di komunitas kami karena akan menutup
seluruh blok dan mengadakan perputaran film penginjilaan seperti
“The Cross and the Switchblade.” Hasilnya
seperti kebangunan rohani Finney; kami bisa melihat banyak orang yang
tinggal di blok suatu kota datang kpada Kristus! Itu seperti apa yang
dituliskan di buku sejarah: kami akan mempertontonkan bioskop, saya
akan mengkotbahkan pesan penginjilan selama 15 menit, memanggil ke
depan bagi yang mau menerima keselamatan, dan antara 50-70 orang yang tinggal blok tersebut mengambil keputusan bagi Kristus! Saya akan
melihat kebangunan rohani besar dan meminta mereka datang ke berbagai
gereja yang ada karena gereja induk kami ada di tempat yang jauh.
Tentunya ini terjadi sebelum adanya video rumah, komputer, internet.
Dll. Jadi, di saat di dunia sekarang akan lebih sulit untuk
mengumpulkan orang-orang yang ada di blok di suatu kota untuk nonton
bioskop – khususnya dengan aktor-aktor Kristen kelas B karena
keterbatasan dana!
#4.
Banyak Distraksi dan Pilihan – Selama kebangunan pada abad 18
dan 19 orang-orang punya sedikit pilihan akan transportasi,
tehnologi, dan keuangan. Oleh karena itu saat ada gereja dibuka di
suatu komunitas, itu bukan saja sebagai pusat rohani tetapi juga
pusat sosial dan budaya bagi semua orang, bahkan bagi yang tidak
percaya. Msisalnya, Charles Finney sebagai seorang anggota paduan
suara di komunitasnya meskipun dia sebagai orang yang tidak peraya!
Oleh karena itu saat Tuhan bergerak di suatu gereja otomatis
berpengaruh padaa atmosfir komunitas dan daerahnya!
Sekarang
ini orang-orang punya televisi, radia, komputer, bowling, bisokos,
olahraga, tempat kebugaran, senia beladiri, dll. Terlalu banyak
pilihan memberikan kurangnya ikatan kohesi dan kurangnya perhatian
untuk diberikan ke Tuhan dan gereja.
#5.
Kemamkmuran Gereja dan Umat Percaya Amerika/Barat
Dalam
mempelajari kebangunan rohani nasional sepertinya selalu didahului
oleh penyimpaangan sosial dan budaya. Sangaat jarang sekelompok orang
akan membuka diri terhadap Injil jika mereka punya banyak kekayaan
dengan pemerintahan yang stabil.
Peperangaan
ekonomi, budaya dan poliik dan disorientasi yang saat ini dihadapi
banagsa Amerika bisa menjadi anugerah terbesar ke mereka yang mencari
jalan bagi Tuhan untuk menerobos dan membangunkan bangsa ini! Itu
bukan hanya sebagai tanda penghukuman Tuhan tetapi kasih Tuhan jika
sepertinya menjadi semakin jelek bagi rata-rata orang Amerika dan
penduduk global. Tuhan rindu agar mereka memanggil nama-Nya untuk
pembebasan, tetapi kebanyakan orang tidak akan melakukan hal ini jika
keadaan mereka nyaman dalam kehidupannya.
#6.
Kurangnya Pengharapan berdasarkan Iman akan mujizat dan tergerusnya
Kekristenan ke sesuatu yang Pragmatis - Banyak,kalau tidak
semua, gereja Injili dan Pentakosta hanya memiliki komitmen yang
suam-suam untuk melihat kuasa Tuhan beroperasi di tengah-tengah
mereka. Bahkan, di gereja Pentakosta jarang ada bukti karunia Roh
Kudus dan kuasa kesembuhan Ilahi baik di kebaktian gereja dan
kehidupan orang! Kekristenan Amerika dan Barat menerima dengan enggan
sesuatu yang lebih carapikir alami/pragmatis akan budaya mereka, dan
cenderung ke gereja yang menawarkan priram-program manis daan
pesan-pesan yang menyembuhkan/melegakan yang dilakukan oleh gaya
korporasi pemerintahan dan sistem gereja. Di hampir banyak kasus
kederhanaan dan kuasa injil telah digantikan dengan yang pragmatis
dan alami ini.
Oleh
karena itu rata-rata gembala dan pengunjung gereja diharapkan untuk
tinggal di rumah saat mereka sakit bukannya ke gereja untuk
memperoleh kesembuhan (baca Yak. 5:13-15), dan sepertinya
menggantungkan diri pada pengobatan alami untuk menyembuhkan tubuh,
emosi dan sakit-penyakit mereka, sama seperti tetangganya yang tidak
percaya. Harapan Tuhan memberikan terobosan dan kesembuhan,
membebaskan dan menyatakan mujizat begitu tidak ada di gereja-gereja
Barat. Kit butuh menangkap kembali pengagungan, kebesaran dan misteri
Tuhan ada kembali di gereja kita!
#7.
Kurangnya Mengkotbahkan hukum Tuhan dan Sepuluh Perintah Allah –
Banyak gembala dan gereja yang telah mengabaikan Perjanjian Lama,
Sepuluh Perintah Allah dan hukum moral Allah dalam kotbah dan
pengajaran mereka. Sebagai akibatnya, kecil sekali adanya tempelakan
dosa yang membawa ke pengambilan keputusan untuk menerima Kristus
yang sejati, melainkan keputusan yang hanya didorong oleh emosionil
semata. Para gembala perlu mengkotbahkan hukum moral Allah sekali
lagi karena dengan hukum tersebut pengetahuan akan dosa (Rm. 7:7)
yang akan membimbing kita kepada Kristus )Gal. 3:24). Jika baik
masyarakat dan gereja meninggalkan Sepuluh Perintah Allah akan lebih
sedikit orang yang bisa ditempelak dosa atau bahkan perlunyaa mereka
akan keselamatan, yang akan menjadikan hambatan yang begitu besar
akan kebangunan rohani yang alkitabiah.
#8.
Kurangnya Mengkotbahkan sorga, neraka dan kekekalan – Cukup
dengan bertanya: Kapan terakhir kali gembala kita suatu pesan
mengenai neraka? (Baca Mat. 3:7; Luk. 16:19-31)
#9.
Kurangnya rasa takut akan Tuhan di gereja – Sekarang ini sangat
umum bagi pengunjung gereja Injili untuk hidup bersama dalam dosa,
mempraktekkan seks sebelum menikah, bermabuk-mabukan, berkunjung di
nigth club, mengunggah gambar-gambar tidak senonoh di Facebook,
mengatakan kata-kata kotor, dan mendengarkan musik orang fasik –
semuanya dengan mengatas-namakan kasih-karunia dan sebaga tanggapan
legalisme yang berlebihan.
Bahkan
yang lebih buruk lagi, di gereja tidak ada akuntabilitas
(bertanggung-jawab). Mereka yang hidup seperti itu diijinkan melayani
sebagai hamba Tuhan dan pemimpin! Alkitab mengajarkan kalau permulaan
hikmat adalah takut akan TUHAN (Ams. 9:10). Kitab Amsal menunjukkan
kalau takut akan Tuhan ialah dengan membenci dosa (Ams. 8:13). Dengan
begitu banyak orang Kristen dan pemimpin yang hidupnya terus-menerus
ada di pinggiran atau di perbatasan kehidupan dosa dengan
mengatas-namakan kasih-karunia, ini merupakan hambatan besar untuk
gerakan sejati Tuhan karena perilaku semacam itu mendukakan, bukannya
menarik, Roh Kudus (Ef. 4:29-5:10).
#10.
Kurangnya doa dan mencari Tuhan yang dilakukan oleh pribadi, keluarga
dan jemaat – Sementara hampir semua orang Kristen mencela
Madalyn Murray O'Hair yang atheis, yang berhasil mengeluarkan doa
untuk tidak dilakukan di sekolah di awal 1960, tetapi kita mengakui
kalau doa itu juga sudah dicopot sebelum hal tersebut terjadi. Hanya
sedikit umat percaya yang saya ketahui yang telah membangun mezbah
keluarga di rumah-rumah mereka dan yang terus-menerus mencari Tuhan
bersama pasangan dananak-anak mereka.
Lebih
jauh, saya mendengar kalau 20 tahun terakhir survey menunjukkan kalau
rata-rata gembala hanya berdoa sekitar 22 menit saja! Bagaimana kita
bisa mengharap kebangunan rohani yang bisa menggoncang dunia jika
para pemimpin gereja sendiri bahkan tidak mencari Tuhan!
#11.
Kurangnya dilakukan doa kesatuan yang terus-menerus di antara para
gembala dan gereja
– Salah satu hal yang saya ingat saat membaca Kebangunan Besar
Pertama dan Kedua di Amerika ialah pentingnyaa doa kesatuan di antara
gereja di setiap komunitas. Jonathan Edwards memulai Gerakan Konser
Doa yang menyebar ke Amerika dan begitu besar memberi d ampak ke
Inggris. Finney meminta para gembala dan jemaat di masing-masing
komunitas untuk berdoa sebelum dan sementara dia melakukan kebaktian
kebangunan rohani di daerah mereka.
Doa
bersama yang dipertahankan terus-menerus akan memberi hasil
kebangunan besar di gereja, yang segera memberi dampak di jemaat
mereka. Tetapi untuk memberi dampak ke suatu kota atau wilayah
dibutuhkan komitmen para gembala untuk mengadakan doa bersama beserta
para staff penggembalaan dan rekan sepelayanan mereka.
#12.
Fragmentasi pengetahuan yang menyimpangkan cara-pandang alkitabiah –
Dengan
semua informasi yang saat ini tersedia di internet – agama,
filsafat, atheis, pos-modern, modern, gerakan Jaman Baru, dll. - akan
semakin sulit untuk memiliki kebangkitan rohani di antara mereka yang
tinggal di kota-kota karena di jaman Kebangkitan Pertama dan Kedua
itu bahkan mereka yang tidak percaya pun sudah punya cara-pandang
alkitabiah! Misalnya, baca tulisan Benjamin Franklin dan Thomas
Jefferson, yang keduanya bukan umat percaya, tetapi memiliki
cara-pikir Yudeo/Kristen kuat!
Sampai
masa yang dinamakan Enlightenment, Pencerahan, para ahli theologi
Kristen seperti Aquinas berpikir sangat mungkin untuk menggabungkan
semua pengetahuan di dunia di bawah cara-pandang alkitabiah. Tetapi
semakin mereka banyak mempelajari filsafat dan agama-agama dunia yang
berbeda-beda mereka semakin menyadari kalau hal itu merupakan kerja
yang berat untuk bisa dilakukan! Bagaimana kerasnya (tetapi bukannya
tidak mungkin) kalau saat sekarang ini untuk bisa melihat seluruh
komunitas (khususnya dalam pendidikan, wilayah-wilayah perkotaan
mengalami kebangkitan, karena rata-rata orang dengan internet punya
akses jutaan buku, artikel dan informasi untuk suatu permasalahan.
Oleh karena itu, setiap orang berpikir kalau dirinya adalah ahli;
hari-hari dimana pelayan Tuhan itu bukan hanya yang orang yang paling
rohani, tetapi juga yang paling terpelajar dan berpengetahuan di
komunitasnya, sudah hilang!
Saya
masih percaya cara-pandang alkitabiah itu merupakan cara lihat yang
paling kohesif, dan satu-satunya pandangan yang menjadikan kesan yang
rasional tentang dunia. Tetapi untuk bisa menyeberang ke hal
tersebut, bahkan di lingkungan tetangga kita saja, sekarang ini ada
tantangan begitu besar karena adanya fragmentasi pengetahuan!
#13.
Injil tidak menyerap ke sistem elite dan masyarakat budaya
– Kebangunan rohani global saat ini (tetapi tidak eksklusif)
terjadi di antara bangsa-bangsa termiskin dan tidak terpelajar di
dunia. Misalnya, kebangunan terbesar selama 50 tahun belakangan
terjadi di wilayah-wilayah berkembang seperti Afrika, China dan
Amerika Latin di tengah-tengah kekacauan ekonomi dan politik yang
menjadikan rata-rata orang akan terbuka pada kuasa penyelamat Tuhan!
(Meskipun 10 tahun yang lalu banyak para intelektual perguruan tinggi
di China yang diselamatkan!)
Di
Amerika, kebangunan terbesar yang menghasilkan perubahan sosial dan
reformasi terjadi saat bukan saja mereka yang ada di
perguruan-perguruan tinggi, para praktisi hukum bukan hanya
memberitakan dan menjangkau bukan hanya massa orang-orang misikin
yang tidak terdidik tetapi juga para elite di kota-kota mereka. Di
kebangunan Rochester di tahun 1830, Finney memulai kebaktian
kebangunan rohaninya pertama-tama dengan menjangkau para pengacara,
doktor, hakim dan mereka yang dihormati dan punya pengaruh besar di
budaya. Ini menjadikan lebih mudah menjangkau massa!
Bagi
kita untuk mengalami kebangunan rohani nasional kita membutuhkan baik
disorientasi massa atau menjangkau para elit budaya di seni, musik,
ilmu pengetahuan, pendidikan, hukum, dan politik – bukan hanya
massa orang-orang miskin yang tidak punya pengaruh, agar membawa
perubahan sistemik terhadap budaya. Biasanya hanya gerakan jenis
Marxis (misalnya, Occopy Wall Street) dengan menggelembungkan massa
orang yang cara memakai kekerasan untuk menciptakan kekaacauan dan
menjatuhkan pemerintahan, merupakan sesuatu yang berhasil dalam
membawa perubahan yang nyata, bahkan meskipun perubahan yang terjadi
itu bersifat demonik! Oleh karena itu, jika kita mau melihat bukan
hanya kebangunan dan kebangkitan saja tetapi juga reformasi yang
tahan lama yang akan mengubah hukum-hukum dan budaya fasik, maka kita
butuh menjangkau para elite, bukan hanya massa orang melalui kampanye
penginjilan.
Sebagai
penutup, saya tidak menuliskan artikel ini untuk mengecilkan hati
siapa pun untuk tidak mendoakan kebangunan rohani tetapi agar
menjadikan kita semua berpikir secara serius melalui permasalahan,
bukan sekedar menyerderhanakan segala sesuatunya dengan sekedar
memakai cara-cara yang dilakukan di bangsa-bangsa dan/atau di era-era
sejarah dengan mengharapkan hasil yang sama. Saya masih tetap banyak
berdoa untuk kebangunan rohani dan reformasi, tetapi saya juga tahu
kalau budaya, strutur-struktur sosial dan norma-norma harus dipahami
sebelum bisa menyusun strategi-strategi yang diperlukan untuk
memberikan perubahan sistemik dan mengalami kebangunan dan
kebangkitan rohani yang mampu menggoncang dunia, yang bisa dialami
bangsa kita.
Tentunya,
Tuhan sanggup memakai orang asing seperti Filipus untuk
menggoncangkan seluruh kota (Kis. 8). Di tahun 1950-an Tuhan memakai
penginjil Amerika Tommy Hicks untuk menggoncang bangsa Argentina
dengan gerakan luarbiasa tanda heran mujizat, yang masih tetap
memiliki dampak sampai hari ini. Tetapi kebangunan rohani Argentina
ini didahului dengan paling tidak 3-5 tahun menegangkan, yang
berfokus dalam doa syafaat bersama yang dipimpin Dr. Miller dan yang
lain-lain di lingkarannya. (Lihat poin 11 di atas).
Bahkan,
mari kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dan memahami saat-saat
dimana kita hidup (1 Taw. 12:32) sehingga saat kita mencari Tuhan,
Dia akan memberi kita hikmat untuk tahu bagaimana kita bisa memberi
dampak paling besar pada komunitas, kota, bangsa dan bangsa-bangsa di
dunia!
Saya
pikir kita harus menanyakan pada diri-sendiri pertanyaan-pertanyaan
berkenaan dengan kebangunan agar memperoleh kejelasan dan sesuatu
yang praktis:
Apa
kita benar-benar sangat merindukan kebangunan rohani, kebangkitan
dan reformasi, ATAU, kita sudah puas dengan hal-hal di dunia seperti
apa adanya?
Apa
kita secara pribadi menghambat kebangunan di gereja dan kota kita?
Apa
kita serius mencari Tuhan atau berdoa sekedarnya saja agar terjadi
kebangunan rohani?
Apa
kita membuka diri terhadap strategi-strategi Tuhan saat kita
mendoakan kebangunan atau kita terus memegang ide-ide anggapan
bagaimana kita pikir Tuhan akan melakukannya?
Apa
kita mencoba menjiplak cara-cara lama untuk kebangunan rohani yang
tidak relevan lagi?
Apa
ada strategi-strategi baru yang belum pernah digunakan sebelumnya
yang harus dilakukan gereja untuk membangkitkan kebangunan rohani?
Apa
bangsa kita telah mengalami terobosan sosial yang akan dibuka untuk
Tuhan?
Bukannya
kebangunan masif dan spontan seperti masa lalu, apa Tuhan akan
mengembangkan negara-negara bagi gereja untuk mempergunakan
perlahan-lahan strategi multi-generasi, penetrasi sosial di setiap
level masyarakat untuk reformasi dan transformasi?
Apa
kita memberitakan seluruh isi hati Tuhan yang bisa menyadarkan
orang-orang berdosa dan menempelak para umat percaya yang
berkompromi?
Disadur bebas oleh Iskak Hutomo dari
THIRTEEN MODERN CHALLENGES TO AWAKENING AND REVIVAL
oleh Joseph Mattera